- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
MK Tanpa Patrialis dan Maria Farida


TS
kemalmahendra
MK Tanpa Patrialis dan Maria Farida
Apa boleh buat itulah fakta hukum yang terjadi. Pengadilan Tata Usaha Negara pekan lalu memutuskan untuk menganulir Keputusan Presiden bagi pengangkatan dua Hakim Konstitusi yaitu Patrialis Akbar dan Maria Farida.
Atas keputusan tersebut, pemerintah dan Patrialis memang berencana untuk mengajukan banding. Namun upaya banding tidak mempengaruhi keputusan PTUN yang sudah menetapkan bahwa Patrialis dan Maria Farida tidak sah menjadi hakim konstitusi.
Kita tahu bahwa status dalam hukum sangatlah penting. Seseorang yang dianggap tidak sah menjalani profesi sebagai penegak hukum, otomatis otoritasnya pun langsung hilang. Ia dianggap tidak kredibel lagi sebagai penegak hukum dan keputusannya kemudian kehilangan makna.
Itulah yang membuat Mahkamah Konstitusi semakin kehilangan gigi. Setelah sebelum harus kehilangan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar yang terlibat korupsi, kini mereka harus kehilangan lagi dua hakim konstitusinya.
Praktis tinggal enam Hakim Konstitusi yang tersisa. Jumlah itu tentu tidak memadai untuk menangani begitu banyak kasus yang masuk ke Mahkamah Konstitusi. Apalagi dengan jumlah yang genap, terbuka peluang adanya kebuntuan keputusan apabila para Hakim Konstitusi tidak sepakat atas sebuah kasus.
Keputusan PTUN bukan hanya merupakan tamparan bagi Mahkamah Konstitusi, tetapi juga kepada Presiden yang mengangkat kedua hakim konstitusi itu. Sepertinya Presiden tidak mengerti aturan, sehingga membuat keputusan yang keliru.
Kita sering menyampaikan bahwa Presiden bukan hanya sekadar sosok. Di baliknya ada kewibawaan yang membuat seorang Presiden harus disegani dan keputusannya dihormati oleh masyarakat serta lembaga negara.
Oleh karena itulah seorang Presiden tidak boleh berbuat salah. Ia harus didukung oleh penasihat hukum yang andal dan cermat dalam memberikan masukan kepada Presiden. Bahkan tim hukum Kantor Presiden harus cakap agar Presiden tidak mudah dipersalahkan atas kebijakan yang diambilnya.
Tentu menjadi pertanyaan, bagaimana kualitas tim hukum yang bekerja membantu Presiden sekarang ini. Bagaimana mereka bisa fatal memberikan masukan dan merumuskan sebuah keputusan, sehingga bisa dianulir oleh hakim PTUN.
Ini merupakan perkara yang serius, karena berpengaruh kepada kewibawaan Presiden. Sepertinya menjelang akhir jabatannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono semakin kehilangan kewibawaannya. Hampir semua keputusan yang ia keluarkan ditantang dan selalu dicari kelemahannya.
Padahal masa jabatan Presiden sendiri masih berjalan 10 bulan. Pada masa itu segala hal yang berkaitan dengan kepentingan bangsa dan negara masih berada di tangan Presiden yang sekarang ini.
Untuk itulah kita harus membantu Presiden untuk bisa menjalankan kepemimpinan secara efektif. Masih banyak tugas yang harus dijalankan demi kepentingan rakyat banyak dalam 10 bulan terakhir kepemimpinannya.
Termasuk di dalam menyelesaikan persoalan krusial yang terjadi di Mahkamah Konstitusi. Harus dicarikan jalan yang paling baik untuk bisa membuat Mahkamah Konstitusi menjalankan tugasnya, tanpa harus memurukkan kewibawaan Presiden.
Usulan yang paling tepat adalah mengikuti aturan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang sudah disahkan menjadi Undang-Undang oleh DPR. Bahwa pengisian hakim konstitusi dilakukan oleh tim panel ahli dengan mencari ahli-ahli hukum yang berwibawa dan tidak ada kaitannya dengan partai politik.
Tetap memaksakan Patrialis dan Maria Farida bisa memberikan tamparan kedua kepada Presiden. Sebab, Patrialis adalah seorang politisi dari Partai Amanat Nasional dan ia belum tujuh tahun melepaskan diri dari partai politik seperti yang ditetapkan di dalam Perppu.
Kedewasaan dan kecakapan hukum dari Kantor Presiden benar-benar sedang diuji. Kalau mereka keliru lagi memberi masukan, maka bukan hanya kewibawaan Presiden yang akan semakin terpuruk, tetapi Mahkamah Konstitusi pun tidak bisa terselamatkan.
Atas keputusan tersebut, pemerintah dan Patrialis memang berencana untuk mengajukan banding. Namun upaya banding tidak mempengaruhi keputusan PTUN yang sudah menetapkan bahwa Patrialis dan Maria Farida tidak sah menjadi hakim konstitusi.
Kita tahu bahwa status dalam hukum sangatlah penting. Seseorang yang dianggap tidak sah menjalani profesi sebagai penegak hukum, otomatis otoritasnya pun langsung hilang. Ia dianggap tidak kredibel lagi sebagai penegak hukum dan keputusannya kemudian kehilangan makna.
Itulah yang membuat Mahkamah Konstitusi semakin kehilangan gigi. Setelah sebelum harus kehilangan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar yang terlibat korupsi, kini mereka harus kehilangan lagi dua hakim konstitusinya.
Praktis tinggal enam Hakim Konstitusi yang tersisa. Jumlah itu tentu tidak memadai untuk menangani begitu banyak kasus yang masuk ke Mahkamah Konstitusi. Apalagi dengan jumlah yang genap, terbuka peluang adanya kebuntuan keputusan apabila para Hakim Konstitusi tidak sepakat atas sebuah kasus.
Keputusan PTUN bukan hanya merupakan tamparan bagi Mahkamah Konstitusi, tetapi juga kepada Presiden yang mengangkat kedua hakim konstitusi itu. Sepertinya Presiden tidak mengerti aturan, sehingga membuat keputusan yang keliru.
Kita sering menyampaikan bahwa Presiden bukan hanya sekadar sosok. Di baliknya ada kewibawaan yang membuat seorang Presiden harus disegani dan keputusannya dihormati oleh masyarakat serta lembaga negara.
Oleh karena itulah seorang Presiden tidak boleh berbuat salah. Ia harus didukung oleh penasihat hukum yang andal dan cermat dalam memberikan masukan kepada Presiden. Bahkan tim hukum Kantor Presiden harus cakap agar Presiden tidak mudah dipersalahkan atas kebijakan yang diambilnya.
Tentu menjadi pertanyaan, bagaimana kualitas tim hukum yang bekerja membantu Presiden sekarang ini. Bagaimana mereka bisa fatal memberikan masukan dan merumuskan sebuah keputusan, sehingga bisa dianulir oleh hakim PTUN.
Ini merupakan perkara yang serius, karena berpengaruh kepada kewibawaan Presiden. Sepertinya menjelang akhir jabatannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono semakin kehilangan kewibawaannya. Hampir semua keputusan yang ia keluarkan ditantang dan selalu dicari kelemahannya.
Padahal masa jabatan Presiden sendiri masih berjalan 10 bulan. Pada masa itu segala hal yang berkaitan dengan kepentingan bangsa dan negara masih berada di tangan Presiden yang sekarang ini.
Untuk itulah kita harus membantu Presiden untuk bisa menjalankan kepemimpinan secara efektif. Masih banyak tugas yang harus dijalankan demi kepentingan rakyat banyak dalam 10 bulan terakhir kepemimpinannya.
Termasuk di dalam menyelesaikan persoalan krusial yang terjadi di Mahkamah Konstitusi. Harus dicarikan jalan yang paling baik untuk bisa membuat Mahkamah Konstitusi menjalankan tugasnya, tanpa harus memurukkan kewibawaan Presiden.
Usulan yang paling tepat adalah mengikuti aturan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang sudah disahkan menjadi Undang-Undang oleh DPR. Bahwa pengisian hakim konstitusi dilakukan oleh tim panel ahli dengan mencari ahli-ahli hukum yang berwibawa dan tidak ada kaitannya dengan partai politik.
Tetap memaksakan Patrialis dan Maria Farida bisa memberikan tamparan kedua kepada Presiden. Sebab, Patrialis adalah seorang politisi dari Partai Amanat Nasional dan ia belum tujuh tahun melepaskan diri dari partai politik seperti yang ditetapkan di dalam Perppu.
Kedewasaan dan kecakapan hukum dari Kantor Presiden benar-benar sedang diuji. Kalau mereka keliru lagi memberi masukan, maka bukan hanya kewibawaan Presiden yang akan semakin terpuruk, tetapi Mahkamah Konstitusi pun tidak bisa terselamatkan.
0
800
3


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan