MentawayAvatar border
TS
Mentaway
Simatalu, Kampung Nenek Moyang Orang Mentawai

Tarian tradisional Mentawai "Turuk Lagai"

Nama Simatalu bagi saya bukanlah hal yang asing, baik sekedar mendengar ceritanya maupun mengelilinginya. Perjalanan mengelilingi Simatalu pertama saya lakukan tahun 2006 bersama tim dari Pastoran Sikabaluan. Waktu itu Simatalu belum menjadi kecamatan sendiri, tapi sudah dalam ancang-ancang menjadi kecamatan baru yang kini dikenal sebagai Kecamatan Siberut Barat.

Sedangkan desa yang meliputi kecamatan tersebut di antaranya Sigapokna yang terdiri dari Dusun Lobajau, Pulitcoman, Sigapokna dan Tiniti. Selain itu Desa Simalegi yang meliputi Dusun Simalegi Muara, Tengah, Site'uleu, Sakaladhat, Betaet. Sedangkan Simatalu meliputi Dusun Saikoat, Limu, Bojo, Simalibbeg, Paipajet, Kulumen, Masaba, Limau, dan juga Suruan yang lebih dikenal dengan Tobbilak.

Pada tahun 2006 lalu itu belum banyak perkembangan yang terlihat seperti pembangunan infrastruktur dan fasilitas yang dibangun oleh pemerintah. Namun untuk kali ini saya ke Siberut Barat itu tidak lagi dengan tim pastoran namun numpang gratis di speed boat cateran para pelamar calon pegawai negri sipil yang mengambil formasi ujian di wilayah Kecamatan Siberut Barat.

Ya memang begitulah kondisinya dan tantangan tersendiri yang harus dihadapi bagi kuli tinda yang ada di Mentawai seperti Puailiggoubat. karena sulitnya medan dan akses transportasi dari satu tempat ke tempat lain. Kalau layanan kapal yang disediakan oleh Pemda Mentawai jangan tanya. Untuk melayani kecamatan saja masyarakat sampai umpet umpet karena jadwal kapal yang tidak jelas. Lebih teratur ayam betina bertelur dibandingkan jadwal layanan kapal Pemda Mentawai, padahal kapal-kapal itu dibiayai mahal dengan APBD .

Kuncinya kalau ke Pantai Barat, istilah umum untuk Siberut Barat yaitu harus berpandai pandai. Speed boat untuk cateran memang ada, tapi tariff minimalnya Rp4 juta. Itu perhitungannya kalau kita sama kita, tapi kalau awak samo awak ya lain lagi.

Kunjungan di penghujung tahun lalu memberi sedikit kesan berbeda dari kunjungan tiga tahun sebelumnya. Menapaki pantai yang landai dari Betaet menuju Desa Simatalu melewati dusun dusun pesisir pantai pada pagi hari diwaktu yang cerah memberikan panorama keindahan pantai yang amat cantik dan elok.

Pantai Kuning Gading


Pasir pantainya yang berwarna kuning gading dan penuh bertaburan kucing kucingan batu karang di pesisir pantai memberikan kesan tersendiri. Sepanjang perjalanan itu jejeran pohon kelapa dipinggir pantai dan birunya laut menambah manis dan cantiknya panorama pesisir pantai barat hasil goresan tangan alam.

Kalau di bagian dusun yang ada di pesisir pantai yang terlihat keindahan pantai dan laut, sementara untuk menyusuri perkampungan dalam Simatalu memberikan kesan yang lain pula. Menapaki kampung dalam Simatalu ini seakan berada di ratusan tahun belakangan tepatnya saat berada di masa purba, keheningan perjalanan dengan menyusuri sungai Simatalu yang panjang dan berliku liku dan diwarnai sahutan aneka jenis burung menambah hayalan alam pikir ke dunia lampau.

Satu persatu pondok babi masyarakat yang juga menjadi tempat tinggal karena di sekitarnya juga ada perladangan masing masing keluarga yang ada di pinggiran sungai bvermunculan di setiap kelokan.

Untuk lebih menikmati perjalanan dalam menghayalkan berada di ratusan tahun lalu ketika bersampan dayung dan galah. Riak air dari tendangan pendayung dan galah ikut mewarnai perjalanan. Terlebih ketika melewati Leleubaja sebagai gunung tertinggi di Mentawai yang terletak antara dusun Masaba dan Limau. Tebing curamnya dari arah sungai dan akar akar belukar yang tumbuh membuat bulu kuduk merinding.

Konon katanya salah satu sisi Leleubaja itu dihuni seorang kakek tua yang menjadi penunggu gunung tua tersebut. Kata warga setempat namanya Sikelak kulit. Yang menambah ngeri lagi ketika warga setempat mengatakan pada saya bahwa kalau melewati gunung tersebut tidak boleh terlalu melihat atau menunjuk yang aneh karena akan jatuh sakit. Tapi ketika saya coba waktu lewat dengan menggunakan sampan dan bahkan melakukan pemotretan tidak ada reaksi apa-apa yang terjadi. Sialan juga mereka, mencoba menakut-nakuti.

Yang lebih mantapnya lagi saya rasakan ketika ke Dusun Suruan atau Tobbilak yang terkenal dengan perkampungan primitif. Wah, di sini masyarakatnya yang laki-laki dewasa hingga tua hanya menggunakan kabit dan bertelanjang badan. Sementara ibu-ibu dewasa hingga tua memakai kain warna merah yang dililitkan sebagai rok dan memakai singlet atau pakaian dalam seadanya untuk menutup aurat.

Baik laki-laki maupun perempuan yang tua dan dewasa telah terlukis ti'ti' atau tato mulai dari ujung kaki sampai wajah. Terlebih Sikembukat langgai. Menurut peneliti Antropologi tato yang ada di Simatalu ini merupakan tato tertua di dunia. Jujur saja, melihat pemandangan yang seperti ini membuat saya tidak tahan untuk memainkan kamera. Timbul keraguan pada awalnya, karena jangan-jangan mereka tersinggung dan marah, bisa lain ceritanya.

Terlebih panah yang selalu menemani mereka selalu siap-siap untuk dibidikkan. Namun setelah saya tanya sana sini nggak masalah. Kamera pun saya bidikkan ke mana suka. Hasilnya Redaktur Puailiggoubat waktu itu, Kak Yuafriza Ocha lantas menelepon karena kagum, terkesima, malu, geli dan lainnya berbaur menjadi satu ketika melihat foto-foto yang saya kirim dalam memori card. “Bambang mau buat film pornografi ya,” katanya sambil tertawa. Memang waktu itu sedang hangat hangatnya Rancangan Undang-undang Anti Pornografi.

Berburu dan Meramu


Sikerei Amanggaresik membuat panah beracun

Lelaki Simatalu umumnya berburu dan membuka lading. Sementara kaum perempuan mencari ikan di sungai sungai kecil yang ada disekitar kampung. Jadi tak mengherankan bila media bermain anak-anak pedalaman ini sangat luas yaitu hutan dan sungai. Kegiatan ritual budaya masih kental dan terlaksana seperti biasa, seperti pengangkatan sikerei, pengobatan, menyambut kelahiran anak, perkimpoian dan lainnya.

Melihat itu semua miris rasanya. Kendati Kecamatan Siberut Barat ini khususnya Simatalu merupakan kampong asal orang Mentawai, namun kondisinya masih sangat tradisional, atau belum tersentuh pembangunan.

Salah satu alasannya adalah faktor geografis yang sulit. Tapi lambat laun dengan menjadi satu kecamatan tersendiri yang dipimpin oleh camat yang putra daerah setempat, Simatalu mulai bergerak. Seperti halnya pembangunan jalan lingkar dusun beberapa dusun yang dulunya tak tersentuh pembangunan, sekarang sudah terbangun dengan program P2D Mandiri. seperti Dusun Saikoat, Limu, Bojo dan beberapa dusun lainnya. bahkan mulai dirintis jalan penghubung antara satu dusun ke dusun dan satu desa ke desa.

Menantang

Penduduk Desa Simatalu berjumlah 3.479 jiwa atau 744 kepala keluarga, sementara desa Simalegi 2.123 jiwa atau 484 kepala keluarga, sedangkan Sigapokna 1.984 jiwa atau 426 kepala keluarga. Bila dikemakarkan sekurang-kurangnya bisa menjadi sepuluh desa. Namun kendala geografis menjadi halangan klasik yang membuat ide pemekaran harus disikapi dengan hati-hati.

Yang menjadi salah satu faktor keterlambatan dan keterbelakangan pembangunan adalah gelombang laut yang besar dan tinggi. Untuk kedaerah ini operator speed boat-nya harus punya hitungan pasti dan jelas karena tantangan dan resiko tinggi yang akan dihadapi.

Namun keterbelakangan dan halangan ini sekaligus menjadi nilai tambah tersendiri bagi Simatalu yang membuat orang selalu ingin mendatanginya.***

Sekian inponya gan, buat nambah-nambah pengalaman aja..

emoticon-I Love Indonesia (S)
emoticon-I Love Indonesia (S)emoticon-I Love Indonesia (S)emoticon-I Love Indonesia (S)
Diubah oleh Mentaway 24-12-2013 02:29
0
3K
9
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan