Muslimin.HAvatar border
TS
Muslimin.H
Pekan Kondom = Pintu Masuk Sex Bebas


BERSAMAAN dengan peringatan hari AIDS Sedunia , mulai hari ini, 1 Desember hingga 7 Desember 2013 pemerintah memulai kampanye Pekan Kondom Nasional. Acara ini akan digelar di 12 kota di Indonesia.

Berbeda dengan peringatan Hari AIDS Sedunia atau World AIDS Day Tahun 2012 yang bertema “Lindungi Perempuan dan Anak dari HIV dan AIDS”. Untuk tahun 2013, tema yang diangkat yaitu “Cegah HIV dan AIDS! Lindungi Pekerja, Keluarga dan Bangsa” dengan Sub tema yaitu; Pencegahan HIV & AIDS di Lingkungan Kerja, Meningkatkan kinerja dunia usaha, masyarakat dan pemerintah serta melindungi kesehatan keluarga menuju kesejahteraan bangsa, Perlindungan terhadap hak untuk mendapatkan akses, serta menciptakan lingkungan yang kondusif, bebas stigma dan diskriminasi.

Maraknya perilaku seks bebas, khususnya di kalangan remaja, berbanding lurus dengan infeksi HIV/AIDS. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, pada 2012 ditemukan kasus HIV sebanyak 21.511 orang dan AIDS sebanyak 5.686 orang. Berdasarkan presentase kasus AIDS menurut faktor risiko pada 1987 hingga Desember, secara komulatif, faktor risiko penularan HIV terbanyak pada heteroseksual (58,7 persen); Injecting drug users (IDU) sebanyak 17,5 persen; penularan perinatal 2,7 persen dan homoseksual sebanyak 2,3 persen. Sampai sekarang, AIDS masih menempati peringkat keempat penyebab kematian terbesar di dunia.

Menurut WHO (2009) jumlah penderita HIV/AIDS sebanyak 33,4 juta jiwa di seluruh dunia. Di Indonesia, kasus HIV/AIDS ditemukan pertama kali tahun 1986 di Bali. Kementerian Kesehatan RI memperkirakan, 19 juta orang pada 2010 berada pada risiko terinfeksi HIV. Adapun berdasarkan data Yayasan AIDS Indonesia (YAI), jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh Indonesia per Maret 2009, mencapai 23.632 orang. Dari jumlah itu, sekitar 53 persen terjadi pada kelompok usia 20-29 tahun, disusul dengan kelompok usia 30-39 tahun sekitar 27 persen.

Fakta menarik tentang HIV/AIDS. Di antaranya:

Pertama, HIV tidak pandang bulu. Sejak epidemi HIV dimulai 20 tahun lalu, stereotipe yang beredar di masyarakat tentang penderita HIV yaitu para gay, pemakai narkoba dan para pekerja seks komersial-lah yang mendapat label tersebut. Faktanya, semua orang bisa terkena HIV, dari usia tua, muda, kaya, miskin, wanita, pria, maupun anak- anak dan dari berbagai macam profesi.

Kedua, seks oral tak seaman yang dipikir. Oral seks sering kali dianggap sebagai cara “aman” melakukan hubungan seksual. Faktanya, berdasar penelitian, cairan tubuh yang terinfeksi seperti semen dan sekresi vagina yang mengandung konsentrasi virus HIV tinggi bisa memasuki aliran darah melalui membran mukosa mulut.

Ketiga, jangan cuma khawatir hamil. Banyak remaja percaya, satu-satunya risiko berhubungan seks tanpa proteksi adalah kehamilan. Karena itu dipakailah pil KB, oral seks dan ejakulasi di luar demi mencegah kehamilan. Padahal, banyak hal yang harus dikhawatirkan selain kehamilan yakni adanya penyakit menular seksual (PMS) seperti sifilis, herpes, termasuk HIV yang bisa mengancam kehidupan.

Keempat, belum ada obat untuk si pembunuh. Meski orang dengan HIV/AIDS (ODHA) bisa hidup lebih lama berkat obat antiretroviral, obat ini tidak menyembuhkan. Kalau pun obat-obat ini melindungi dari infeksi opportunistik ini bukanlah “jalan pintas” dari infeksi HIV. Ot ini bahkan menyebabkan efek samping seperti diare, kelelahan berlebihan, kemerahan, mual dan muntah.

Penanggulangan yang Salah Kaprah

Selama ini, penanggulangan HIV/AIDS di dunia maupun di Indonesia secara umum mengadopsi strategi yang digunakan oleh UNAIDS dan WHO. Karena penyakit ini hingga sekarang belum ada obat untuk menyembuhkannya, area pencegahan adalah salah satu prioritas yang harus dilakukan. Di antara program yang masuk dalam area pencegahan pada Strategi Nasional Penanggulangan HIV-AIDS adalah: Kondomisasi ataupun dan Pembagian Jarum Suntik Steril. Upaya penanggulangan HIV/AIDS versi UNAIDS ini telah menjadi kebijakan nasional yang berada di bawah koordinasi KPAN (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional).

Bagi-bagi kondom (kondomisasi) sebagai salah satu butir dari strategi nasional telah ditetapkan sejak tahun 1994 hingga sekarang. Saat ini kampanye penggunaan kondom semakin gencar dilakukan melalui berbagai media, dengan berbagai macam slogan yang mendorong penggunaan kondom untuk ‘safe sex’ (seks yang aman) dengan ‘dual protection’ (melindungi dari kehamilan tak diinginkan sekaligus melindungi dari infeksi menular seksual).

Kampanye kondom juga dilakukan dengan membagi-bagikan kondom secara gratis di tengah-tengah masyarakat seperti mal-mal dan supermarket. Terakhir, demi memperluas cakupan sasaran penggunaan kondom (utamanya para ABG/remaja yang masih segan kalau harus membeli di apotik) , telah lama diluncurkan program ATM (Anjungan Tunai Mandiri) kondom. Cukup dengan memasukkan 3 koin lima ratus perak, maka akan keluar 3 boks kondom dengan 3 rasa. Bagaimana hasilnya? Kenyataan berbicara, kondomisasi ini bukan hanya terbukti gagal mencegah penyebaran HIV/AIDS, namun malah menumbuhsuburkan wabah penyakit HIV/AIDS.

Di AS, kampanye kondomisasi yang dilaksanakan sejak tahun 1982 terbukti menjadi bumerang. Hal ini dikutip oleh Dadang Hawari (2006) dari pernyataan H. Jaffe (1995), dari Pusat Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (USCDC: United State Center of Diseases Control). Evaluasi yang dilakukan pada tahun 1995 amat mengejutkan, karena ternyata kematian akibat penyakit AIDS malah menjadi peringkat no. 1 di AS, bukan lagi penyakit jantung dan kanker.

Prof. Dr. Dadang Hawari (2002) pernah menuliskan hasil rangkuman beberapa pernyataan dari sejumlah pakar tentang kondom sebagai pencegah penyebaran HIV/AIDS antara lain sebagai berikut:

Efektivitas kondom diragukan (Direktur Jenderal WHO Hiroshi Nakajima, 1993).
Virus HIV dapat menembus kondom (Penelitian Carey [1992] dari Division of Pshysical Sciences, Rockville, Maryland, USA).
Penggunaan kondom aman tidaklah benar. Pada kondom (yang terbuat dari bahan latex) terdapat pori-pori dengan diameter 1/60 mikron dalam keadaan tidak meregang; dalam keadaan meregang lebar pori-pori tersebut mencapai 10 kali. Virus HIV sendiri berdiameter 1/250 mikron. Dengan demikian, virus HIV jelas dengan leluasa dapat menembus pori-pori kondom (Laporan dari Konferensi AIDS Asia Pacific di Chiang Mai, Thailand (1995). · Jika para remaja percaya bahwa dengan kondom mereka aman dari HIV/AIDS atau penyakit kelamin lainnya, berarti mereka telah tersesatkan (V Cline [1995], profesor psikologi dan Universitas Utah, Amerika Serikat).

Prof. Dadang Hawari meyakini, dari data-data tersebut di atas jelaslah bahwa kelompok yang menyatakan kondom 100 persen aman merupakan pernyataan yang menyesatkan dan bohong (Republika, 13/12/2002).

Adapun pemberian jarum suntik steril kepada pengguna narkoba jarum suntik agar terhindar dari penularan HIV/AIDS juga merupakan strategi yang sangat tidak jelas. Memberikan jarum suntik meskipun steril, di tengah- tengah jeratan mafia narkoba sama saja menjerumuskan anggota masyarakat kepada penyalahgunaan narkoba. Apalagi para pengguna narkoba ini tetap berisiko terjerumus pada perilaku seks bebas akibat kehilangan kontrol, meskipun mereka telah menggunakan jarum suntik steril.

Seks Bebas

Jika sudah jelas penggunaan kondom tetap mengundang bahaya, lalu mengapa orang masih terus mengkampanyekan kondom? Tidak lain karena di balik kampanye kondom ada semacam pesan tersembunyi: “Bolehlah Anda melakukan hubungan seks bebas dengan siapa saja, asal memakai kondom.” Kira-kira begitulah pesan dari kampanye penggunaan kondom. Akibatnya, kampanye kondom bakal semakin meningkatkan pergaulan seks bebas. Hal ini pernah diungkapkan oleh Mark Schuster dari Rand, sebuah lembaga penelitian nirlaba, dan seorang pediatri di University of California. Berdasarkan penelitian mereka, setelah kampanye kondomisasi, aktivitas seks bebas di kalangan pelajar pria meningkat dari 37% menjadi 50% dan di kalangan pelajar wanita meningkat dari 27% menjadi 32% (USA Today , 14/4/1998).

Maka dengan dalih apapun, pemberantasan HIV/AIDS bukanlah tepat dengan cara bagi-bagi kondom. Karena itu dengan alasan apapun kampanye kondomisasi ini harus dihentikan dan kita harus berganti dengan cara lebih baik dan dengan cara lebih diridhoi.Wallâhu a’lam bi ash-shawâb.*

Oleh: Liana Setiayati, S.S

Spoiler for "Komentar Agan Ini:
0
3.2K
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan