- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Menjadi Orang Tua Tidak Selalu Harus Bertingkah Lebih Tua


TS
Dhanara
Menjadi Orang Tua Tidak Selalu Harus Bertingkah Lebih Tua

Yap, artikel ini bisa dikatakan sebagai pengalaman saya sendiri. Daripada saya memendam pengalaman tersebut, mungkin lebih bijak jika saya share pada orang lain.
Seperti yang kita tahu, kalau merawat anak itu gampang-gampang susah. Gampang kalau dia mau nurut sama omongan kita, dan susahnya ketika dia mulai gak mau nurutin apa kata kita. Well, itu yang saya alami ketika saya merawat anak saya yang baru berusia 6 bulan. Sebut saja dia Aby, yang memang itu adalah nama anak saya.
Ketika Aby memasuki usia 4 bulan, saya mulai memberikan dia makan, berupa pisang yang dikerok. Yeah, makanan yang sangat sederhana. Ketika awal-awal makan, Aby sangat antusias. Begitu melihat sendok terbang dan hendak mendarat di mulutnya, dia semangat sekali. Begitu pisang di sendok berpindah ke mulutnya, seketika wajah Aby berubah. Dahinya mengernyit, mulutnya tampak mengecap pisang, ekspresinya berubah seolah dia berpikir "Hiy, makanan apa ini? Mana lembek pula.."
Detik berikutnya, dia menelan pisang yang telah dia kunyah. Dan...
"Oeeekkk... oeeekkk...," dia menangis. Reflek, saya bingung bukan kepalang. Apa yang salah dengan saya, hingga Aby menangis? Apa jangan-jangan pisang ini masih sepet ya? Dengan perasaan bingung, saya cicipi pisang itu. Rasanya manis. Tidak sepet sama sekali.
Kebingungan saya tidak berhenti sampai di situ. Karena saya jauh dari orang tua, saya pun menelepon ibu saya. Beliau berkata 'kalau itu wajar, mungkin Aby masih adaptasi dengan pisang itu, ya kamu bayangin aja, biasanya kamu cuma minum susu, terus kamu makan untuk pertama kali, pasti aneh kan?'. Terakhir, ibu saya berpesan, jangan menyerah begitu saja. Lanjutkan!
Besoknya saya pun mencoba lagi untuk menyuapi Aby. Menunya pun sama: Pisang Dikerok. Kali ini saya sudah siap mental kalau Aby menangis lagi. Bermodal kan bacaan Basmalah, saya pun mulai menyuapi Aby lagi.
Sendok pun mendarat di mulut Aby. Seperti biasa, dia mengecap perlahan-lahan. Lalu menelan.
Dan... Kali ini tidak menangis. Wow, hebat! Berhasil! Hari ke-dua sukses jaya. Begitu juga hari ke-tiga dan seterusnya.
Selesai kasus kali ini? Ow, tentu tidak. Satu kasus selesai, muncul kasus lainnya. Ibarat pepatah, gugur satu tumbuh seribu.
Sekitar 2 minggu kemudian, Aby terlihat tidak antusias begitu waktunya makan tiba. Wajahnya cemberut. Mulutnya dimonyong-monyongin. Heran, kenapa lagi nih anak? Waktu aku coba menyuapin dia, eh dia malah nyemburin makanannya. Sebal! Dan semakin sebal ketika pisang yang dia semburkan itu mengena tepat di muka saya. Sial!
Saya berpikir, memutar otak. Ada apa lagi dengan anak ini? Mungkin sebaiknya menelepon ibu lagi. tapi kali ini pulsa ponsel saya sekarat. Hanya ada bonus sms yang tersisa. Well, sms saja kalau begitu. Saya sms pada ibu saya panjang lebar, hingga habis berlembar-lembar sms. Tapi jawaban Ibu saya hanya begini "Bayangkan saja Aby itu kamu, apa yang kamu rasakan kalau 2 minggu berturut-turut kamu cuma makan pisang?"
Trringgg!!! SMS yang sangat brilian! Jawabannya adalah: bosan. Ya itu dia, Aby bosan dengan menu pisang terus menerus. Akhirnya menu pun saya ganti dengan Puree Pepaya. Aby pun bersemangat lagi untuk makan.
Hehehe... Itu sekilas pengalaman saya. Mungkin sepele sih, tapi jika diambil intinya bisa bermanfaat. Intinya sih, merawat dan mengasuh anak itu tak perlu harus pintar dan pengalaman. Tapi pintar-pintarlah memposisikan kamu sebagai anak itu sendiri.
ITU! (Sambil nunjukin jari ke depan seperti Mario Teguh di MTGW)
Original postnya gans
Tulisan yang lain dimari gans...
Diubah oleh Dhanara 06-12-2013 11:18
0
1.1K
9


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan