- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Legitimasi kekuasaan


TS
adeayu12
Legitimasi kekuasaan
Kekuasaan, Otoritas dan Legitimasi
1. Pengertian kekuasaan, otoritas dan legitimasi
Menurut Max Weber, di dalam bukunya Wirtschaft und Gesellschaft (Tubingen, Mohr, 1922): Kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam suatu hubungan sosial, melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan, dan apa pun dasar kemampuan ini. Dalam hal ini Max Weber mengartikan kekuasaan itu adalah sebuah kemampuan untuk membuat orang lain mau menerima dan melakukan apa yang menjadi kemauan kita walau mungkin hal tersebut tidak disetujui, bahkan ditentang. Sedangkan menurut Bertrand Russe, (terjemahan Hasaan Basari,Kekuasaan : sebuah analisis sosial baru,1988) mengatakan bahwa : Kekuasaan dapat didefenisikan sebagai hasil pengaruh yang diinginkan. Sehingga kesimpulan kekuasaan itu sebagai suatu konsep kuantitatif. Setiap bentuk kekuasaan itu akan ada yang lebih mendominasi, walau mungkin tak dapat dikatakan bahwa salah satu dari yang berkompetisi lebih berkuasa, namun secara kasar atau penglihatan dasar, akan ada salah satu memiliki kekuasaan yang lebih banyak. Untuk pengertian kekuasaan ada pengertian yang memandang kekuasaan itu dari segi positif, Talcott Parsons (Oktober 1957) mengatakan bahwa: Kekuasaan adalah kemampuan untuk menjamin terlaksananya kewajiban-kewajiban yang mengikat, oleh kesatuan-kesatuan dalam suatu sistem organisasi kolektif. Kewajiban adalah sah jika menyangkut tujuan-tujuan kolektif. Jika ada perlawanan, maka pemaksaan melalui sanksi-sanksi negatif dianggap wajar, terlepas dari siapa yang melaksanakan pemaksaan itu. Dalam hal ini, Talcott melihat bahwa kekuasaan itu pendukung untuk mencapai tujuan bersama atau kolektif, sehingga untuk mencapai tujuan itu butuh suatu kekuasaan untuk mengatur hingga terlaksananya kewajiban-kewajiban yang mengikat, apabila ada yang tidak mengikuti ataupun melanggar akan mendapat sanksi. Dan dalam pelaksanaan sanksi tentunya ada pihak yang berwenang atau memiliki otoritas. Selanjutnya pengertian dari Authority atau otoritas/wewenang. Menurut Robert Bierstedt dalam karangannya An Analysis of Social Power mengatakan bahwa wewenang (authority) adalah institutionalized power (kekuasaan yang dilembagakan).[1] Kekuasaan yang hadir dan telah ada tentunya membutuhkan sebuah faktor pendukung lain dalam pelaksanaannya, dan tentunya juga butuh sebuah pengaturan yang terstruktur sehingga tidak amburadul dan tidak jelas mana yang memiliki hak berkuasa dan mana yang tidak. Hampir sama dengan yang apa disampaikan oleh Robert Bierstedt, Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan dalam buku Power and Society mengatakan bahwa wewenang itu adalah kekuasaan yang formal. Formalnya sebuah kekuasaan membuat kekuasaan memiliki wewenang dan hak untuk mengeluarkan perintah dan membuat peraturan serta memiliki otoritas untuk memberikan sanksi bila aturan atau perintah tersebut dilanggar dan tidak dilaksanakan. Namun, walau telah ada kekuasaan dan telah dilembagakan atau sah, masih ada faktor lain untuk dapat dengan efektif dan mengurangi pemaksaan dan kekrasan dalam pelaksanaannya. Sebuah kekuasaan tentunya harus memiliki pengakuan atau keabsahan. Keabsahan adalah keyakinan anggota-anggota masyarakat bahwa wewenang yang ada pada seseorang, kelompok, atu penguasa adalah wajar dan patut dihormati.[2]
[1] Dikutip dari Budiarjo, Miriam,Prof. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Robert Bierstadt, “An Analysis of Social Power,” American Sociological Review, volume 15 (December 1950) [2] Budiarjo, Miriam, Prof. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik.
Kekuasaan yang telah memiliki wewenang dan telah memiliki keabsahan atau pengakuan dari anggota-anggota masyarakat, akan banyak membantu dalam kestabilan pemerintahan dan juga memberikan arti keberhasilan dalam memimpin. Tidak ada yang memberontak, tidak ada protes yang ekstrim, sehingga dalam pelaksanaannya kekuasaan bisa lebih tenang dan tidak perlu untuk melakukan pemaksaan dan kekerasan untuk membuat anggota masyarakat untuk patuh dan taat pada perintah dan aturan yang berlaku.
2. Hubungan antara Kekuasaan, wewenang dan legitimasi
Kekuasaan yang telah memiliki wewenang yang kemudian diakui atau terlegitimasi, maka aka nada sebuah siklus hubungan yang saling mempengaruhi. Kekuasaan hanyalah sebuah bentuk kekuatan atau pengaruh yang tertanam pada setiap anggota, namun tidak terstruktur atau resmi maka kekuasaan itu hanya sebuah bentuk yang semu dan tanpa disadari akan hilang dengan sendirinya kekuasaan itu dan juga tidak bisa mendorong ataupun memberikan hak untuk mengeluarkan perintah, membuat peraturan dan memberikan sanksi pada yang tidak patuh atau yang salah. Dan sebuah wewenang itu menjadi kunci untuk bisa memberikan perintah, dan hak lain sebagai pennguasa. Ketika kekuasaan telah memiliki wewenang, akan ada sebuah tantangan untuk bisa membuat anggota untuk patuh dan mengikuti perintah dan aturan yang dibuat penguasa, maka harus ada sebuah keterkaitan antara penguasa dan anggota masyarkat untuk membuat sebuah Negara menjadi tenang dan tanpa kekerasan dalam pelaksanaan kekuasaannya. Dibutuhkan sebuah pengakuan atau keabsahan dari kekuasaan yang berwewenang, hal tersebut untuk menghindari kekerasan dan juga pemaksaan pada anggota masyarakat untuk mengikuti aturan dan perintah dari penguasa.
3. Peranan Kekuasaan dalam Kemajuan Negara
Kemajuan sebuah Negara sangat dipengaruhi oleh kualitas warga negaranya dan juga kualitas pemimpinnya, setiap Negara memiliki sumber daya yang berbeda-beda baik dari segi kualitasa atupun kuantitas. Kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa haruslah memberikan dampak yang positif dan mensejahterakan anggota masyarakatnya. Jadi, kekuasaan atau penguasa memiliki peranan dalam kemajuan sebuah Negara dalam bentuk kebijakan-kebijakan. Kebijakan yang dikeluarkan sudah semestinya harus mensejahterkan anggota masyarakat.
1. Pengertian kekuasaan, otoritas dan legitimasi
Menurut Max Weber, di dalam bukunya Wirtschaft und Gesellschaft (Tubingen, Mohr, 1922): Kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam suatu hubungan sosial, melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan, dan apa pun dasar kemampuan ini. Dalam hal ini Max Weber mengartikan kekuasaan itu adalah sebuah kemampuan untuk membuat orang lain mau menerima dan melakukan apa yang menjadi kemauan kita walau mungkin hal tersebut tidak disetujui, bahkan ditentang. Sedangkan menurut Bertrand Russe, (terjemahan Hasaan Basari,Kekuasaan : sebuah analisis sosial baru,1988) mengatakan bahwa : Kekuasaan dapat didefenisikan sebagai hasil pengaruh yang diinginkan. Sehingga kesimpulan kekuasaan itu sebagai suatu konsep kuantitatif. Setiap bentuk kekuasaan itu akan ada yang lebih mendominasi, walau mungkin tak dapat dikatakan bahwa salah satu dari yang berkompetisi lebih berkuasa, namun secara kasar atau penglihatan dasar, akan ada salah satu memiliki kekuasaan yang lebih banyak. Untuk pengertian kekuasaan ada pengertian yang memandang kekuasaan itu dari segi positif, Talcott Parsons (Oktober 1957) mengatakan bahwa: Kekuasaan adalah kemampuan untuk menjamin terlaksananya kewajiban-kewajiban yang mengikat, oleh kesatuan-kesatuan dalam suatu sistem organisasi kolektif. Kewajiban adalah sah jika menyangkut tujuan-tujuan kolektif. Jika ada perlawanan, maka pemaksaan melalui sanksi-sanksi negatif dianggap wajar, terlepas dari siapa yang melaksanakan pemaksaan itu. Dalam hal ini, Talcott melihat bahwa kekuasaan itu pendukung untuk mencapai tujuan bersama atau kolektif, sehingga untuk mencapai tujuan itu butuh suatu kekuasaan untuk mengatur hingga terlaksananya kewajiban-kewajiban yang mengikat, apabila ada yang tidak mengikuti ataupun melanggar akan mendapat sanksi. Dan dalam pelaksanaan sanksi tentunya ada pihak yang berwenang atau memiliki otoritas. Selanjutnya pengertian dari Authority atau otoritas/wewenang. Menurut Robert Bierstedt dalam karangannya An Analysis of Social Power mengatakan bahwa wewenang (authority) adalah institutionalized power (kekuasaan yang dilembagakan).[1] Kekuasaan yang hadir dan telah ada tentunya membutuhkan sebuah faktor pendukung lain dalam pelaksanaannya, dan tentunya juga butuh sebuah pengaturan yang terstruktur sehingga tidak amburadul dan tidak jelas mana yang memiliki hak berkuasa dan mana yang tidak. Hampir sama dengan yang apa disampaikan oleh Robert Bierstedt, Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan dalam buku Power and Society mengatakan bahwa wewenang itu adalah kekuasaan yang formal. Formalnya sebuah kekuasaan membuat kekuasaan memiliki wewenang dan hak untuk mengeluarkan perintah dan membuat peraturan serta memiliki otoritas untuk memberikan sanksi bila aturan atau perintah tersebut dilanggar dan tidak dilaksanakan. Namun, walau telah ada kekuasaan dan telah dilembagakan atau sah, masih ada faktor lain untuk dapat dengan efektif dan mengurangi pemaksaan dan kekrasan dalam pelaksanaannya. Sebuah kekuasaan tentunya harus memiliki pengakuan atau keabsahan. Keabsahan adalah keyakinan anggota-anggota masyarakat bahwa wewenang yang ada pada seseorang, kelompok, atu penguasa adalah wajar dan patut dihormati.[2]
[1] Dikutip dari Budiarjo, Miriam,Prof. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Robert Bierstadt, “An Analysis of Social Power,” American Sociological Review, volume 15 (December 1950) [2] Budiarjo, Miriam, Prof. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik.
Kekuasaan yang telah memiliki wewenang dan telah memiliki keabsahan atau pengakuan dari anggota-anggota masyarakat, akan banyak membantu dalam kestabilan pemerintahan dan juga memberikan arti keberhasilan dalam memimpin. Tidak ada yang memberontak, tidak ada protes yang ekstrim, sehingga dalam pelaksanaannya kekuasaan bisa lebih tenang dan tidak perlu untuk melakukan pemaksaan dan kekerasan untuk membuat anggota masyarakat untuk patuh dan taat pada perintah dan aturan yang berlaku.
2. Hubungan antara Kekuasaan, wewenang dan legitimasi
Kekuasaan yang telah memiliki wewenang yang kemudian diakui atau terlegitimasi, maka aka nada sebuah siklus hubungan yang saling mempengaruhi. Kekuasaan hanyalah sebuah bentuk kekuatan atau pengaruh yang tertanam pada setiap anggota, namun tidak terstruktur atau resmi maka kekuasaan itu hanya sebuah bentuk yang semu dan tanpa disadari akan hilang dengan sendirinya kekuasaan itu dan juga tidak bisa mendorong ataupun memberikan hak untuk mengeluarkan perintah, membuat peraturan dan memberikan sanksi pada yang tidak patuh atau yang salah. Dan sebuah wewenang itu menjadi kunci untuk bisa memberikan perintah, dan hak lain sebagai pennguasa. Ketika kekuasaan telah memiliki wewenang, akan ada sebuah tantangan untuk bisa membuat anggota untuk patuh dan mengikuti perintah dan aturan yang dibuat penguasa, maka harus ada sebuah keterkaitan antara penguasa dan anggota masyarkat untuk membuat sebuah Negara menjadi tenang dan tanpa kekerasan dalam pelaksanaan kekuasaannya. Dibutuhkan sebuah pengakuan atau keabsahan dari kekuasaan yang berwewenang, hal tersebut untuk menghindari kekerasan dan juga pemaksaan pada anggota masyarakat untuk mengikuti aturan dan perintah dari penguasa.
3. Peranan Kekuasaan dalam Kemajuan Negara
Kemajuan sebuah Negara sangat dipengaruhi oleh kualitas warga negaranya dan juga kualitas pemimpinnya, setiap Negara memiliki sumber daya yang berbeda-beda baik dari segi kualitasa atupun kuantitas. Kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa haruslah memberikan dampak yang positif dan mensejahterakan anggota masyarakatnya. Jadi, kekuasaan atau penguasa memiliki peranan dalam kemajuan sebuah Negara dalam bentuk kebijakan-kebijakan. Kebijakan yang dikeluarkan sudah semestinya harus mensejahterkan anggota masyarakat.
0
1.7K
3


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan