Kasus pemerkosaan Sitok Srengenge terhadap RW (22), mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (UI), hingga hamil tujuh bulan menambah daftar panjang kasus pelecehan seksual yang menjamur di lingkungan pendidikan.

Seks bebas di dunia pendidikan, baik pelajar sekolah menengah maupun perguruan tinggi saat ini sering muncul. Bahkan sebuah riset menunjukkan bahwa para pelajar mulai bersentuhan dengan seks sejak masih sekolah menengah pertama (SMP).

"Dilihat dari survei mulai pelajar SMP baru-baru ini, 97 persen anak-anak SMP sudah menonton ponografi, 67 persen mengaku sudah pernah berciuman," kata psikolog Novita Tandry kepada Okezone di Jakarta, Sabtu (14/12/2013).

Menurut Novi, harus ada upaya keras dari beberapa pihak untuk menekan terjadinya seks bebas di kalangan pelajar. Pihak keluarga, pendidik, dan pemerintah menurutnya harus bersinergi memberikan pendidikan atau pengetahuan terkait seks di kalangan remaja.

"Pasti berangkatnya dari usia dini, enggak mungkin anak SMA, anak kuliah, tiba-tiba begitu (melakukan seks bebas). Kita harus bergandengan tangan supaya anak-anak sejak kecil harus dibentuk karakternya," ujarnya.

Kurangnya perhatian dari orang tua, sambung Novi, menjadi faktor terbesar dari munculnya keberanian seorang anak melakukan seks. Maka diperlukan langkah tegas dari ketiga pihak di atas untuk meminimalisasi perilaku seks di kalangan remaja.

"Di usia 12-13 tahun mereka merasa sudah besar, mereka merasa dewasa dan melakukan sesukanya, ditambah tidak ada kontrol, pengawasan, dan norma budaya agama tidak masuk baik secara dini. Ini PR-nya," paparnya.

Kasus Sitok Srengenge bisa dibilang sangat unik. RW mengaku telah dirudapaksa oleh Sitok hingga perempuan itu kini hamil tujuh bulan. RW pun melaporkan kejadian tersebut ke Polda Metro Jaya. Namun, RW menolak untuk dinikahi oleh Sitok.


SUMBER