- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Pengaduan Kecurangan Pemilu ke DKPP Meningkat


TS
audifighter
Pengaduan Kecurangan Pemilu ke DKPP Meningkat
Pengaduan Kecurangan Pemilu ke DKPP Meningkat


Quote:
Jawa Timur menjadi provinsi terbanyak kedua yang mengadukan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan umum sepanjang 2013. Jumlah dugaan pelanggaran kode etik yang diadukan mencapai 47 perkara.
Menurut anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Nur Hidayat Sarbini, hasil verifikasi menunjukkan hanya sembilan perkara yang memenuhi syarat. Adapun sisanya dinilai tidak layak untuk diproses. "Setiap kasus yang diadukan ke DKPP, terlebih dulu diverifikasi secara administratif dan material," kata Nur Hidayat saat dihubungi Tempo, Kamis, 19 Desember 2013.
Berdasarkan catatan DKPP per 17 Desember 2013, jumlah pengaduan terbanyak berasal dari Sumatera Utara yakni 64 kasus, disusul Jawa Timur dan Papua 40 kasus, DKI Jakarta 32 kasus, dan Sulawesi Selatan 31 kasus. Tapi hampir separuh kasus yang diadukan tidak memenuhi syarat.
Secara keseluruhan, sejak Januari hingga Desember 2013, ada 577 kasus yang diadukan. Sebanyak 436 perkara atau 76 persen tidak memenuhi syarat dan hanya 141 kasus atau 24 persen yang memenuhi syarat untuk disidangkan.
Jumlah kasus pengaduan pada 2013 itu meningkat dibandingkan 2012 lalu, yang hanya 99 kasus dan 30 di antaranya disidangkan. Jumlah penyelenggara pemilu yang diberhentikan pun meningkat. Pada 2012, hanya 31 orang yang diberhentikan secara tetap dan nihil pemberhentian sementara. Sedangkan pada 2013 ini, ada 13 orang penyelenggara pemilu diberhentikan, sementara 86 orang diberhentikan tetap.
Nur Hidayat menambahkan, tren umum pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu adalah bersikap tidak netral dan berpihak, terutama dalam pemilu kepala daerah. Pelanggaran kode etik bermula dari tahapan penanganan daftar pemilih, diskualifikasi karena persyaratan, dan penyalahgunaan wewenang.
Ada pula dugaan penyuapan serta imparsialitas penetapan bakal atau calon peserta pemilu. Termasuk juga menganaktirikan peserta pemilu yang dipandang DKPP sebagai pelanggaran berat.
Bentuk pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu terbanyak, yaitu 72 kasus, disebabkan ketidakcermatan di jajaran Komisi Pemilihan Umum, disusul dengan 36 kasus tentang profesionalitas dan 22 kasus netralitas dan imparsialitas. Di jajaran Badan Pengawas Pemilu, jumlah kasus yang dilaporkan lebih sedikit atau hanya 46 kasus.
SUMBER
Menurut anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Nur Hidayat Sarbini, hasil verifikasi menunjukkan hanya sembilan perkara yang memenuhi syarat. Adapun sisanya dinilai tidak layak untuk diproses. "Setiap kasus yang diadukan ke DKPP, terlebih dulu diverifikasi secara administratif dan material," kata Nur Hidayat saat dihubungi Tempo, Kamis, 19 Desember 2013.
Berdasarkan catatan DKPP per 17 Desember 2013, jumlah pengaduan terbanyak berasal dari Sumatera Utara yakni 64 kasus, disusul Jawa Timur dan Papua 40 kasus, DKI Jakarta 32 kasus, dan Sulawesi Selatan 31 kasus. Tapi hampir separuh kasus yang diadukan tidak memenuhi syarat.
Secara keseluruhan, sejak Januari hingga Desember 2013, ada 577 kasus yang diadukan. Sebanyak 436 perkara atau 76 persen tidak memenuhi syarat dan hanya 141 kasus atau 24 persen yang memenuhi syarat untuk disidangkan.
Jumlah kasus pengaduan pada 2013 itu meningkat dibandingkan 2012 lalu, yang hanya 99 kasus dan 30 di antaranya disidangkan. Jumlah penyelenggara pemilu yang diberhentikan pun meningkat. Pada 2012, hanya 31 orang yang diberhentikan secara tetap dan nihil pemberhentian sementara. Sedangkan pada 2013 ini, ada 13 orang penyelenggara pemilu diberhentikan, sementara 86 orang diberhentikan tetap.
Nur Hidayat menambahkan, tren umum pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu adalah bersikap tidak netral dan berpihak, terutama dalam pemilu kepala daerah. Pelanggaran kode etik bermula dari tahapan penanganan daftar pemilih, diskualifikasi karena persyaratan, dan penyalahgunaan wewenang.
Ada pula dugaan penyuapan serta imparsialitas penetapan bakal atau calon peserta pemilu. Termasuk juga menganaktirikan peserta pemilu yang dipandang DKPP sebagai pelanggaran berat.
Bentuk pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu terbanyak, yaitu 72 kasus, disebabkan ketidakcermatan di jajaran Komisi Pemilihan Umum, disusul dengan 36 kasus tentang profesionalitas dan 22 kasus netralitas dan imparsialitas. Di jajaran Badan Pengawas Pemilu, jumlah kasus yang dilaporkan lebih sedikit atau hanya 46 kasus.
SUMBER
0
611
Kutip
0
Balasan


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan