ariiayudhaAvatar border
TS
ariiayudha
"KUPAS FAKTA" -> Antara Tragedi Bintaro II dan SIM <-
Masih segar dalam ingatan kita kejadian tabrakan 2 rangkaian kereta api di daerah Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan pada tanggal 19 Oktober 1987 pada pukul 06.45 WIB lalu yang memakan banyak korban tewas. Kejadian tersebut merupakan kecelakaan terburuk dalam sejarah perkeretaapian di Indonesia. Korban tewas saat itu mencapai 156 orang dan 300 orang luka-luka.

Siang kemarin (tanggal 9 Desember 2013) di lokasi yang berdekatan kembali terjadi kecelakaan kereta api di mana KRL Jabodetabek 1131 jurusan Serpong-Tanah Abang ditabrak oleh truk tangki pengangkut 24 ribu liter premium milik Pertamina karena truk menerobos perlintasan sebidang Pondok Betung, Jakarta Selatan. Kecelakan tersebut yang pasti sudah merengut nyawa Masinis dan Asisten Masinis KRL 1131 tersebut. Belum terhitung beberapa nantinya korban meninggal dan luka-luka lainnya.

Kecelakan ini merupakan bukti kecerobohan pengendara kendaraan bermotor selama ini. Berdasarkan UU No. 23 tahun 2007 Pasal 124 yang menyatakan: "Pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api". Jadi tidak ada cerita bahwa kereta api menabrak kendaraan bermotor, yang ada kendaraan menabrak kereta api.

Kecelakaan ini juga merupakan bukti bahwa Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah, tidak peduli terhadap ketersedian infrastruktur perkeretaapian yang aman bagi publik. Sudah menjadi kewajiban Pemerintah untuk menghilangkan perlintasan sebidang dengan membangun fly over (FO) atau Underpass (UP) di setiap perlintasan sebidang. Cara ini lebih murah daripada harus membuat rel elevated (layang).

Banyaknya perlintasan sebidang, baik resmi maupun liar, sudah terbukti mengancam nyawa manusia. Saat ini secara nasional (Sumatra dan Jawa) jumlah perlintasan sebidang tidak kurang dari 5.200-an dan hanya sekitar 20 persennya yang dijaga secara memadai, sisanya liar dan tidak dijaga.

Pada kasus Tragedi Bintaro II, perlintasannya terjaga dan saat kejadian tanda kereta akan melintas sudah berbunyi dan menyala, pintu satu sisi sudah tertutup dan sisi lain sedang diopersiapkan untuk ditutup, namun truk BBM tersebut menerobos masuk sehingga terjadilah tabrakan dahsyat.

Patut diduga pengemudi truk BBM milik Pertamina tersebut memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM)-nya tidak melalui ujian tertulis dan praktek yang benar sesuai aturan yang berlaku. Kalau tidak diperoleh secara kolektif, pasti membeli SIM tersebut dari oknum Kepolisian. Sehingga sopir tersebut patut diduga tidak paham rambu-rambu lalu lintas sama seperti hampir 80 persen pemegang SIM Nasional. Persoalan Mendasar Berlalulintas

Persoalan mendasar adalah buruknya cara berkendaraan orang Indonesia di jalan raya yang disebabkan oleh banyak hal, seperti mudahnya mendapatkan SIM. Mengapa kebanyakan pengemudi/pengendara di Indonesia tidak taat pada rambu dan aturan berlalulintas yang baik dan benar? Sebab SIM bisa diperoleh dengan mudah tanpa harus diuji tetapi cukup melalui metoda kolektif dan atau nyogok oknum penerbit SIM. Hanya dengan Rp 560 ribu SIM A mudah didapat.

Kedua, dampak dari persoalan SIM tersebut menyebabkan buruknya disiplin pengendara kendaraan bermotor di Indonesia. Ketidaksabaran untuk antre, mau menang sendiri atau tingginya egoisme jalanan atau bangga kalau berhasil melanggar rambu namun tidak ditilang karena aparat penegak hukumnya koruptif.

Ketiga, mudahnya para orang tua mengizinkan anak-anaknya yang belum cukup umur dan belum mempunyai SIM mengendarai kendaraan bermotor hanya karena gengsi menambah jumlah korban kecelakan lalu lintas. Secara tidak sadar mereka meregang nyawa anak-anaknya. Ingat kasus anak seorang musisi yang masih di bawah umur mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi dan membunuh beberapa nyawa?
Ini contoh buruk yang terus berkembang di masyarakat.

Selanjutnya adanya lempar tanggungjawab di antara aparat Pemerintah, Pusat dan Daerah, membuat persoalan sterilisasi perlintasan KA dan perlintasan sebidang menjadi seolah-olah tanggungjwab PT Kereta Api Indonesia (KAI). Padahal berdasarkan UU, ini sepenuhnya tugas Pemerintah (Kementrian Perhubungan) dan Pemerintah Daerah setempat.

Persoalan-persoalan sosial tersebut menjadi penyebab terjadinya Tragedi Bintaro II Senin kemarin. Andaikan pengemudi truk BBM Pertamina paham rambu, pasti truk sudah berhenti ketika terdengar tanda KA akan lewat. Di negara beradab, pengemudi kendaraan harus menginjak rem (lampu rem harus menyala) dan menoleh kiri kanan ketika akan melewati perlintasan sebidang, meskipun tidak terdengar tanda akan ada KA. Jika melanggar, hukumnya berat.
Untuk pembelajaran bangsa ini, sebaiknya korban dan keluarganya secara bersama-sama mengajukan tuntutan hukum (perdata) pada Pemerintah (Daerah) dan pemilik truk tangki. Pemerintah Daerah telah membiarkan perlintasan sebidang tidak steril serta menyebabkan terjadinya kecelakaan fatal.

Sedangkan truk tangki melanggar aturan lalu lintas dan menyebabkan korban meninggal dan luka-luka.
Kemudian PT KAI Sebagai pemilik dan pengelola KA Commuter Line yang tidak saja harus menanggung kerusakan prasarana dan sarana akibat kecelakaan tersebut tetapi juga kehilangan 3 orang karyawan terbaiknya, juga harus meminta tanggung jawab pemilik truk tangki BBM tersebut.

Khusus untuk Pemprov DKI, DPRD DKI harus menegur keras Gubernur karena sesuai dengan APBD 2013, Pemprov DKI Jakarta tahun ini harus membangun sekitar 12 FO/UP. Namun sampai hari ini belum satupun FO/UP yang dibangun oleh Pemprov DKI Jakarta. Gubernur harus bisa memberikan penjelasan ke publik mengapa 12 FO/UP belum satupun dibangun. Apa penyebabnya selain janji Pemerintah Pusat akan membangun elevated rel untuk KRL Jabodetabek?

Pemerintah Pusat juga harus segera membuat aturan perundang-undangan sebagai turunan UU No. 23 tahun 2003 tentang KA, supaya semua Pemerintah Daerah yang masih mempunyai perlintasan sebidang wajib memasang CCTV. Sehingga aparat Kepolisian bisa menindak pelangarnya dengan hukuman super berat. Pelanggar harus di hukum berat, misalnya cabut SIM-nya dan tidak boleh mengikuti ujian SIM selama 5 tahun serta denda sebesar Rp 5 juta dsb. Berani?

Dengan dilaksanakan beberapa hal-hal di atas, diharapkan keselamatan publik pengguna kereta api meningkat. Semoga KA tetap menjadi transportasi umum yang dapat dihandalkan dan aman. Innalillahi wa innaillaihi rojiun. Semoga arwah para korban Tragedi Bintaro II diterima disisi-Nya. Amin.



[URL="http://news.detik..com/read/2013/12/10/104055/2437349/103/antara-tragedi-bintaro-ii-dan-sim?9922022"]simak gan)[/URL]

emoticon-No Sara Please emoticon-Blue Guy Cendol (L)
Diubah oleh ariiayudha 10-12-2013 04:12
0
2.2K
12
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan