- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Vincent Tan, pemilik Cardiff City yang tak tahu apa apa tentang sepakbola
TS
wipradehoker
Vincent Tan, pemilik Cardiff City yang tak tahu apa apa tentang sepakbola
kalo nggak suka trid ane jangan dibata yah
kalo berkenan tolong
Quote:
Beberapa bulan lalu, publik pecinta bola terutama Serie A Italia dikejutkan dengan kabar bahwa seorang pengusaha asal Indonesia, Erick Thohir, telah mengambil alih kepemilikan salah satu klub paling elit di liga tersebut yaitu Inter Milan. Kebanyakan orang Indonesia tentu saja bangga, karena sejak jaman saya SD, Inter adalah salah satu klub yang paling dicintai oleh pecinta bola di Indonesia. Siapa sangka, ternyata kini Presidennya adalah orang Indonesia.
Namun tahukah anda, bahwa negara tetangga kita Malaysia pun mempunyai pengusaha yang hartanya cukup untuk membeli klub di liga eropa? Adalah Vincent Tan, pemilik sekaligus pendiri grup usaha Berjaya yang sejak 2010 lalu mengambil alih kepemilikan Cardiff City, salah satu klub yang kini berlaga di Liga Premier Inggris (EPL). Namun tiga tahun sejak peran barunya ini, ia kini jadi bahan olok-olokkan di Inggris. Ia dikatakan tidak tahu apa-apa tentang sepakbola. Kenyataan ini tentu saja memalukan Malaysia karena nama negara ini tidak terhindarkan lagi akan terlekat pada setiap judul berita negatif tentang sosok Vincent Tan.
Lalu apa sebenarnya dosa seorang Vincent Tan sampai ia begitu dibenci bukan saja oleh fans Cardiff namun bahkan seluruh publik pecinta sepakbola di Inggris? Pertama, ia sama sekali tidak peduli dengan budaya dan sejarah klub asal Wales tersebut. Kepercayaannya kepada hal-hal metafisika dan supranatural membuatnya percaya bahwa warna Merah akan membawa keberuntungan. Ia lalu meminta Cardiff yang sejak 1908 menggunakan jersey berwarna biru untuk mengganti warna jerseynya, dengan iming-iming investasi besar dan pembelian pemain baru pada musim panas kemarin. Lalu dengan alasan yang sama ia pun mengganti simbol dalam logo Cardiff City dari bluebirds menjadi naga. Tulisan dalam logo Cardiff pun kini berbunyi “Fire & Passion”, bukan lagi Bluebirds.
Bukan sebuah kejutan kalau fans Cardiff City pun naik pitam dengan perubahan-perubahan tanpa kepedulian dan cenderung “aneh” yang dibuat oleh Vincent Tan. Ia terkenal sering meremehkan manajer dengan masuk ke ruang ganti pemain dan ikut memberikan perintah-perintah pada pemain Cardiff pada masa paruh waktu. “Dosa” Tan pun bertambah manakala ia memecat head of recruitment Cardiff City dan menempatkan seorang warga negara Kazakshtan berumur 23 tahun yang tanpa pengalaman sama sekali sebagai penggantinya. Belakangan terungkap bahwa pemuda Kazakh tersebut adalah teman baik anaknya.
Lalu terakhir, ia memberikan ultimatum kepada Manager Cardif City, Malky Mackay. Mundur atau dipecat. Tan sepertinya tidak puas dengan performa Cardiff yang hanya mampu bertengger di papan bawah klasemen Liga Premier Inggris. Tan sepertinya lupa bahwa Malky Mackay merupakan manajer yang membawa Cardiff ke final Piala Liga pada musim sebelumnya dan berhasil membawa Cardiff City ke EPL setelah sebelumnya berlaga di Championship League dan mendapatkan titel juara dan promosi.
Inggris pun bergejolak mendengar ultimatum yang dikeluarkan Vincent Tan. Ia mendadak menjadi musuh nomor satu pecinta sepak bola di Inggris. Semua manager klub Liga Premier Inggris pun menyuarakan pendapat mereka, dan hampir semua mempunyai pendapat yang sama. Vincent tak tahu apa-apa tentang sepakbola. Hary Redknapp mengatakan apa yang terjadi di Cardiff memalukan. Arsene Wenger, manajer yang sudah berpengalaman menghadapi keraguan dari berbagai sisi tentang performanya di Arsenal pun ikut mendukung Mackay dan mengatakan bahwa manajer muda tersebut melakukan pekerjaan yang bagus di Cardiff. Ia lalu mengeluarkan suatu pernyataan yang menarik bagi saya karena mungkin bisa diambil hikmahnya juga oleh persepakbolaan Indonesia:
“There are some countries where the instability of managers is chronic.”
“After that happens you have no quality anymore because people with quality do not go into jobs where they are sacked every three weeks for ridiculous reasons, so it’s very important for the quality of the game that there is a certain stability. We all know that it’s part of our job as well when things don’t work. But you have as well to be careful that it’s just not based on emotional reactions.”
(Terjemahan: Ada beberapa negara dimana instabilitas dari pelatihnya menjadi semacam penyakit kronis. Setelah itu terjadi, maka anda tidak lagi mempunyai kualitas karena orang-orang berkualitas tidak akan berminat untuk bekerja dalam lingkungan dimana mereka dipecat setiap tiga minggu karena alasan yang tidak masuk akal, karena itu sangat penting untuk kualitas permainan sebuah jaminan akan stabilitas. Kita semua tahu adalah bagian dari pekerjaan saat sesuatu tidak berjalan dengan baik. Tapi anda harus hati-hati juga bahwa segala keputusan tidak didasarkan pada reaksi emosional)
Apa yang dikatakan Wenger tentang sepakbola tanpa stabilitas mungkin adalah yang sedang terjadi di Inggris karena terdapat cukup banyak klub dengan pemilik baru yang menginginkan hasil instan. Namun hal yang sama dapat pula kita saksikan di Indonesia, terutama pada level timnas dimana pergantian manajer terjadi karena alasan emosional dan politis, tanpa pertimbangan matang tentang perubahan jangka panjang yang mungkin dihasilkan oleh sang manajer itu sendiri.
Kembali ke Cardiff City, tingkah laku Vincent Tan ini kini sudah merambah kepada isu politik dan korupsi di Malaysia. Pemerintah Malaysia dituduh membuang-buang uang wajib pajak karena Malaysia merupakan sponsor utama Cardiff saat ini. 7 Juta Poundsterling atau sekitar 139 milyar rupiah yang dikeluarkan pemerintah Malaysia untuk Cardiff tentu saja bukan uang receh, dan kini nama Malaysia pun tertera di bagian depan seragam Cardiff City, sebuah klub yang menurut sudut pandang fans dan pecinta bola di Inggris, telah dibuat “porak-poranda” oleh Vincent Tan.
Namun tahukah anda, bahwa negara tetangga kita Malaysia pun mempunyai pengusaha yang hartanya cukup untuk membeli klub di liga eropa? Adalah Vincent Tan, pemilik sekaligus pendiri grup usaha Berjaya yang sejak 2010 lalu mengambil alih kepemilikan Cardiff City, salah satu klub yang kini berlaga di Liga Premier Inggris (EPL). Namun tiga tahun sejak peran barunya ini, ia kini jadi bahan olok-olokkan di Inggris. Ia dikatakan tidak tahu apa-apa tentang sepakbola. Kenyataan ini tentu saja memalukan Malaysia karena nama negara ini tidak terhindarkan lagi akan terlekat pada setiap judul berita negatif tentang sosok Vincent Tan.
Lalu apa sebenarnya dosa seorang Vincent Tan sampai ia begitu dibenci bukan saja oleh fans Cardiff namun bahkan seluruh publik pecinta sepakbola di Inggris? Pertama, ia sama sekali tidak peduli dengan budaya dan sejarah klub asal Wales tersebut. Kepercayaannya kepada hal-hal metafisika dan supranatural membuatnya percaya bahwa warna Merah akan membawa keberuntungan. Ia lalu meminta Cardiff yang sejak 1908 menggunakan jersey berwarna biru untuk mengganti warna jerseynya, dengan iming-iming investasi besar dan pembelian pemain baru pada musim panas kemarin. Lalu dengan alasan yang sama ia pun mengganti simbol dalam logo Cardiff City dari bluebirds menjadi naga. Tulisan dalam logo Cardiff pun kini berbunyi “Fire & Passion”, bukan lagi Bluebirds.
Spoiler for Logo klub sebelum dan setelah akuisisi:
Bukan sebuah kejutan kalau fans Cardiff City pun naik pitam dengan perubahan-perubahan tanpa kepedulian dan cenderung “aneh” yang dibuat oleh Vincent Tan. Ia terkenal sering meremehkan manajer dengan masuk ke ruang ganti pemain dan ikut memberikan perintah-perintah pada pemain Cardiff pada masa paruh waktu. “Dosa” Tan pun bertambah manakala ia memecat head of recruitment Cardiff City dan menempatkan seorang warga negara Kazakshtan berumur 23 tahun yang tanpa pengalaman sama sekali sebagai penggantinya. Belakangan terungkap bahwa pemuda Kazakh tersebut adalah teman baik anaknya.
Spoiler for Berita Vincent Tan:
Lalu terakhir, ia memberikan ultimatum kepada Manager Cardif City, Malky Mackay. Mundur atau dipecat. Tan sepertinya tidak puas dengan performa Cardiff yang hanya mampu bertengger di papan bawah klasemen Liga Premier Inggris. Tan sepertinya lupa bahwa Malky Mackay merupakan manajer yang membawa Cardiff ke final Piala Liga pada musim sebelumnya dan berhasil membawa Cardiff City ke EPL setelah sebelumnya berlaga di Championship League dan mendapatkan titel juara dan promosi.
Inggris pun bergejolak mendengar ultimatum yang dikeluarkan Vincent Tan. Ia mendadak menjadi musuh nomor satu pecinta sepak bola di Inggris. Semua manager klub Liga Premier Inggris pun menyuarakan pendapat mereka, dan hampir semua mempunyai pendapat yang sama. Vincent tak tahu apa-apa tentang sepakbola. Hary Redknapp mengatakan apa yang terjadi di Cardiff memalukan. Arsene Wenger, manajer yang sudah berpengalaman menghadapi keraguan dari berbagai sisi tentang performanya di Arsenal pun ikut mendukung Mackay dan mengatakan bahwa manajer muda tersebut melakukan pekerjaan yang bagus di Cardiff. Ia lalu mengeluarkan suatu pernyataan yang menarik bagi saya karena mungkin bisa diambil hikmahnya juga oleh persepakbolaan Indonesia:
“There are some countries where the instability of managers is chronic.”
“After that happens you have no quality anymore because people with quality do not go into jobs where they are sacked every three weeks for ridiculous reasons, so it’s very important for the quality of the game that there is a certain stability. We all know that it’s part of our job as well when things don’t work. But you have as well to be careful that it’s just not based on emotional reactions.”
(Terjemahan: Ada beberapa negara dimana instabilitas dari pelatihnya menjadi semacam penyakit kronis. Setelah itu terjadi, maka anda tidak lagi mempunyai kualitas karena orang-orang berkualitas tidak akan berminat untuk bekerja dalam lingkungan dimana mereka dipecat setiap tiga minggu karena alasan yang tidak masuk akal, karena itu sangat penting untuk kualitas permainan sebuah jaminan akan stabilitas. Kita semua tahu adalah bagian dari pekerjaan saat sesuatu tidak berjalan dengan baik. Tapi anda harus hati-hati juga bahwa segala keputusan tidak didasarkan pada reaksi emosional)
Apa yang dikatakan Wenger tentang sepakbola tanpa stabilitas mungkin adalah yang sedang terjadi di Inggris karena terdapat cukup banyak klub dengan pemilik baru yang menginginkan hasil instan. Namun hal yang sama dapat pula kita saksikan di Indonesia, terutama pada level timnas dimana pergantian manajer terjadi karena alasan emosional dan politis, tanpa pertimbangan matang tentang perubahan jangka panjang yang mungkin dihasilkan oleh sang manajer itu sendiri.
Kembali ke Cardiff City, tingkah laku Vincent Tan ini kini sudah merambah kepada isu politik dan korupsi di Malaysia. Pemerintah Malaysia dituduh membuang-buang uang wajib pajak karena Malaysia merupakan sponsor utama Cardiff saat ini. 7 Juta Poundsterling atau sekitar 139 milyar rupiah yang dikeluarkan pemerintah Malaysia untuk Cardiff tentu saja bukan uang receh, dan kini nama Malaysia pun tertera di bagian depan seragam Cardiff City, sebuah klub yang menurut sudut pandang fans dan pecinta bola di Inggris, telah dibuat “porak-poranda” oleh Vincent Tan.
jika berkenan
Spoiler for Terimakasih kepada sumber:
Tempat wisata di Bali yang belum terlalu terkenal
0
8.5K
Kutip
83
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan