- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
You Push or You Pull ?
TS
shinigami86
You Push or You Pull ?
Ini terjadi kira-kira tiga minggu yang lalu. Di
suatu sore tiba-tiba otak saya membentuk
suatu serat-serat yang saling berkait, melekat
dan menciptakan suatu pertanyaan ketika
tanpa sadar saya mendorong pintu kaca
masuk sebuah mini market.
Pertanyaannya sangat sederhana;
"Kenapa saya lebih memilih mendorong pintu
kaca ketika dihadapkan pada dua pilihan;
mendorong atau menariknya?"
Sambil berusaha meyakinkan pertanyaan tadi,
saya mengurungkan niat untuk langsung
membayar apa yang sudah saya beli di kasir.
Saya berusaha memperhatikan beberapa orang
yang lalu lalang melewati pintu kaca tersebut.
Saat masuk ataupun keluar. Ini seperti dejavu,
karena terus terang saya melihat semua orang
tersebut melakukan hal serupa dengan apa
yang saya lakukan. Yaitu mendorong pintu
kacanya. Bukan menariknya. Saya bagian dari
mereka, seharusnya tidak ada yang aneh.
Pertanyaan yang mengganggu saya itu
membuat saya pada akhirnya selalu
memperhatikan orang-orang yang keluar
masuk sebuah pintu kaca. Pintu kaca yang
saya maksud adalah pintu kaca dengan dua
pilihan. Biasanya bertuliskan DORONG atau
PUSH dan TARIK atau PULL. Tidak bisa
disangkal, tulisan seperti ini banyak sekali
bertebaran di pintu kaca bangunan-bangunan
(ibu kota khususnya). Pintu masuk mall, bank,
supermarket, mini market seperti Indomar**
atau Alfama** dan pintu-pintu lainnya. Jangan
tanyakan saya mengenai teknis mengapa pintu
diciptakan seperti itu. Karena kurang tepat
nara sumbernya. Alangkah lebih baik
pertanyaan seperti itu disimpan untuk seorang
arsitek bangunan atau seorang teknik yang
(mungkin) bisa menjelaskan mengenai posisi
peletakan engsel-engsel, baut dari komposisi
pintu kaca tersebut dan lainnya tentu saja.
Dari beberapa pengamatan yang saya lakukan
ada berbagai macam gaya mereka mendorong.
Ada yang mendorong dengan tangan kiri,
mengenggam erat pada gagang aluminium.
Ada juga yang merentangkan jemarinya lebar-
lebar dan mendorong pada kaca pintu (ada
atau tidak gagang aluminium tersebut).
Ataupun ada yang (bahkan) mendorong pintu
kaca dengan bahunya. Mungkin masih ada
beberapa gaya lain tetapi tiga yang saya
sebutkan tadi yang paling sering saya lihat.
Persamaan dari ketiganya adalah posisi badan
cenderung menjatuhkan ke arah depan atau
membuang badan ke arah depan.
Saya tidak cukup puas dengan penglihatan.
Saya mencoba bertanya secara lisan kepada
beberapa teman saya. Pertanyaan yang
mungkin tidak pernah mereka dapatkan dari
orang lain (tentunya);
"Kalau kamu buka pintu kaca yang ada
tulisannya dorong atau tarik, biasanya kamu
dorong atau kamu tarik?"
Dan ternyata memang hampir sebagian besar
memberikan jawaban 'DORONG' atau 'PUSH'.
Baik yang spontanitas menjawab ataupun yang
harus mereka-reka atau berimajinasi terlebih
dahulu dengan gambaran nyata yang memang
sering mereka lakukan sebelum menjawab
pertanyaan saya.
Suatu ketika ada seorang teman yang
menjawab pertanyaan saya;
"Ya, tentu saja! Karena secara naluri, manusia
mencari segala sesuatu yang memudahkan
dirinya!"
"Itu dia! Bukankah tujuannya sama? Masuk ke
suatu tempat? Mengapa selalu mencari
kemudahan?"
"Bukankah kemudahan itu baik?"
Saya penasaran. Apa yang terjadi ketika saya
melakukan sebaliknya? Sehingga suatu ketika
saya mencoba menarik pintu kaca tersebut
ketika masuk melewati pintu kaca sebuah
bank. Ini sesuatu yang berbeda, saya seperti
menarik beban ke arah saya.
Ya! Saya menarik sebuah beban ke arah saya!
Itu jawabannya! Sedangkan ketika saya pada
posisi mendorong saya seperti membuang
sebuah beban ke arah lain. Dan seketika itu
juga pernyataan teman saya tadi melintas dan
membentuk suatu benang merah yang
menghubungan sebuah sebab akibat.
Pada dasarnya memang manusia
menginginkan segala sesuatunya berjalan
dengan lancar, apapun itu. karir, percintaan,
pernikahan, keluarga, pendidikan, projek,
pertemanan, semua dan bermacam-macam, ya
segala sesuatu yang berhubungan dengan
kehidupan manusia. Untuk mencapai semua itu
menjadi berhasil, tepat, cepat dan (mendekati)
sempurna kita perlu usaha. Hanya saja tidak
bisa dipungkiri bahwa manusia cenderung
berusaha mencari kemudahan untuk suatu
keberhasilan.
Gambaran inilah yang saya
refleksikan pada posisi mendorong tadi. Seperti
kehidupan, ketika kita melewati sebuah pintu
kaca ada tujuan yang kita inginkan. Yaitu
masuk ke suatu ruang baru, entah itu sebuah
mall, bank, supermarket, mini market seperti
Indomar** atau Alfama** dan pintu-pintu
lainnya. Dibalik pintu itulah tujuan kita
menanti. Entah itu sekedang melihat-lihat mall
atau janjian bertemu seseorang, menabung
atau menarik uang (jika itu sebuah bank) atau
membeli sesuatu (jika supermarket atau mini
market).
Pada saat manusia memutuskan untuk
mencari kemudahan, layaknya seseorang yang
melewati pintu kaca dengan cara mendorong,
mereka cenderung menjatuhkan badan ke arah
depan atau membuang badan pada suatu
tumpuan. Mereka memberikan beban pada
yang lain. Hal tersebut akan berbeda ketika
berproses dalam mencapai sesuatu manusia
berusaha memikul bebannya tersebut pada
dirinya sendiri (refleksi ini tidak mengikut
sertakan Tuhan YME yang transenden karena
saya sedang membahas hubungan manusia
dengan manusia). Sama halnya ketika
seseorang berusaha melewati pintu kaca,
mereka menarik pintu kaca tersebut ke
arahnya, membawa beban tersebut padanya.
Pada dasarnya sungguhlah baik jika
kemudahan itu didapatkan tanpa memberikan
atau memindahkan bebannya pada orang lain.
Tetapi bukankah hidup tidak pernah semudah
itu? Lalu jika pintu kaca tersebut ibarat
pasangan, teman, orang tua, anak, rekan kerja,
partner projek dan lain-lain yang merupakan
sosok manusia yang ikut berinteraksi dalam
menciptakan, meraih dan mewujudkan sesuatu
dengan tujuan berhasil, tepat, cepat dan
(mendekati) sempurna. Mengapa kita masih
membuang beban kita itu kepada yang
mereka? Mengapa tidak mengambil porsi
beban masing-masing sehingga akan terasa
lebih ringan? Saya rasa ini hanyalah persoalan
mudah, bukankah saya juga sebagai manusia
ingin kemudahan? Marilah bertanya dalam hati
masing-masing;
"Apakah kemudahan yang kamu maksud
adalah memberikan atau menambahkan beban
yang seharusnya menjadi bagianmu kepada
orang lain?"
Mudah-mudahan jawabannya tidak.
Sejak itu saya mempunyai kebiasaan baru
setiap kali masuk ataupun keluar dari pintu
kaca yang ada tulisannya DORONG atau PUSH
dan TARIK atau PULL. Saya berusaha menarik
pintu kaca itu, sama seperti saya juga
mencoba berusaha mengambil beban yang
merupakan bagian saya, sehingga orang yang
berinteraksi dengan saya tidak akan saya
tambahkan bebannya.
suatu sore tiba-tiba otak saya membentuk
suatu serat-serat yang saling berkait, melekat
dan menciptakan suatu pertanyaan ketika
tanpa sadar saya mendorong pintu kaca
masuk sebuah mini market.
Pertanyaannya sangat sederhana;
"Kenapa saya lebih memilih mendorong pintu
kaca ketika dihadapkan pada dua pilihan;
mendorong atau menariknya?"
Sambil berusaha meyakinkan pertanyaan tadi,
saya mengurungkan niat untuk langsung
membayar apa yang sudah saya beli di kasir.
Saya berusaha memperhatikan beberapa orang
yang lalu lalang melewati pintu kaca tersebut.
Saat masuk ataupun keluar. Ini seperti dejavu,
karena terus terang saya melihat semua orang
tersebut melakukan hal serupa dengan apa
yang saya lakukan. Yaitu mendorong pintu
kacanya. Bukan menariknya. Saya bagian dari
mereka, seharusnya tidak ada yang aneh.
Pertanyaan yang mengganggu saya itu
membuat saya pada akhirnya selalu
memperhatikan orang-orang yang keluar
masuk sebuah pintu kaca. Pintu kaca yang
saya maksud adalah pintu kaca dengan dua
pilihan. Biasanya bertuliskan DORONG atau
PUSH dan TARIK atau PULL. Tidak bisa
disangkal, tulisan seperti ini banyak sekali
bertebaran di pintu kaca bangunan-bangunan
(ibu kota khususnya). Pintu masuk mall, bank,
supermarket, mini market seperti Indomar**
atau Alfama** dan pintu-pintu lainnya. Jangan
tanyakan saya mengenai teknis mengapa pintu
diciptakan seperti itu. Karena kurang tepat
nara sumbernya. Alangkah lebih baik
pertanyaan seperti itu disimpan untuk seorang
arsitek bangunan atau seorang teknik yang
(mungkin) bisa menjelaskan mengenai posisi
peletakan engsel-engsel, baut dari komposisi
pintu kaca tersebut dan lainnya tentu saja.
Dari beberapa pengamatan yang saya lakukan
ada berbagai macam gaya mereka mendorong.
Ada yang mendorong dengan tangan kiri,
mengenggam erat pada gagang aluminium.
Ada juga yang merentangkan jemarinya lebar-
lebar dan mendorong pada kaca pintu (ada
atau tidak gagang aluminium tersebut).
Ataupun ada yang (bahkan) mendorong pintu
kaca dengan bahunya. Mungkin masih ada
beberapa gaya lain tetapi tiga yang saya
sebutkan tadi yang paling sering saya lihat.
Persamaan dari ketiganya adalah posisi badan
cenderung menjatuhkan ke arah depan atau
membuang badan ke arah depan.
Saya tidak cukup puas dengan penglihatan.
Saya mencoba bertanya secara lisan kepada
beberapa teman saya. Pertanyaan yang
mungkin tidak pernah mereka dapatkan dari
orang lain (tentunya);
"Kalau kamu buka pintu kaca yang ada
tulisannya dorong atau tarik, biasanya kamu
dorong atau kamu tarik?"
Dan ternyata memang hampir sebagian besar
memberikan jawaban 'DORONG' atau 'PUSH'.
Baik yang spontanitas menjawab ataupun yang
harus mereka-reka atau berimajinasi terlebih
dahulu dengan gambaran nyata yang memang
sering mereka lakukan sebelum menjawab
pertanyaan saya.
Suatu ketika ada seorang teman yang
menjawab pertanyaan saya;
"Ya, tentu saja! Karena secara naluri, manusia
mencari segala sesuatu yang memudahkan
dirinya!"
"Itu dia! Bukankah tujuannya sama? Masuk ke
suatu tempat? Mengapa selalu mencari
kemudahan?"
"Bukankah kemudahan itu baik?"
Saya penasaran. Apa yang terjadi ketika saya
melakukan sebaliknya? Sehingga suatu ketika
saya mencoba menarik pintu kaca tersebut
ketika masuk melewati pintu kaca sebuah
bank. Ini sesuatu yang berbeda, saya seperti
menarik beban ke arah saya.
Ya! Saya menarik sebuah beban ke arah saya!
Itu jawabannya! Sedangkan ketika saya pada
posisi mendorong saya seperti membuang
sebuah beban ke arah lain. Dan seketika itu
juga pernyataan teman saya tadi melintas dan
membentuk suatu benang merah yang
menghubungan sebuah sebab akibat.
Pada dasarnya memang manusia
menginginkan segala sesuatunya berjalan
dengan lancar, apapun itu. karir, percintaan,
pernikahan, keluarga, pendidikan, projek,
pertemanan, semua dan bermacam-macam, ya
segala sesuatu yang berhubungan dengan
kehidupan manusia. Untuk mencapai semua itu
menjadi berhasil, tepat, cepat dan (mendekati)
sempurna kita perlu usaha. Hanya saja tidak
bisa dipungkiri bahwa manusia cenderung
berusaha mencari kemudahan untuk suatu
keberhasilan.
Gambaran inilah yang saya
refleksikan pada posisi mendorong tadi. Seperti
kehidupan, ketika kita melewati sebuah pintu
kaca ada tujuan yang kita inginkan. Yaitu
masuk ke suatu ruang baru, entah itu sebuah
mall, bank, supermarket, mini market seperti
Indomar** atau Alfama** dan pintu-pintu
lainnya. Dibalik pintu itulah tujuan kita
menanti. Entah itu sekedang melihat-lihat mall
atau janjian bertemu seseorang, menabung
atau menarik uang (jika itu sebuah bank) atau
membeli sesuatu (jika supermarket atau mini
market).
Pada saat manusia memutuskan untuk
mencari kemudahan, layaknya seseorang yang
melewati pintu kaca dengan cara mendorong,
mereka cenderung menjatuhkan badan ke arah
depan atau membuang badan pada suatu
tumpuan. Mereka memberikan beban pada
yang lain. Hal tersebut akan berbeda ketika
berproses dalam mencapai sesuatu manusia
berusaha memikul bebannya tersebut pada
dirinya sendiri (refleksi ini tidak mengikut
sertakan Tuhan YME yang transenden karena
saya sedang membahas hubungan manusia
dengan manusia). Sama halnya ketika
seseorang berusaha melewati pintu kaca,
mereka menarik pintu kaca tersebut ke
arahnya, membawa beban tersebut padanya.
Pada dasarnya sungguhlah baik jika
kemudahan itu didapatkan tanpa memberikan
atau memindahkan bebannya pada orang lain.
Tetapi bukankah hidup tidak pernah semudah
itu? Lalu jika pintu kaca tersebut ibarat
pasangan, teman, orang tua, anak, rekan kerja,
partner projek dan lain-lain yang merupakan
sosok manusia yang ikut berinteraksi dalam
menciptakan, meraih dan mewujudkan sesuatu
dengan tujuan berhasil, tepat, cepat dan
(mendekati) sempurna. Mengapa kita masih
membuang beban kita itu kepada yang
mereka? Mengapa tidak mengambil porsi
beban masing-masing sehingga akan terasa
lebih ringan? Saya rasa ini hanyalah persoalan
mudah, bukankah saya juga sebagai manusia
ingin kemudahan? Marilah bertanya dalam hati
masing-masing;
"Apakah kemudahan yang kamu maksud
adalah memberikan atau menambahkan beban
yang seharusnya menjadi bagianmu kepada
orang lain?"
Mudah-mudahan jawabannya tidak.
Sejak itu saya mempunyai kebiasaan baru
setiap kali masuk ataupun keluar dari pintu
kaca yang ada tulisannya DORONG atau PUSH
dan TARIK atau PULL. Saya berusaha menarik
pintu kaca itu, sama seperti saya juga
mencoba berusaha mengambil beban yang
merupakan bagian saya, sehingga orang yang
berinteraksi dengan saya tidak akan saya
tambahkan bebannya.
0
1.2K
14
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan