Original Posted By RJW►kisah para sahabat nabi - baik-baik ya sama Istri atau ibu ... karena mereka lebih banyak pekerjaan nya dibanding yang di kantoran ... sekalian dikasi cuti rutin ...
Seorang pria mendatangi Umar Rodhiyallohu ánhu bermaksud untuk curhat tentang keburukan akhlak isterinya. Dia berdiri di depan pintu rumah Umar menunggu Umar keluar.
Tiba-tiba terdengar suara isteri Umar mengomel dan mendebat Umar sedangkan Umar terdiam tak membantah sepatah katapun. Pergilah pria tsb bermaksud untuk pulang.
Dalam hatinya dia berkata :”Kalau Umar saja seorang yang keras dan tegas serta seorang amirul mukminin seperti itu, apalagi aku ?”.
Tiba-tiba Umarpun keluar. Dilihatnya ada seorang pria yang baru berlalu meninggalkan pintu rumahnya.
Lalu diapun memanggil pria itu. ” Apa keperluanmu datang kepadaku ?”
Dia menjawab :” Wahai amirul mukminin, aku datang untuk mengadukan kepadamu perihal akhlak isteriku dan sikap lancangnya kepadaku, tapi tadi aku mendengar isterimupun bersikap demikian kepadamu. Bila keadaan amirul mukminin seperti itu dengan isterinya, maka apalagi aku ?”
Berkatalah Umar :”" Wahai saudaraku, aku bisa sabar menerima hal ini karena besarnya hak-hak dia atas diriku. Dialah yang memasakan makananku, membuatkan roti untukku, mencucikan pakaianku, menyusui anak-anakku, dan hatiku terjaga dari yang haram karena dia. Aku mampu bersabar menerima perlakuan dia karena besarnya jasa dia untukku.”
Pria itu berkata :” Wahai amirul mukminin, isterikupun demikian.”
Berkatalah Umar :” Bersabarlah atas perlakuan dia wahai saudaraku, sesungguhnya hal ini hanya sementara.”
(Al Kabaa-ir hal 195-196)
Dear Akhi
Apakah akhi pernah mengalami hal yang sama dengan yang dialami sahabat Umar Rodhiyallohu ánhu dan juga pria tsb ?
Maka marilah kita semua para suami-suami bersabar dan ingat jasa-jasa istri kita dalam taat kepada suami, menjaga kehormatannya, menjaga harta benda, mengandung dan membesarkan anak, mendidik anak dll
Terutama pengorbanan-nya dalam membesarkan dan mendidik anak dengan mencurahkan segala waktu, tenaga, fikiran dan perhatian di rumah karena jika dzat sang ibu/istri tidak ada di rumah, maka bagaimana bisa ia
melaksanakan kewajiban terhadap dirinya, suaminya, dan anak-anaknya dengan sempurna ?
Dan malah kehadirannya digantikan oleh wanita lain yang sama sekali bukan merupakan bagian dari keluarganya (Asisten Rumah Tangga) ?
seorang penyair dalam bait syairnya:
الأم مدرسة إذا أعددتَها
أعددتَ شَعْباً طَيبَ الأعراق
I
Ibu adalah sebuah madrasah (tempat pendidikan) yang jika kamu menyiapkannya
Berarti kamu menyiapkan (lahirnya) sebuah masyarakat yang baik budi pekertinya (Dinukil oleh syaikh Shaleh al-Fauzan dalam kitab “Makaanatul mar-ati fil Islam” (hal. 5).)
Maka berbicara mengenai keluarga sakinah tidaklah akan lepas dari keberadaan seorang wanita di rumah suaminya. Dan itu adalah mutlak.
Adalah teori belaka jika ada orang yang berkata : Yang penting kualitas, bukan kuantitas (pertemuan anggota keluarga).
Tidak ada satupun pakar psikologi atau konsultan keluarga yang mengatakan bahwa keberadaan seorang ibu/istri di luar rumah adalah lebih baik bagi keluarganya (anak dan suaminya) dibandingkan berada di dalam rumah. Sungguh, betapa banyak musibah ini menimpa pada keluarga-keluarga muslim yang menginginkan kebahagiaan dunia dan akhirat dimana para ibu tersibukkan oleh karir “membantu nafkah” [?] suami……
Padahal bekerja dan mencari nafkah adalah kewajiban bagi suami. Allah ta’ala berfirman :
وَعلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنّ وَكِسْوَتُهُنّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf” [QS. An-Nisaa’ : 34].
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
فَاتقُوا اللهَ فِي النسَاءِ فَإِنكُمْ أَخَذْتُمُوْهُن بِأَمَانِ اللهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوْجَهُن بِكَلمَةِ اللهِ وَلَكُمْ عَلَيْهِن أَنْ لا يُوْطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَداً تَكْرَهُوْنَهُ فَإِنْ فَعَلْنَ ذَلِكَ فَاضْرِبُوْهُن ضَرباً غَيْرَ مُبَرح وَلَهُن عَلَيْكُمْ رِزْقُهُن وَكِسْوَتُهُن بِالْمَعْرُوْفِ
“Bertaqwalah kalian dalam masalah wanita. Sesungguhnya kalian telah ambil mereka dengan amanah Allah, dan kalian halalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Dan bagimu ada hak yang harus mereka penuhi yaitu agar mereka tidak mengijinkan seorangpun masuk ke pembaringanmu seseorang yang tidak kamu sukai. Apabila mereka melanggarnya, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakiti. Dan mereka memiliki hak yang harus engkau tunaikan, yaitu mendapatkan rizki dan pakaian dengan cara yang baik” [HR. Muslim no. 1218].
Maka marilah kita suami-suami melakukan introspeksi diri apakah kita sudah menunaikan hak-hak istri kita dengan baik sbb:
1. Suami harus memperlakukan isteri dengan cara yang ma’ruf, karena Allah Ta’ala telah berfirman :
وَعَاشِرُوهُن بِالْمَعْرُوفِ
"Dan bergaullah dengan mereka secara patut." [An-Nisaa’: 19]
Yaitu, dengan memberinya makan apabila ia juga makan dan memberinya pakaian apabila ia berpakaian. Mendidiknya jika takut ia akan durhaka dengan cara yang telah diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam mendidik isteri, yaitu dengan cara menasihatinya dengan nasihat yang baik tanpa mencela dan menghina maupun menjelek-jelekannya.
Sesungguhnya sikap lemah lembut terhadap isteri merupakan indikasi sempurnanya akhlak dan bertambahnya keimanan seorang mukmin, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ.
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling bagus akhlaknya dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap isterinya.” (Hasan Shahih: [Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 928)], Sunan at-Tirmidzi (II/315, no. 1172)).
2. Suami harus bersabar dari celaan isteri serta mau memaafkan kekhilafan yang dilakukan olehnya, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً، إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ.
“Janganlah seorang mukmin membenci mukminah. Apabila ia membencinya karena ada satu perangai yang buruk, pastilah ada perangai baik yang ia sukai.” (Shahih [Aadaabuz Zifaaf, hal. 199], Shahiih Muslim (II/1091, no. 469)).
Di dalam hadits yang lain beliau juga pernah bersabda:
اِسْتَوْصُوْا بِالنسَاءِ خَيْرًا فَإِنهُن خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِن أَعْوَجَ مَا فِي الضلَعِ أَعْلاَهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوْا بِالنسَاءِ خَيْرًا.
“Berilah nasihat kepada wanita (isteri) dengan cara yang baik. Karena sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk laki-laki yang bengkok. Sesuatu yang paling bengkok ialah sesuatu yang terdapat pada tulang rusuk yang paling atas. Jika hendak meluruskannya (tanpa menggunakan perhitungan yang matang, maka kalian akan mematahkannya, sedang jika kalian membiarkannya), maka ia akan tetap bengkok. Karena itu berilah nasihat kepada isteri dengan baik.” (Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/253, no. 5186), Shahiih Muslim (II/1091, no. 1468 (60)))
3. Suami harus menjaga dan memelihara isteri dari segala sesuatu yang dapat merusak dan mencemarkan kehormatannya, yaitu dengan melarangnya dari bepergian jauh (kecuali dengan suami atau mahramnya). Melarangnya berhias (kecuali untuk suami) serta mencegahnya agar tidak berikhtilath (bercampur baur) dengan para lelaki yang bukan mahram.
4. Suami harus mengajari isteri tentang perkara-perkara penting dalam masalah agama atau memberinya izin untuk menghadiri majelis-majelis ta’lim. Karena sesungguhnya kebutuhan dia untuk memperbaiki agama dan mensucikan jiwanya tidaklah lebih kecil dari kebutuhan makan dan minum yang juga harus diberikan kepadanya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يَا أَيهَا الذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا الناسُ وَالْحِجَارَةُ
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu." [At-Tahrim: 6]
5. Suami harus memerintahkan isterinya untuk mendirikan agamanya serta menjaga shalatnya, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya." [Thaahaa: 132]
6. Suami mau mengizinkan isteri keluar rumah untuk keperluannya, seperti jika ia ingin mengunjungi keluarga, namun dengan syarat menyuruhnya tetap memakai hijab busana muslimah dan melarangnya untuk tidak bertabarruj (berhias) atau sufur.
7. Suami tidak boleh menyebarkan rahasia dan menyebutkan kejelekan-kejelekan isteri di depan orang lain. Karena suami adalah orang yang dipercaya untuk menjaga isterinya dan dituntut untuk dapat memeliharanya.
8. Suami mau bermusyawarah dengan isteri dalam setiap permasalahan, terlebih lagi dalam perkara-perkara yang berhubungan dengan mereka berdua dan anak-anak
9. Suami harus segera pulang ke rumah isteri setelah shalat ‘Isya'. Janganlah ia begadang di luar rumah sampai larut malam. Karena hal itu akan membuat hati isteri menjadi gelisah. Apabila hal tersebut berlangsung lama dan sering berulang-ulang, maka akan terlintas dalam benak isteri rasa waswas dan keraguan.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِن لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقا.
“Sesungguhnya isterimu mempunyai hak yang wajib engkau tunaikan.” (Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IV/217-218, no. 1975), Shahiih Muslim (III/813, no. 1159 (182)), Sunan an-Nasa-i (IV/211))
Demikianlah sejumlah hak para isteri yang harus ditunaikan oleh para suami. Oleh karena itu, bersungguh-sungguhlah dalam usaha memenuhi hak-hak isteri tersebut. Sesungguhnya dalam memenuhi hak-hak isteri adalah salah satu di antara sebab kebahagian dalam kehidupan berumah tangga dan termasuk salah satu sebab ketenangan dan keselamatan keluarga serta sebab menjauhnya segala permasalahan yang dapat mengusik dan menghilangkan rasa aman, tenteram, damai, serta rasa cinta dan kasih sayang.
Jangan lupa kita selalu berdoa agar diberikan istri dan anak sebagai penyejuk hati kita sbb:
رَبنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرياتِنَا قُرةَ أَعْيُنٍ
“Ya Tuhan kami, karuniakan kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami).” (QS. Al Furqan [25]: 74).
Semoga bermanfaat
Jazzakallahu Khairan
Sumber:
http://abuhaidar.net/sabar-menghadap...n-sang-isteri/
http://sabilulilmi.wordpress.com/201...enyenang-hati/
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2008...i-seorang.html
http://almanhaj.or.id/content/1190/s...ri-atas-suami/
http://muslim.or.id/keluarga/potret-...ah-tangga.html