gatwknapaAvatar border
TS
gatwknapa
[Surat Terbuka] Soekarno Indonesia Merdeka The Movie


Ane sebagai orang bengkulu miris bgt liat pilem ini, di pilem itu karakter ibu fatmawati yang notabene asli bengkulu saat berbicara logatnya terlihat jelas seperti orang sumatra barat (padang), mas hanung seorang sutradara harusnya tidak memutarbalikkan sejarah, kasian generasi muda kalo seperti ini
Kisah cinta mereka pun dilalui di Bengkulu sewaktu beliau dalam pengasingan

Spoiler for Rumah Pengasingan Bung Karno di Bengkulu:


Spoiler for Rumah Ibu Fatmawati di Bengkulu:


Spoiler for Guntur, satu satunya putra ibu fatmawati dan BK yang lahir di Bengkulu:

Berikut kutipan tentang Ibu Fatmawati (Asal Usul) :

Masa Kecil Fatmawati

Fatmawati lahir pada hari Senin, 5 Pebruari 1923 Pukul 12.00 Siang di Kota Bengkulu, sebagai putri tunggal keluarga H. Hassan Din dan Siti Chadidjah. Masa kecil Fatmawati penuh tantangan dan kesulitan, akibat sistem kolonialisme yang dijalankan oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Ayahandanya, Hassan Din semula adalah pegawai perusahaan Belanda, Bersomij di Bengkulu. Tetapi karena tidak mau meninggalkan kegiatannya sebagai anggota Muhammadiyah, ia kemudian keluar dari perusahaan itu. Setelah itu, Hassan Din sering berganti usaha dan berpindah ke sejumlah kota di kawasan Sumatera Bagian Selatan.

Tidak banyak diketahui orang bahwa sebenarnya Fatmawati merupakan keturunan dari Kerajaan Indrapura Mukomuko. Sang ayah Hassan Din adalah keturunan ke-6 dari Kerajaan Putri Bunga Melur. Putri Bunga Melur bila diartikan adalah putri yang cantik, sederhana, bijaksana. Tak heran bila Fatmawati mempunyai sifat bijaksana dan mengayomi.

Kisah Cinta Bung Karno dan Fatmawati

Jalinan cinta antara Bung Karno dan Fatmawti pada awalnya membutuhkan perjuangan yang sangat berat. Demi memperoleh Fatmawati yang begitu dicintainya Bung Karno dengan perasaan yang sangat berat terpaksa harus merelakan kepergian Bu Inggit, sosok wanita yang begitu tegar dan tulusnya mendampingi Bung Karno dalam perjuangan mencapai Indonesia Merdeka. Pahit getir sebagai orang buangan (tahanan Belanda) sering dilalui Bung Karno bersama Bu Inggit. Namun sejarah berkata lain. Perjalanan waktu berkehendak lain, kehadiran Fatmawati diantara Bung Karno dan Bu Inggit telah merubah segalanya.

Pada awal kedatangan Bung Karno di Bengkulu, masyarakat ingin tahu siapa orang diasingkan Belanda di Bengkulu dan ingin mengenal lebih dekat dengan Bung Karno. Karena keakraban dalam bergaul dengan masyarakat sekitarnya, Bung Karno mendapat dua orang pembantu yaitu Mu’in berasal dari Sunda dan Fadil berasal dari daerah Lebong.
Selama pengasinganya di Bengkulu Bung Karno sering kali berkeliling kota untuk mengenal lebih dekat keadaan Bengkulu. Sehingga Bung Karno mulai dikenal banyak orang. Dalam berbagai pertemuan Bung Karno dan Inggit sering di undang oleh lembaga-lembaga keagamaan seperti Muhammadiyah. Bahkan Bung Karno pernah mengajar di lembaga pendidikan Muhammadiyah, yang mengajarkan untuk mencintai tanah air. Bung Karno juga sering berkunjung ke beberapa masjid sehingga ia pernah merancang pembangunan sebuah masjid yang terletak di tengah kota Bengkulu, bernama Masjid Jamik, pembangunan masjid ini adalah swadaya masyarakat. Hingga sekarang masjid Jamik menjadi kebanggaan bagi masyarakat Bengkulu dan menjadi salah satu tujuan wisata sejarah yang dikunjungi oleh wisatawan di kota Bengkulu.
Pada saat Bung Karno menepati rumah ini, selalu dijaga petugas kepolisian Belanda. Siapapun tamu beliau terlebih dahulu harus melapor dan minta izin kepada petugas penjagaan. Ruang gerak Bung Karno selalu dibatasi. Meskipun demikian , Bung Karno Masih lolos untuk berkomunikasi dengan tokoh-tokoh politik lainya, seperti Husni Thamrin, Hamka dan Kyai Haji Mansyur.
Seperti halnya di daerah lain, di Bengkulu Bung Karno juga mendirikan kelompok sandiwara. Gagasan Bung Karno untuk mendirikan sandiwara ini disambut baik oleh teman-teman dekatnya. Perkumpulan sandiwara yang dibentuk Bung Karno itu bernama “Tonsel Kalimutu”, semua pemainya adalah laki-laki. Tempat latihan sndiwara ini di lakukan di rumah kediaman Bung Karno di Anggut. Selain itu latihan sandiwara juga diadakan di sekolah Muhammadiyah. Lakon-lakon yang dipentaskan adalah sebagai berikut:
1. Dr. Pengiblis Syaitan.
2. Kisah cinta istri seorang Komandan Pertugis di Endeh
3. Lowis Pareire Kumi Toro, yang menceritakan si Putri Cantik Rendo. Putri tersebut berambut keemasan yang panjangnya sampai tujuh meter
4. Rainbow
5. dan Cut-cut Bee.
Naskah-naskah yang dipentaskan diciptakan oleh Bung Karno sendiri, begitu juga yang melatih. Latihan dan pementasan tersebut digunakan oleh Bung Karno sebagai jambatan untuk berkomunikasi dengan para pemuda dan kawan-kawanya. Jalinan komunikasi tersebut merupakan senjata yang ampuh untuk meneruskan perjuanganya melawan penjajahan Belanda.
Dengan adanya kegiatan sandiwara di rumah Bung Karno, maka masyarakat banyak berkunjung, baik untuk latihan maupun sekedar untuk melihat-lihat. Salah seorang yang berkunjung ke rumah Bung Karno pada tahun 1938 adalah Hasanddin. Hasanddin adalah seorang pedagang sayur di kota Curup dan juga menjadi pemimpin Muhammadiyah di Curup. Hasauddin ingin bersilahturrahmi dengan Bung Karno. Sebelum keberangkatanya ke Bengkulu, Hasanddin menulis surat terlebih dahulu. Dalam surat ia menyatakan ingin bertemu dengan Bung Karno.
Pada hari yang ditentukan Hasanddin sekeluarga berangkat ke Bengkulu dan menginap di rumah keluarganya. Baru keesokan harinya mereka menuju rumah Bung Karno. Keberangkatan Hasanddin disertai Istri (Siti Chadijah) dan anaknya yang bernama Fatmawati. Dengan menaiki Delman (dokar) mereka tiba di rumah Bung Karno. Pembicaraan antara Bung Karno dengan Hasanddin masalah perjuangan dan pergerakan. Setelah pembicaraan selesai giliran Fatma yang ditanya oleh Bung Karno, “Fatma, kamu sekolah dimana ?” Fatmapun menjelaskan bahwa ia tidak sekolah, hanya aktif dalam perkumpulan Nasyatul Aisyah di Curup. Bung Karno kembali bertanya, “Apakah fatma bersedia masuk sekolah RK Vakschool bersama Ratna Juami ?”. Bung Karno juga mengatakan ia kan menjamin semua yang penting Fatma mau sekolah.
Semenjak itu Fatma tinggal di Bengkulu, sedangkan Hasanddin bersama keluarga kembali ke Curup. Hari berganti begitupun bulan dan tahun, akhirnya Fatma dapat menyelesaikan sekolahnya di Bengkulu. Sementara teman-teman dekat Bung Karno sering berkunjung untuk membicarakan segala sesuatunya, Diantara teman-teman Bung Karno yang sering berkunjung dan mendatangi rumah di Anggut Atas adalah disamping Hasanddin, ada Abdul Manaf, Bachtiar karim dan Abdullah.
Pada bulan Juli 1942, barulah terlaksana pernikahan Bung Karno dengan Fatmawati. Dalam pernikahan tersebut Bung Karno diwakili oleh Mr. Sarjono dan Fatmawati diwakili oleh Basaruddin (kakek Fatmawati). Setelah pernikahan terlaksana Fatmawati harus menunggu beberapa bulan untuk berangkat ke Jakarta. Fatmawati harus menyusul Bung Karno ke Jakarta yang telah meninggalkan rumah di Anggut Atas. Pada Tanggal 1 Juni 1943, barulah Fatmawati berangkat ke Jakarta untuk dipertemukan dengan Bung Karno.
Perjalanan sepasang merpati penuh cinta ini, akhirnya dikaruniai lima orang putra-putri: Guntur, Mega, Rachma, Sukma, dan Guruh. Belum genap mereka mengarungi bahtera rumah tangga, Sukarno tak kuasa menahan gejolak cintanya kepada wanita lain bernama Hartini. Inilah salah satu pangkal sebab terjadinya perpisahan yang dramatis antara Sukarno dan Fatmawati.

Proklamasi 17 Agustus 1945

Hari Jumat di bulan Ramadhan, pukul 05.00 pagi, fajar 17 Agustus 1945 memancar di ufuk timur kala, embun pagi masih menggelantung di tepian daun, para pemimpin bangsa dan para tokoh pemuda keluar dari rumah Laksamana Maeda, dengan diliputi kebanggaan setelah merumuskan teks Proklamasi hingga dinihari. Mereka, telah sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia hari itu di rumah Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, pada pukul 10.00 pagi.

Tepat pukul 10.00, dengan suara mantap dan jelas, Soekarno membacakan teks proklamasi, pekik Merdeka pun berkumandang dimana-mana dan akhirnya mampu mengabarkan Kemerdekaan Indonesia ke seluruh dunia.

Kalau ada yang bertanya, apa peran perempuan menjelang detik-detik proklamasi kemerdekaan? Tentu kita akan teringat dengan sosok Fatmawati, istri Bung Karno. Dialah yang menjahit bendera Sang Saka Merah Putih. Setelah itu, ada seorang pemudi Trimurti yang membawa nampan dan menyerahkan bendera pusaka kepada Latief Hendraningrat dan Soehoed untuk dikibarkan. Dan, semua hadirin mengumandangkan lagu Indonesia Raya di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Pada hari itu, Ibu Fatmawati ikut dalam upacara tersebut dan menjadi pelaku sejarah Kemerdekaan Indonesia.

Ibu Negara Pertama

Salah satu butir keputusan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam sidangnya tanggal 19 Agustus 1945 adalah memilih Bung Karno dan Moh. Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia. Pada tanggal 4 Januari 1946 pusat pemerintahan Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta karena keadaan Jakarta dirasakan makin tidak aman, menyusul hadirnya tentara NICA yang membonceng kedatangan tentara sekutu.

Di kota gudeg itu, Ibu Fatmawati mendapatkan banyak simpati, karena sikapnya yang ramah dan mudah bergaul dengan berbagai lapisan masyarakat. Sebagai seorang Ibu Negara, Ibu Fatmawati kerap mendampingi Bung Karno dalam kunjungan ke berbagai wilayah Republik Indonesia untuk membangkitkan semangat perlawanan rakyat terhadap Belanda dan mengikuti kunjungan Presiden Soekarno ke berbagai Negara sahabat.

Peran serta wanita dalam pembangunan telah ditunjukkan Ibu Fatmawati, beliau sering melakukan kegiatan social, seperti aktif melakukan pemberantasan buta huruf, mendorong kegiatan kaum perempuan, baik dalam pendidikan maupun ekonomi.

Penghargaan dan Mengenang Ibu Fatmawati

Rumah Sakit Fatmawati pada mulanya bernama Rumah Sakit Ibu Soekarno, terletak di Kelurahan Cilandak Barat, Kecamatan Cilandak, Wilayah Jakarta Selatan, Didirikan pada tahun 1954 oleh Ibu Fatmawati Soekarno.

Semula direncanakan untuk dijadikan sebuah Sanatorium Penyakit Paru-paru bagi anak-anak. Pada tanggal 15 April 1961 penyelenggaraan dan pembiayaan rumah sakit diserahkan kepada Departemen Kesehatan sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi RS Fatmawati. Dalam perjalanan RS Fatmawati, tahun 1984 ditetapkan sebagai Pusat Rujukan Jakarta Selatan dan tahun 1994 ditetapkan sebagai RSU Kelas B Pendidikan.

Di Kota Bengkulu, sebagai kota kelahiran Ibu Fatmawati, Pemerintah Daerah beserta seluruh elemen memberikan apresiasi terhadap Ibu Fatmawati. Sebagai bentuk penghargaan dan sekaligus untuk mengenang Ibu Fatmawati, maka pada tanggal 14 Nopember 2001, Bandar Udara Padang Kemiling diubah menjadi Bandar Udara Fatmawati. Perubahan nama Bandar udara ini diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri.

Perjuangan Ibu Fatmawati selama masa sebelum kemerdekaan dan sesudah kemerdekaan diakui oleh Pemerintah Pusat, melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 118/TK/2000 tanggal 4 Nopember 2000 oleh Presiden Abdurrahman Wahid, maka Pemerintah Republik Indonesia memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Ibu Fatmawati.
----------------------------------------------------------------------------------------------------

Kepada para pembuat film, tolonglah kalo Bengkulu itu juga mempunyai peran penting dalam sejarah,ibu negara RI pertama ditetapkan pun adalah putri asli bengkulu, bahkan emas di Monas pun adalah sumbangan emas dari Bengkulu, tapi kenapa nama Bengkulu seolah-olah tidak pernah adaemoticon-Cape d... (S)
dan satu lagi, orang Bengkulu ya orang Bengkulu, orang Padang ya orang Padang jangan disamakan loh yah logat bahasanyaemoticon-Cape d... (S)
tapi yang pasti kita ini satu, sama sama Putra dan Putri Bangsa Indonesia
emoticon-I Love Indonesia (S)emoticon-I Love Kaskus (S)
0
7.2K
67
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan