Dencis89Avatar border
TS
Dencis89
Otobus yang tinggal kenangan...(AKDP sumbar)
PADANG –– Berdesak-desakan, hawa panas serta bau asap rokok yang mengganggu kenyamanan, begitulah suasana yang sering dijumpai ketika jadi penumpang bus untuk bepergian ke suatu tempat.

Bahkan, bus dengan kapasitas tempat duduk mulai dari 28 hingga ukuran jumbo, pernah menjadi transportasi utama masyarakat yang ingin bepergian dari suatu kota ke kota lainnya dengan jarak tempuh cukup jauh. Begitupun dengan ongkosnya, cukup mengeluar­kan ongkos yang tidak begitu mahal.

Untuk Anda yang lahir pada tahun 60an hingga 70an tentu masih sangat hafal merk-merk dinding bus antar kota dalam provinsi di daerah ini yang pernah malang melintang bertahun-tahun di jalanan Sumbar.

Untuk trayek Padang-Bukit­tinggi pernah jaya nama PO Triarga dan Cemerlang. Tapi keduanya kemudian sudah tinggal kenangan saja. Untung Elly Kasim, penyanyi Minang itu mengabadikan nama kedua bus itu dalam bait lagu. Rute gemuk ini juga diperebutkan oleh ‘dua raksasa’ ketika itu ANS dan NPM. ANS berbasis di Padang, sedang NPM berbasis di Padang Panjang.



Di rute Payakumbuh-Padang ada nama Bintang Kejora, Bunga Setangkai, TES, Sinamar, Soember, Pozla, dan Bahagia. Kini tinggal Sinamar dan Bahagia yang masih menjalani trayek mereka.

Dari Batusangkar terdengar pula klakson Gumarang, APD, APB dan Minang Jaya. Gumarang lebih banyak mengambil rute Antarkota Antarprovinsi. Sedang yang lain sudah lama tenggelam. Hanya ada dalam kenangan betapa petikan klakson yang khas dengan dendang lagu Minang menghiba-hiba di pendakian Kelok Sikumbang (kawa­san antara Padang Panjang dan Simabur)

Yang tak kalah terkenal, Harmo­nis dan Harmoni, dua ‘pendekar’ yang berani turun naik kelok 44 untuk rute Lubuk Basung – Bukit­tinggi. Rute dari Lubuk Basung ke Padang dilayani oleh Dagang Pesisir. Sementara dari Pariaman PO Kawan dan Alisma berkejaran berebut penumpang dengan rekan-rekannya dari Lubuk Basung menuju Padang.

Dari Sawahlunto dan Sijunjung nama ADS, HZN dan Dasrat per­nah­ amat jaya. Sama ayanya dengan PO Terang dan Ubani yang mengambil trayek Solok – Padang.

Trayek yang agak lama bertahan adalah Painan – Padang yang dilayani Guntur Super, Habeco, Erlindo dan beberapa yang lain.

Tapi masa keemasan angkutan darat itu kini sudah sirna. “Ada dua hal yang membuatnya demi­kian. Pertama kecenderungan penumpang yang makin banyak berkenderaan pribadi, kedua peng­gu­naan bus besar ternyata melelah­kan orang menunggu, ketiga mis­mana­jemen dan keempat per­saingan dengan angkutan jemput antar atau travel,” kata Angga Vircansa Chairul, generasi ketiga keluarga Babak yang meneruskan perusahaan keluarga NPM ini.

Kini NPM bersama ANS masih setia menjalani trayek mereka walau jumlah armada tidak seba­nyak dulu lagi. ANS beralih ke kendaraan 3/4 sedang NPM lebih berkonsentrasi pada rute antar­provinsi dan angkutan pariwisata.

Dimasa jayanya, NPM memili­ki armada sampai lebih 100 unit dan ratusan karyawan tetap. Tapi kini usaha yang dirintis keluarga Babak sejak tahun 50an hanya memiliki 53 unit bus besar, 2 unit medium dengan 30 orang kayawan serta ratusan pengemudi.

Angga mengakui bahwa marak­nya travel, moda transportasi bus besar tersingikir. Boleh dikatakan saat ini hanya beberapa otobus saja yang menjalani route AKDP (antar kota dalam propinsi). Saingannya adalah jenis microbus.

Angga Vircansa Khairul, menye­butkan, makin ditinggalkannya bus besar untuk AKDP karena gam­pangnya mendapatkan motor dan mobil pribadi, serta kebijakan pemerintah yg tidak prokepada angkutan massal.

Meski demikian sejak tahun 2011 NPM tetap melakukan pe­rema­jaan unit baru sebanyak 13 bus besar dan 2 unit medium, sasarannya adalah memberikan kenyaman kepada penumpang. “Alhamdulillah trayek Padang-Jakarta-Bandung kini masih tetap lumayan. Dan yang juga laris adalah moda angkutan wisata Vircansa, kata Angga kepada Haluan pekan ini.

Dari Padang Panjang, selain NPM, dulu ada beberapa perusa­haan otobus yang cukup jaya, seperti APD dan PO Manila. Keduanya disamping menjalani trayek AKAP juga melayani trayek AKDP. seperti Batusangkar-Padang, Bukittinggi dan Solok.

PO Manila kepunyaan H Katik As, sudah lama tidak beroperasi lagi, sementara APD milik almar­hum Leman Kayo boleh dibilang “hidup hidup mati”. Kini beberapa armada APD mulai tampil kembali menjalani trayek AKAP. Itupun jumlahnya masih dalam hitungan jari saja.

Hal yang sama juga diakui oleh para pengusaha angkutan antarkota di Payakumbuh. Umumnya mereka mengaku sangat berat bersaing dengan travel dan microbus yang marak semenjak beberapa tahun terakhir ini.

“Matinya operasi bus berka­pasitas 28 penumpang ini, cendrung disebabkan hadirnya bus-bus dengan ukuran lebih kecil. Sehingga penumpang lebih dominan memilih bus kecil yang lebih aman dan nyaman dari bus-bus ukuran besar. Dengan begitu, secara perlahan bus besar ini ketinggalan pe­numpang dan tidak beroperasi lagi,” ujar Eviyunaldi pemilik bus PO Bahagia di Kabupaten Lima­puluh Kota.

Menurut putra Kubang ini, bus ukuran sedang ini mulai diting­galkan penumpang semenjak tahun 2008 dan benar-benar tidak ber­operasi lagi hingga tahun 2011 kemaren. “Bus kecil lebih nyaman, aman dari pencopet dan cepat sampai tujuan. Hal itu berbanding terbalik dengan bus ukuran besar. Hingga tahun 2011, bus PO Bahagia dengan ukuran besar tak satupun yang beroperasi lagi,” ujar pemilik pengusaha perjalanan yang telah beroperasi semenjak tahun 50an.

Ia menceritakan, usaha yang digelutinya sebagai biro perjalan antarkota dalam provinsi itu, dahulunya memiliki lebih dari 30 unit bus dengan kapasitas 28 penumpang. Tetapi, memasuki tahun 2009, satu persatu bus miliknya mulai tidak beroperasi. Hal itu dikarena sepinya penum­pang yang mau menaiki bus ukuran sedang tersebut dan akhirnya perusahaannya itu terus merugi tiap kali bus beroperasi.

Sepinya penumpang ini, ungkap­nya, juga disebabkan banyaknya berdiri kampus-kampus di Kota Payakumbuh ataupun di Kabupaten Limapuluh Kota, sehingga pelajar di Luak Limopuluah yang menjadi target utama penumpang bus ini, lebih cendrung berkuliah daerah sendiri.

“Berdirinya perguruan tinggi di Payakumbuh juga mempengaruhi hilangnya penumpang bus kita, yang umumnya adalah mahasiswa yang melanjutkan pendidikannya di Padang. Tetapi, semenjak adanya perguruan tinggi ini, putra-putri kita ini, lebih memilih berkuliah di daerah sendiri, sehingga penumpang kita jadi sepi,” ujarnya.

Begitupun dengan penumpang umum, ujarnya, penumpang umum seperti guru ataupun masyarakat lebih memilih mini bus . Dari situ, satu-persatu bus PO Bahagia ini dijual dan diganti dengan mini bus. “ Dari 30 bus ukuran sedang yang ada , kini hanya tersisa 3 unit dan itupun tidak beroperasi lagi. Bus yang pernah berjaya hingga tahun 2010 lalu, digantikan dengan minibus,” ungkap Eviyunaldi yang lebih akrab disapa Ujeng itu.

Hal senada juga dirasakan perusahaan bus PO Sinamar yang berkantor pusat di nagari Tobek Panjang, kecamatan Payakumbuh. Dari 16 unit bus ukuran sedang yang dimiliki PO Sinamar, tak satupun yang kini beroperasi. Bus trayek Payakumbuh-Padang, Paya­kumbuh-Pekanbaru itu, telah digantikan dengan bus yang lebih kecil dengan kapasitas 15 penum­pang atau sering disebut minibus. “Salah satu penyebab tidak berfung­sinya bus ini, juga disebabkan adanya praktek pungutan liar dijalan. Sehingga, setiap kali trayek, selalu merugi,” ujar Azizman Dt. Majo Kayo pemilik bus PO Sina­mar. ***


emoticon-Turut Berduka

Link : Sumbernya
anasabilaAvatar border
4iinchAvatar border
4iinch dan anasabila memberi reputasi
2
15.8K
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan