- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
inilah isi SURAT permohonan YUSRIL KE MK TENTANG UU PILPRES


TS
politikdomba
inilah isi SURAT permohonan YUSRIL KE MK TENTANG UU PILPRES
Pengujian UU 42 Tahun 2008 tentang Pilpres
Beberapa hari yang lalu tepatnya Jum’at (13/12/2013), saya mengajukan Pengujian Undang-Undang (PUU) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Norma UU yang saya uji itu adalah norma yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN, tepatnya pada Pasal 3 ayat (5), Pasal 9, Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112 terhadap norma yang terkandung di dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) tepatnya pada Pasal 4 ayat (1), Pasal 6A ayat (2), Pasal 7C, dan Pasal 22E ayat (1), (2), dan (3).
Beberapa saat setelah saya ajukan, bahkan sampai hari ini, terjadi pemberitaan yang pro dan kontra atas apa yang saya mohonkan untuk diuji oleh MK itu. Saya mencermati semua sikap dan pendapat atas apa yang saya ajukan itu. Untuk memberi nuansa yang utuh atas apa yang saya mohonkan untuk diuji oleh MK itu, berikut saya tuliskan utuh, berkas Permohonan Pengujian atas UU Pilpres itu. Semoga bermanfaat.
Jakarta, 13 Desember 2013
Kepada Yang Mulia
Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jalan Merdeka Barat No 6
Jakarta Pusat
Perihal: Permohonan Pengujian norma Pasal 3 ayat (5), Pasal 9, Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 112 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (LN 2008 No 176, TLN 4924) terhadap Pasal 4 ayat (1), Pasal 6A ayat (2), Pasal 7C, Pasal 22E ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan hormat,
Saya yang bertanda-tangan di bawah ini, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., usia 57 tahun, beragama Islam, pekerjaan dosen, adalah perorangan warganegara Republik Indonesia, beralamat di Jalan Karang Asem Utara No. 32, Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi, Jakarta 12950, selanjutnya disebut sebagai “Pemohon” (Bukti P-1).
Pemohon dengan ini mengajukan permohonan agar sudilah kiranya Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang, yakni menguji norma undang-undang dalam Pasal 3, Pasal 9 Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 112 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (LN 2008 No 176, TLN 4924) selanjutnya disebut “Undang-Undang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden” (Bukti P-2), terhadap norma konstitusi dalam Pasal 4 ayat (1), 6A ayat (2), Pasal 7C dan Pasal 22E ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut “UUD 1945” (Bukti P-3).
Sebelum melangkah untuk sampai kepada Petitum permohonan ini, izinkanlah Pemohon untuk terlebih dahulu secara sistematik menguraikan: (1) Hal-hal yang terkait dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa dan memutus perkara pengujian undang-undang sebagaimana yang dimohonkan dalam permohonan ini; (2) Hal-hal yang terkait dengan kedudukan hukum atau “legal standing” Pemohon yang menerangkan adanya hak-hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945 yang dirugikan dengan berlakunya norma undang-undang yang dimohonkan untuk diuji; (3) Hal-hal yang terkait dengan argumentasi yuridis yang diajukan Pemohon sebagai landasan untuk mengajukan Petitum dalam permohonan ini; dan (4) Kesimpulan, sebagai berikut:
I. MAHKAMAH KONSTITUSI BERWENANG UNTUK MEMERIKSA, MENGADILI DAN MEMUTUS PERMOHONAN INI
1. Bahwa Pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk sudilah kiranya melakukan pengujian norma undang-undang dalam Pasal 3 ayat (4), Pasal 9, Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 112 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (LN 2008 No. 176, TLN 4924) terhadap norma konstitusi dalam Pasal 4 ayat (1), Pasal 6A ayat (2), Pasal 7C, Pasal 22E ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Bahwa ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menegaskan hal yang sama, yakni menyebutkan Mahkamah Konstitusi berwenang untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, antara lain “menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”;
3. Bahwa penegasan serupa sebagaimana telah diuraikan dalam angka 2 di atas, juga dikemukakan oleh Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum yang menyatakan: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk” antara lain “menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Sementara ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan “Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi”;
4. Berdasarkan uraian angka 1 sampai 3 di atas, maka Pemohon berkesimpulan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang untuk mengadili permohonan pengujian undang-undang ini pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.
II. PEMOHON MEMILIKI KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) MENGAJUKAN PERMOHONAN INI
1. Bahwa Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi mengatakan bahwa pemohon pengujian undang-undang adalah “pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang” yang dalam huruf a menyebutkan “perorangan warga negara Indonesia”. Selanjutnya dalam Penjelasan atas Pasal 51 ayat (1) undang-undang a quo, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan hak konstitusional” adalah “hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”;
2. Bahwa Yurisprudensi Tetap Mahkamah Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 jo Putusan Nomor 11/PUU-V/2007 dan putusan-putusan selanjutnya telah memberikan pengertian dan batasan komulatif tentang apa yang dimaksud dengan “kerugian konstitusional” dengan berlakunya suatu norma undang-undang, yaitu: (1) Adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; (2) Bahwa hak konstitusional tersebut dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh suatu undang-undang yang diuji; (3) Kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual, atau setidak-tidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi; (4) Adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji; dan (5) Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi;
3. Bahwa Pemohon oleh partai politik yang Pemohon menjadi anggotanya, yakni Partai Bulan Bintang (Bukti P4), telah diputuskan untuk menjadi calon Presiden Republik Indonesia dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2014 yang akan datang (Bukti P5). Dalam memutuskan pencalonan tersebut, partai telah mempertimbangkan norma Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa “Calon Presiden dan Wakil Presiden harus seorang warganegara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden”. Pemohon telah memenuhi semua persyaratan yang dirumuskan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, dan karena itu secara konstitusional, Pemohon –sebagaimana halnya warganegara yang lain yang memenuhi syarat, mempunyai hak konstitusional untuk dicalonkan sebagai Presiden Republik atau Wakil Presiden Indonesia;
4. Bahwa selanjutnya ketika Pemohon ingin melaksanakan keputusan partai politik yang telah memutuskan untuk mencalonkan Pemohon sebagai calon Presiden tersebut, baik Pemohon maupun partai tersebut akan mengikuti prosedur pencalonan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 6A ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”. Bagi Pemohon, rumusan norma Pasal 6A ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 ini sangat jelas, yakni pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik peserta pemilihan umum. Partai Bulan Bintang adalah partai politik peserta Pemilihan Umum Tahun 2014 dengan Nomor Urut 14 sebagaimana telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan telah diketahui oleh rakyat Indonesia pada umumnya. Dengan demikian, sekarang ini, Partai Bulan Bintang adalah partai politik peserta pemilihan umum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6A ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Sementara pencalonan itu sendiri harus dilakukan “sebelum pelaksanaan pemilihan umum”. Pemilihan Umum yang manakah yang dimaksud oleh Pasal 6A ayat (2) ini? Jawabannya ada dalam Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan “Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali”. Di antara pemilihan umum itu, pemilihan umum manakah yang pesertanya adalah partai politik? Jawabannya ada pada Pasal 22E ayat (3) yang menyatakan “Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik”. Dengan demikian, jelaslah bahwa pengusulan calon Presiden dan Wakil Presiden itu harus dilakukan sebelum pelaksanaan pemilihan umum DPR dan DPRD yang diikuti oleh partai politik sebagai pesertanya;
5. Bahwa hak konstitusional Pemohon sebagaimana dikemukakan dalam angka 4 di atas dan prosedur pencalonannya telah diatur dalam norma Pasal 6A ayat (2) UUD 1945, terhambat pelaksanaannya dengan berlakunya norma Pasal 3 ayat (5), Pasal 9, Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 112 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, yang menyatakan “Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah pelaksanaan pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD”; “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden”; “Masa pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak penetapan secara nasional hasil Pemilu anggota DPR”; dan “Pemungutan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan paling lama 3 (tiga) bulan setelah pengumuman hasil pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota”. Intinya kesemua pasal undang-undang ini mengatur bahwa pencalonan dan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden harus dilakukan sesudah terlaksananya Pemilu DPR, DPD dan DPRD, yang seluruhnya merugikan hak-hak konstitusional Pemohon dan prosedur untuk melaksanakan hak konstitusional tersebut, sebagaimana yang dijamin oleh Pasal 6A ayat (2) dan Pasal 22E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
6. Bahwa berdasarkan argumentasi sebagaimana telah diuraikan dalam angka 1 sampai dengan 5 di atas, maka Pemohon berkesimpulan, Pemohon memiliki kedudukan hukum atau legal standing untuk mengajukan permohonan ini, berdasarkan 5 (lima) alasan, yakni: (1) Pemohon adalah perorangan warga negara Republik Indonesia; (2) Sebagai warganegara, Pemohon mempunyai hak konstitusional yang normanya telah diatur dan diberikan oleh UUD 1945, yakni hak konstitusional untuk dicalonkan sebagai Presiden Republik Indonesia karena memenuhi syarat-syarat yang diatur oleh Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, oleh partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum sebagaimana diatur dalam 6A ayat (3) Undang-Undang UUD 1945. (3) Hak konstitusional Pemohon tersebut, nyata-nyata secara aktual dan spesifik telah dirugikan dengan berlakunya norma Pasal 3 ayat (5), Pasal 9, Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 112 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008, yang memberikan pengaturan yang pada intinya menghalang-halangi hak konstitusional Pemohon untuk maju ke pencalonan Presiden; (4) Kerugian konstitusional tersebut walaupun belum nyata-nyata terjadi berdasarkan hubungan sebab-akibat (causal verband), yakni hak-hak konstitusional Pemohon dirugikan oleh berlakunya norma undang-undang a quo, namun menurut penalaran yang wajar, sebagaimana terjadi dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 yang lalu, potensi untuk terjadinya kerugian konstitusional tersebut kemungkinan besar akan terulang kembali; (5) Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang diharapkan akan mengabulkan petitum permohonan ini, maka kerugian konstitusional Pemohon dimaksud, diharapkan tidak akan terjadi;
Bersambung ke post #2
0
10.3K
44


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan