- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kisah Cinta Fenomenal Pak Harto Dan Ibu Tien


TS
yobbyqolby
Kisah Cinta Fenomenal Pak Harto Dan Ibu Tien

KISAH Cinta Pak Harto dan Bu Tien telah teruji waktu. Cinta mereka telah melewati tiga zaman, zaman perang kemerdekaan Republik Indonesia, zaman Orde Lama dan Orde Baru. Selama hampir 49 tahun mereka tak terpisahkan, dan akhirnya maut yang bisa memisahkan.
Mereka pertama kali bertemu ketika masih kanak-kanak, kemudian hari saat telah dewasa mereka dipertemukan lagi dalam sebuah perjodohan. Tidak ada yang menyangka seorang Soeharto yang anak seorang petani bisa bersanding dengan Siti Hartinah yang anak bangsawan.
Memang mereka dipersatukan dalam sebuah pernikahan dengan cara dijodohkan. Tetapi mereka berhasil menumbuhkan cinta dan memupuk cinta mereka selama hampir setengah abad. Dengan falsafah cinta mereka yang berlatar belakang budaya Jawa berhasil mempertahankan perkimpoian sampai akhir hayat.
Cinta mereka dikaruniai enam orang anak, tiga perempuan dan tiga laki-laki, yakni Siti Hardijanti Indra Rukmana, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmojo, Siti Hediati Harijadi, Hutomo Mandala Putra, dan yang terakhir Siti Hutami Endang Adiningsih.
Bu Tien adalah istri seorang prajurit yang pernah merasakan masa-masa genting meletusnya Gerakan 30 September 1965. Dimana beliau tampil sebagai pendorong dan pendamping suami yang paling kokoh, memperhatikan langkah-langkah dan tindakan yang akan diambil suaminya dalam mencermati keadaan yang bergerak cepat. Untuk membubarkan organisasi Partai Komunis Indonesia (PKI) lalu Era baru kehidupan berbangsa pun di mulai.
Sebagai suami istri yang sama-sama berasal dari Jawa dan kental pendidikan budaya Jawa, mereka sangat memegang teguh falsafah Jawa dalam menjalani kehidupan keluarga, menganut setia tradisi leluhurnya.
Inilah falsafah cinta Pak Harto dan Bu Tien yang membuat mereka mampu menjaga cinta mereka sampai akhir hayat. Seperti di katakan Pak Harto "Perkimpoian kami tidak di dahului dengan cinta-cintaan seperti yang dialami oleh anak muda di tahun delapan puluhan. Kami berpegang pada pepatah "witing tresna jalaran saka kulina", datangnya cinta karena bergaul dari dekat.
Karena yakin bahwa cinta itu datang karena terbiasa bersama, mereka selalu menyempatkan diri merayakan setiap ulang tahun kelahiran dan ulang tahun pernikahan mereka.
Dalam budaya Jawa Istri disebut estri, yang harus mampu mendorong suami membantu pertimbangan-pertimbangan terutama saat jiwa semangat sedang melemah. Keputusan suami yang dianggapnya baik apalagi untuk kepentingan bangsa dan negara didukung sepenuhnya.
Pak Harto dan Bu Tien selalu berprinsip "aja dumeh" yang artinya jangan mentang-mentang selalu ditanamkan Pak Harto. Beliau pernah berkata, "Saya di rumah di antara istri dan anak-anak merasa sebagai orang biasa, hanya secara kebetulan diberi kepercayaan rakyat untuk memimpin negara ini sebagai presiden, Kebetulan saya dipilih enam kali, lima tahun, lima tahun setelah itu berhenti" ujarnya.
Pak Harto juga selalu mengingatkan keluarga dan anak-anaknya "Kamu jangan selalu menempatkan diri seolah-olah keluarga atau anak Presiden. Jabatan Presiden hanya berlaku lima tahun. Kalau sudah lima tahun, kamu itu hanya anaknya Soeharto dan Ibu Harto, bukan anak Presiden lagi."
Selain itu Pak Harto juga mengingatkan dengan falsafah "mikul dhuwur mendhem jero" yang artinya menjunjung tinggi-tinggi, membenamkan dalam-dalam. Mikul dhuwur arti yang lebih dalam menghormati orang tua dan menjunjung tinggi nama baik orang tua. Mendhem jero yang artinya segala kekurangan orang tua tidak perlu ditonjolkan apalagi ditiru kekurangan itu harus di kubur sedalam-dalamnya.
Pada Senin, 29 April 1996, air mata Pak Harto untuk Bu Tien istri tercinta, dengan kepergian Bu Tien untuk selama-lamanya dengan tiba-tiba sangat memukul dirinya. setelah bersama selama hampir setengah abad lamanya sejak menikah akhir tahun 1947. Pada 9 November 1996, 7 bulan setelah wafatnya istri yang di cintainya Pak Harto tetap menunjukkan cintanya meski maut telah memisahkan mereka berdua. Beliau menyetujui pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Bu Tien.
Sejak lengsernya Pak Harto dari kursi presiden 1998, kesehatan beliau mulai turun sering keluar masuknya rumah sakit. Pada 27 Januari 2008 merupakan tahun tutup usianya, setelah mengalami melemahnya fungsi jantung dan ginjal. Rasa cinta anak-anak, cucu-cucu hingga cicit, mereka melepas kepergian Pak Harto dalam adat Jawa, tradisi melewati bawah peti jenazah sebanyak tiga kali searah jarum jam bermakna sebagai penghormatan terhadap keluarga. Inilah akhir kisah cinta sejati Pak Harto dan Bu Tien yang seharusnya menjadi contoh teladan bagi kita semua. POL
- See more at: http://pelitaonline.com/untold-stori...n#.UrEG9dIW0wY
0
6.6K
6


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan