- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
cerita saat hujan di senja
TS
hujandisenja
cerita saat hujan di senja
Assalamualaikum gan,
Misi Gan mau nyoba posting cerita cerita pendek yang ane buat, udah lama sih ada di blog sama di laptop sekarang ane kumpulin jadi satu. monggo di baca gan semoga terhibur.
TERBANG
BLUES NIGHT (PART 1)
DUKA DIAN
RINDU
RANJANG ( Ia dan Dia)
Aubrey (Part 1)
KARTU POS DARI REYKJAVIK
kalau ada yang mau main main ke blog ane silahkan mampir gan
Blog Ane
Tumblr ane
Twitter ane
Misi Gan mau nyoba posting cerita cerita pendek yang ane buat, udah lama sih ada di blog sama di laptop sekarang ane kumpulin jadi satu. monggo di baca gan semoga terhibur.
Spoiler for AULD LANG SYNE (part 1):
Hallo,
Apa kabar?
Ah, tanpa aku harus bertanya pun aku tau kabarmu. Langitmu sedang cerah, tuhan tumpahkan banyak warna biru di semesta kecilmu. Maaf, aku tiba-tiba datang. Aku tau kau pasti tak akan suka ketika langit cerahmu harus tertutupi mendung. Tapi aku kangen. Sudah 3 tahun, kita tidak pernah menggelar dialog. Terakhir yang aku ingat: kita berdua duduk berpelukan di bangku taman, saat itu mendung. Angin pun menikmati perannya sebagai hairstylish dadakan yang seenaknya merubah tatanan rambut kita. dan air danau yang berwarna hijau dipenuhi guguran daun maple yang menua coklat. Dingin. Lalu kau bilang:
[ Jangan pergi…]
Kalau saja aku bisa, aku tak akan pergi. Kalau saja detik jarum jam bisa memutar dirinya sendiri melawan arah jarum jam. Tapi kau tau kan, kita sudah keluar masuk pasar barang antik demi mencari jam pasir langka yang katanya bisa mengulang waktu, tapi tidak pernah kita temukan. Yang tersisa antara kita dari pertemuan sore itu adalah air asin yang merembes bocor keluar dari lubang kecil di ujung mata. Aku tau sore itu kamu sudah berusaha sekuat tenaga menambal kebocoran pada kedua matamu, tapi usahamu sia-sia. Aku mengerti ketidak mengertianmu. Aku yang memutuskan pergi. Bukan, bukan salahmu.
Sejak itu kita tidak pernah duduk bersama lagi, untuk sekedar mengupas, memotong, mengunyah dengan campuran ludah sampai kemudian menelan bulat-bulat sebuah percakapan. Sejak saat itu juga kau berhenti menggoreskan pena di selembar kertas, terakhir kau gunakan jarimu sebagai pena nya dan darahmu sebagai tinta.
Tidak ada lagi sapaan selamat pagi yang rajin kamu kirimkan saat matahari mencium hangat ubun-ubun kepala. Tidak ada lagi berlembarlembar puisi dadakan yang kamu buat dalam perjalanan pulang dari kantormu menuju kantorku. Tidak ada lagi cerita dan tawa. Yang ada hanya helaan nafas panjang lelah dan sisasisa air mata yang mengering.
Ya, sepertinya lama sudah kita beradaptasi dalam kesunyian yang diciptakan keadaan. Terperangkap dalam kotak waktu yang memaksa bergerak maju. Seperti yang kau bilang sulit mengerti banyak hal.
Hari ini aku sengaja datang, tapi aku tidak mau mengagetkanmu. Cukup melihatmu dari jauh. Kau tahu? Hari ini aku melihatmu, melangkahkan kaki menuju altar gereja. Semua sahabatmu yang juga kukenal baik, sedang berkumpul. Ada ayah, ibumu dan adik perempuanmu.
Disampingmu siapa? Dia cantik. Ah iya, dia pasti mempelai wanitamu. Dia beruntung. Kalian punya banyak kesamaan. Tidak seperti kita dulu, yang mencoba berdiri tegar diatas perbedaan tanpa menyadari bahwa perbedaan itulah yang telah melukai kita. Sudah berapa banyak omong kosong yang mengatakan “beda itu indah” tapi nyatanya pahit, tidak semanis gulali yang kerap kita beli dari pasar malam di kampung dekat rumahku.
Yang kita tau beda itu menyakitkan dan sulit dimengerti…
Lalu aku mendengar sebait doa sebelum misa pernikahan dimulai. Doa yang terbisikan dari hatimu yang disampaikan angin. Dengan menghadap tuhanmu yang tersalib di altar gereja, kamu telungkupkan kepalamu dan mulai berdoa
Tuhan..aku rindu dia, sampaikan salamku padanya tuhan, aku sangat kangen.. jaga dia untukku tuhan,semoga dia damai disisiMu. atas nama Bapa, Roh kudus dan Bunda Maria, amin.
Suara Adzan menggema, Pintu langit terbuka, malaikat sudah menjemputku untuk kembali pulang, waktu kunjungku telah habis.
Auld lang syne, Harun…
Apa kabar?
Ah, tanpa aku harus bertanya pun aku tau kabarmu. Langitmu sedang cerah, tuhan tumpahkan banyak warna biru di semesta kecilmu. Maaf, aku tiba-tiba datang. Aku tau kau pasti tak akan suka ketika langit cerahmu harus tertutupi mendung. Tapi aku kangen. Sudah 3 tahun, kita tidak pernah menggelar dialog. Terakhir yang aku ingat: kita berdua duduk berpelukan di bangku taman, saat itu mendung. Angin pun menikmati perannya sebagai hairstylish dadakan yang seenaknya merubah tatanan rambut kita. dan air danau yang berwarna hijau dipenuhi guguran daun maple yang menua coklat. Dingin. Lalu kau bilang:
[ Jangan pergi…]
Kalau saja aku bisa, aku tak akan pergi. Kalau saja detik jarum jam bisa memutar dirinya sendiri melawan arah jarum jam. Tapi kau tau kan, kita sudah keluar masuk pasar barang antik demi mencari jam pasir langka yang katanya bisa mengulang waktu, tapi tidak pernah kita temukan. Yang tersisa antara kita dari pertemuan sore itu adalah air asin yang merembes bocor keluar dari lubang kecil di ujung mata. Aku tau sore itu kamu sudah berusaha sekuat tenaga menambal kebocoran pada kedua matamu, tapi usahamu sia-sia. Aku mengerti ketidak mengertianmu. Aku yang memutuskan pergi. Bukan, bukan salahmu.
Sejak itu kita tidak pernah duduk bersama lagi, untuk sekedar mengupas, memotong, mengunyah dengan campuran ludah sampai kemudian menelan bulat-bulat sebuah percakapan. Sejak saat itu juga kau berhenti menggoreskan pena di selembar kertas, terakhir kau gunakan jarimu sebagai pena nya dan darahmu sebagai tinta.
Tidak ada lagi sapaan selamat pagi yang rajin kamu kirimkan saat matahari mencium hangat ubun-ubun kepala. Tidak ada lagi berlembarlembar puisi dadakan yang kamu buat dalam perjalanan pulang dari kantormu menuju kantorku. Tidak ada lagi cerita dan tawa. Yang ada hanya helaan nafas panjang lelah dan sisasisa air mata yang mengering.
Ya, sepertinya lama sudah kita beradaptasi dalam kesunyian yang diciptakan keadaan. Terperangkap dalam kotak waktu yang memaksa bergerak maju. Seperti yang kau bilang sulit mengerti banyak hal.
Hari ini aku sengaja datang, tapi aku tidak mau mengagetkanmu. Cukup melihatmu dari jauh. Kau tahu? Hari ini aku melihatmu, melangkahkan kaki menuju altar gereja. Semua sahabatmu yang juga kukenal baik, sedang berkumpul. Ada ayah, ibumu dan adik perempuanmu.
Disampingmu siapa? Dia cantik. Ah iya, dia pasti mempelai wanitamu. Dia beruntung. Kalian punya banyak kesamaan. Tidak seperti kita dulu, yang mencoba berdiri tegar diatas perbedaan tanpa menyadari bahwa perbedaan itulah yang telah melukai kita. Sudah berapa banyak omong kosong yang mengatakan “beda itu indah” tapi nyatanya pahit, tidak semanis gulali yang kerap kita beli dari pasar malam di kampung dekat rumahku.
Yang kita tau beda itu menyakitkan dan sulit dimengerti…
Lalu aku mendengar sebait doa sebelum misa pernikahan dimulai. Doa yang terbisikan dari hatimu yang disampaikan angin. Dengan menghadap tuhanmu yang tersalib di altar gereja, kamu telungkupkan kepalamu dan mulai berdoa
Tuhan..aku rindu dia, sampaikan salamku padanya tuhan, aku sangat kangen.. jaga dia untukku tuhan,semoga dia damai disisiMu. atas nama Bapa, Roh kudus dan Bunda Maria, amin.
Suara Adzan menggema, Pintu langit terbuka, malaikat sudah menjemputku untuk kembali pulang, waktu kunjungku telah habis.
Auld lang syne, Harun…
Spoiler for AULD LANG SYNE (part 2):
Semburat langit perlahan menjadi gradasi abu lalu jingga. Lampu-lampu jalan masih terpancar menyiram kuning jalan yang basah. Ada jejak yang mengeras, membekas di setiap inci aspal hitam yang kulewati, mereka bercerita tiap detiknya. Aku menatap lekat kilasan-kilasan di balik kaca jendela , sudah lama aku menyukai gradasi warna di langit pagi yang hampir sama dengan langit senja dan terlalu lama aku tidak bangun sepagi ini untuk menikmatinya.
Jingga... Warna pagi yang tersaji dalam layar kaca mobilku mengingatkan pada dirimu. Aku sudah hampir lupa dengan kamu. Paling tidak aku berusaha untuk melupakan kamu. sudah 3 tahun belakangan ini kita tidak bertemu. jangankan bertemu, untuk mendengar suaramu melalui jaringan selular pun takkan pernah kucoba, taukah seberapa besar aku membencimu? sangat besar, hingga tuhan pun bingung bagaimana caranya mempertemukan kita dalan pertemuan tak terencana. tuhan linglung hingga alpa membuat kau dan aku untuk sekali saja bertemu memperbaiki sesuatu yang telah remuk dan hancur.
jujur aku kecewa dan marah, kau pergi dengan tiba-tiba. tidak ada nota kecil yang kau tinggalkan untukku seperti biasa yang kau lakukan ketika kau meninggalkan ku yang tertidur telanjang dikamar.
Dan ya, aku rindu catatan kecil yang sering kau buat untukku yang kau meletakannya disembarang tempat yang menyebabkanku penasaran untuk mencarinya. setiap catatan kecilmu kusimpan rapi dalam kotak berwarna coklat di dalam lemariku, mungkin sudah ada ratusan catatan di selembar kertas kecil darimu. dan hampir 3 tahun ini pun aku tak pernah membukanya, membuka kotak itu sama saja kubunuh diri.
Tapi pagi itu tidak ada satu catatan pun untukku, entah apa yang ada dipikiranmu, mungkin kau lupa atau ah entahlah. kali ini tidak ada tanda ataupun catatan dari mu untuk pergi sebelumnya.dan itu membuatku hancur. aku telah mencari dan mencari. Aku lelah dan menyerah, aku menyibukkan diri menumbuk diriku dengan kenyamanan dalam bentuk rutinitas yang sedari mula kupikir itu membosankan., kemudian memutuskan untuk melupakanmu.
sekarang disaat aku pikir aku telah melupakanmu bahkan merasa bahwa aku telah berhasil menghapusmu dari kehidupanku dan memulai hidupku dengan perempuan bermata coklat justru kau muncul dengan tiba tiba di depan gerbang kayu rumahku. Maaf aku tidak membukakan pintu, aku malah membiarkanmu diluar bersama hujan: aku sengaja. Tapi kehadiranmu tidak berhenti di situ saja. di dalam doaku pun tiba-tiba tuhan menjentikkan jari menggambar bayanganmu dalam pikiranku. bahkan di dalam kotak akuarium pun aku melihatmu berenang bersama Banjo, ikan mas kokiku. entah bagaimana caranya kau bisa ada di dasar mangkuk mie rebusku dan tersenyum, aku benci keadaan dimana kau terus membayangiku.
Langit semakin memudar. Gradasi abu jingga berubah menjadi biru dengan serat awan yang menggantung. biru muda, warna kesukaanmu. ah sial! lagi-lagi itu mengingatkan ku padamu. Ternyata aku masih hafal betul lekuk tubuhmu dan kesukaanmu.
dan karena itulah aku harus menemuimu..
jujur aku benci berada di tempat ini, ini membuatku sakit. ya, sakit karena kehilanganmu. aku masih belum rela bahkan tak pernah rela. Aku melangkah keluar mobil, sesekali membetulkan letak kacamata hitamku. Ada hawa dingin sehabis hujan tadi subuh yang masih menyelimuti dan wangi tanah yang bersenggama dengan hujan. langkahku terhenti, aku menarik nafas dalam-dalam untuk melepaskan dadaku dari hantaman rasa kehilangan yang mengakar. Sekarang aku disini. di depanmu. tepat dihadapanmu. Maaf, aku bohong ketika semalam aku berteriak aku tidak merindukanmu. Aku merindukanmu. Ada efek emosionil yang tidak dapat lagi tertangkap kelopak mata. Aku kangen. kubawakan kau sebuket bunga mawar putih kesukaanmu, di depan nisanmu aku membuat pola salib pada keninga, dada kiri dan dada kananku lalu berdoa semoga Tuhanmu menjagamu. Terlalu banyak perbedaan dahulu yang memaksa kita untuk bertahan dalam ketiadaan, mereka bilang Tuhan itu satu tapi mengapa kita berbeda?
untuk perempuanku tersayang, tetaplah menulis tentang kehidupanmu bersama tuhan...
leburkanlah ceritamu bersama hujan, agar aku tetap dapat membacamu dan mengerti keadaanmu
kelopak kamboja terbang berserakan dan jatuh di tempat pembaringanmu yang hangat dan malaikat malaikat kecil yang berlarian ke langit menyampaikan doa ku ke pintu surga, tempatmu bersembunyi sekarang.
sayang, tidurlah dalam damai, dalam lantunan doa: aku merindukanmu. terima kasih semalam kau mengunjungiku dan memelukku dalam tidurku, aku maish merindukanmu dan akan tetap merindukanmu.
Jingga... Warna pagi yang tersaji dalam layar kaca mobilku mengingatkan pada dirimu. Aku sudah hampir lupa dengan kamu. Paling tidak aku berusaha untuk melupakan kamu. sudah 3 tahun belakangan ini kita tidak bertemu. jangankan bertemu, untuk mendengar suaramu melalui jaringan selular pun takkan pernah kucoba, taukah seberapa besar aku membencimu? sangat besar, hingga tuhan pun bingung bagaimana caranya mempertemukan kita dalan pertemuan tak terencana. tuhan linglung hingga alpa membuat kau dan aku untuk sekali saja bertemu memperbaiki sesuatu yang telah remuk dan hancur.
jujur aku kecewa dan marah, kau pergi dengan tiba-tiba. tidak ada nota kecil yang kau tinggalkan untukku seperti biasa yang kau lakukan ketika kau meninggalkan ku yang tertidur telanjang dikamar.
Dan ya, aku rindu catatan kecil yang sering kau buat untukku yang kau meletakannya disembarang tempat yang menyebabkanku penasaran untuk mencarinya. setiap catatan kecilmu kusimpan rapi dalam kotak berwarna coklat di dalam lemariku, mungkin sudah ada ratusan catatan di selembar kertas kecil darimu. dan hampir 3 tahun ini pun aku tak pernah membukanya, membuka kotak itu sama saja kubunuh diri.
Tapi pagi itu tidak ada satu catatan pun untukku, entah apa yang ada dipikiranmu, mungkin kau lupa atau ah entahlah. kali ini tidak ada tanda ataupun catatan dari mu untuk pergi sebelumnya.dan itu membuatku hancur. aku telah mencari dan mencari. Aku lelah dan menyerah, aku menyibukkan diri menumbuk diriku dengan kenyamanan dalam bentuk rutinitas yang sedari mula kupikir itu membosankan., kemudian memutuskan untuk melupakanmu.
sekarang disaat aku pikir aku telah melupakanmu bahkan merasa bahwa aku telah berhasil menghapusmu dari kehidupanku dan memulai hidupku dengan perempuan bermata coklat justru kau muncul dengan tiba tiba di depan gerbang kayu rumahku. Maaf aku tidak membukakan pintu, aku malah membiarkanmu diluar bersama hujan: aku sengaja. Tapi kehadiranmu tidak berhenti di situ saja. di dalam doaku pun tiba-tiba tuhan menjentikkan jari menggambar bayanganmu dalam pikiranku. bahkan di dalam kotak akuarium pun aku melihatmu berenang bersama Banjo, ikan mas kokiku. entah bagaimana caranya kau bisa ada di dasar mangkuk mie rebusku dan tersenyum, aku benci keadaan dimana kau terus membayangiku.
Langit semakin memudar. Gradasi abu jingga berubah menjadi biru dengan serat awan yang menggantung. biru muda, warna kesukaanmu. ah sial! lagi-lagi itu mengingatkan ku padamu. Ternyata aku masih hafal betul lekuk tubuhmu dan kesukaanmu.
dan karena itulah aku harus menemuimu..
jujur aku benci berada di tempat ini, ini membuatku sakit. ya, sakit karena kehilanganmu. aku masih belum rela bahkan tak pernah rela. Aku melangkah keluar mobil, sesekali membetulkan letak kacamata hitamku. Ada hawa dingin sehabis hujan tadi subuh yang masih menyelimuti dan wangi tanah yang bersenggama dengan hujan. langkahku terhenti, aku menarik nafas dalam-dalam untuk melepaskan dadaku dari hantaman rasa kehilangan yang mengakar. Sekarang aku disini. di depanmu. tepat dihadapanmu. Maaf, aku bohong ketika semalam aku berteriak aku tidak merindukanmu. Aku merindukanmu. Ada efek emosionil yang tidak dapat lagi tertangkap kelopak mata. Aku kangen. kubawakan kau sebuket bunga mawar putih kesukaanmu, di depan nisanmu aku membuat pola salib pada keninga, dada kiri dan dada kananku lalu berdoa semoga Tuhanmu menjagamu. Terlalu banyak perbedaan dahulu yang memaksa kita untuk bertahan dalam ketiadaan, mereka bilang Tuhan itu satu tapi mengapa kita berbeda?
untuk perempuanku tersayang, tetaplah menulis tentang kehidupanmu bersama tuhan...
leburkanlah ceritamu bersama hujan, agar aku tetap dapat membacamu dan mengerti keadaanmu
kelopak kamboja terbang berserakan dan jatuh di tempat pembaringanmu yang hangat dan malaikat malaikat kecil yang berlarian ke langit menyampaikan doa ku ke pintu surga, tempatmu bersembunyi sekarang.
sayang, tidurlah dalam damai, dalam lantunan doa: aku merindukanmu. terima kasih semalam kau mengunjungiku dan memelukku dalam tidurku, aku maish merindukanmu dan akan tetap merindukanmu.
Spoiler for KADO UNTUK RARA:
Ini bukan kisah dongeng penghantar tidur.
Dedaunan menggeraikan cahaya matahari senja yang masuk menyirami kamar dengan warna keemasannya melalui jendela. Kita hanya disekat oleh garis tipis cahaya, tapi masih memaksakan diri saling mendekap. Hawa kamar memanas karena dengus nafas yang memburu dan gesekan kulit yang berkeringat. Cerita hari ini belumlah usai sesudah pergumulan panjang di ranjang, ini baru permulaan. Cerita kita akan berlanjut dalam pilihan hidup : lanjut ataukah berhenti.
Mungkin bibirku rindu disentuh bibirmu..
Aku tersenyum kecut. Pelukanmu semakin erat, membuatku sesak nafas. Dadaku terhimpit dadamu. Bibirmu memagut bibirku yang tersentak kaget.
I love you Di...ucapmu pelan
Shit! aku mengumpat
seperti biasa...kau tidak romantis! rajukmu
Oh, maaf Rara. Bukan maksud menjawab kata cintamu dengan tahik. Aku hanya tidak tahu padanan kata yang tepat untuk mengatakan cinta dalam beda bahasa. Tapi hanya saja aku tahu ini tidak benar. Seharusnya kita sudahi saja, senja sudah semakin turun. Mari kita mencoba realistis, cinta ini sudah tidak manis bahkan terkesan miris. Bukannya aku tidak menghargai kata cintamu, namun seluruh ruang bernama cinta dalam rumah kecil yang disebut hati dalam diriku ini baru saja digusur. Developer biadab macam kamu yang seenaknya membangun kemudian menggusurnya, jadi tidak mungkin kujawab I love you too pada orang yang jelas-jelas sudah meluluh lantakkan serat-serat halus hatiku.
Di..aku selalu merindukanmu setiap malam... ucapmu lirih memandangi kedua mataku
Jangan bercanda Ra! Setiap kali kau ucapkan kata sejenis cinta dan rindu, tahukah kamu aku tertawa sekaligus mengerang kesakitan? Terlalu lama hati ini kamu siksa. Setiap kali kamu katakan rindu setiap malam pula lelaki itu memilikimu, mendekapmu dan mencumbumu, bukan aku. Selama ini aku hanya berperan sebagai mobil plymouth tua favoritmu yang berakhir di garasi rumah yang gelap dan dingin. Dimana kau rindu kau akan mendatangiku, mengelusku dan mencobanya di dalam garasi. Tetapi ketika kau menghadapi dunia kau akan mengendarai Porsche keluaran terbaru yang sudah bersamamu selama 1 tahun terakhir ini.
Ah, Rara aku benar-benar mencintaimu tapi aku tahu ini tidak baik. apa yang kita punya selama ini tidak kurang dari naluri binatang yang terus kita pelihara dalam batang urat nadi kita. Mencicipi dosa yang manis rasanya, dan mengukuhkan diri kita sebagai pembangkang. Kita selalu bisa merayakan dosa besar kita secara kecil-kecilan di tempat tidur apartemenku.
Di...aku akan menikah. Ibu dan kakakku sudah menerima lamaran Duta kamu mulai menangis pelan, inilah bagian yang paling menyesakkanku
Pelukanmu mengendur, Aku mengangguk, mengerti. mungkin inilah saatnya membubuhkan kata Tamat pada cerita usang kita yang sudah berlembar-lembar banyaknya. Aku tersenyum kecut, seandainya aku bisa menjadi lelaki itu Ra. Seandainya aku yang menikahimu. sekali lagi bibirmu menyentuh bibirku, menciumnya dengan keras dan melumatnya sebelum akhirnya kita memutuskan untuk benar-benar berpisah.
Di, aku benar-benar mencintaimu. Kita masih bisa melanjutkan hubungan ini. Toh nantinya dia tidak akan tahu ketika ku sering mengunjungimu
Aku menggeleng keras. Sudah! Hentikan rara! Kita salah. Kita tidak akan bisa diselamatkan, ini salah Ra!
ini bukan cinta Ra, ini birahi. Ini hanyalah nafsu liar kita aku mulai bersuara seteelah lama terdiam
Rara memandangku dengan tajam, sebelum akhirnya tangan mulusnya mendarat di pipiku. Kemudian di ujung matamu kau sisakan setitik air untukku. Kamu menangis Ra, dan aku berdosa membuatmu menangis. Maaf Rara...
***
Hujan belum juga berhenti, aku memandang kaku ke arah jalanan yang tersiram deras hujan dalam kubik yang banyak. Kutarik satu batang nikotin dari tempat rokok pemberian ayah tahun lalu sebelum beliau menghembuskan nafas terakhirnya. Kusulut rokok, kuhisap dalam-dalam dan kuhembuskan kuat-kuat. Sepertinya dunia berputar cepat. Cinta tidak pernah salah, cintapun tidak pernah buta, hanya saja kita sendiri yang mencolok mata kita hingga buta dalam melihat cinta. Cintapun tidak pernah datang tepat waktu, selalu ada jam karet untuk semua hal di dunia ini begitu pun cinta. Aku tertawa kecil, meratapi akhir dari guratan cerita yang tuhan tuliskan untukku. Cinta Rara padaku salah alamat. cinta murahan yang kami coba-coba dan berakhir pada persukutuan yang diperbudak nafsu.
Aku mengenal Rara ketika duduk di kelas 2 SD, saat itu Rara adalah anak pindahan dari Bandung. Rara duduk sebangku denganku, rara sangat menyenangkan. Sejak saat itu kami menjadi dekat dan bersahabat. Rara sering main ke rumahku ketika pulang sekolah begitu juga sebaliknya.
Kami pun beranjak dewasa bersama dan melewati hari-hari dengan senda gurau. Rara memutuskan untuk masuk ke SMP swasta yang sama denganku, Rara mengorbankan nilai-nilainya yang cemerlang hanya karena nilaiku yang rendah padahal dia diterima di smp negeri terkemuka di Jakarta. Selalu bersama Rara bahkan masuk ke SMA yang sama, sekelas dan juga sebangku. aku masih ingat Rara meraung-raung menangis ketika dia dicampakkan begitu saja oleh pacar pertamanya si SMA, dia bilang dia tidak pernah merasa sesakit itu. Aku hanya bisa memeluknya dan menemaninya seperti biasa. Kemudian dia bilang bahwa dia merasa nyaman bersamaku. Merasa tenang dan senang. Akupun merasakan perasaan yang sama. Sampai akhirnya serat halus di hati kami bergetar satu sama lain acap kali kami memandang satu sama lain. Kami saling jatuh cinta. Sejak saat itu kami pun menjalin hubungan tanpa ada seorang pun yang tahu.
aku menggeleng, aku melihat sosok laki laki menghampiriku dari pantulan kaca dan memelukku dari belakang. Mengecup leherku. Berbisik di telingaku.
Diandra.. apa kamu tahu Rara akan menikahi Duta, minggu besok?
iya aku tahu. dia pasti akan terlihat cantik dalam balutan kebaya pengantinnya
akhirnya setelah berpacaran setahun, Rara dapat menentukan pilihannya untuk segera menikah. Aku sangat senang mendengarnya
hidup itu pilihan sayang...
Di...bukankah sebaiknya kita juga menikah
aku belum mau
tapi Di! Perut ini akan semakin membesar, aku mencintai anak kita Di
tapi tak harus diselesaikan dengan pernikahan kan?
Diandra dengar! aku hanya ingin ketika dia lahir dia mempunyai seorang ayah
aku...
berjanjilah Di..menikah denganku, aku mencintaimu dan anak kita Di.
Aku mengangguk, aku mengelus perutku yang beberapa bulan lagi akan menjadi besar. Hidup memang pilihan, sekeras apapun aku ingin menjalaninya sendiri, tetap saja anak dalam rahimku memerlukan figur ayah. Aku ingin anakku pun dekat dengan ayahnya, sama seperti aku dekat pada ayahku. Beberapa hari lagi sebelum hari pernikahan Rara, aku akan datang kepadanya dan mengucapkan selamat. Dan juga akan memberi tahu kabar gembira padanya bahwa aku akan segera menikah dan mengandung benih dari Rama, kakaknya.
Dedaunan menggeraikan cahaya matahari senja yang masuk menyirami kamar dengan warna keemasannya melalui jendela. Kita hanya disekat oleh garis tipis cahaya, tapi masih memaksakan diri saling mendekap. Hawa kamar memanas karena dengus nafas yang memburu dan gesekan kulit yang berkeringat. Cerita hari ini belumlah usai sesudah pergumulan panjang di ranjang, ini baru permulaan. Cerita kita akan berlanjut dalam pilihan hidup : lanjut ataukah berhenti.
Mungkin bibirku rindu disentuh bibirmu..
Aku tersenyum kecut. Pelukanmu semakin erat, membuatku sesak nafas. Dadaku terhimpit dadamu. Bibirmu memagut bibirku yang tersentak kaget.
I love you Di...ucapmu pelan
Shit! aku mengumpat
seperti biasa...kau tidak romantis! rajukmu
Oh, maaf Rara. Bukan maksud menjawab kata cintamu dengan tahik. Aku hanya tidak tahu padanan kata yang tepat untuk mengatakan cinta dalam beda bahasa. Tapi hanya saja aku tahu ini tidak benar. Seharusnya kita sudahi saja, senja sudah semakin turun. Mari kita mencoba realistis, cinta ini sudah tidak manis bahkan terkesan miris. Bukannya aku tidak menghargai kata cintamu, namun seluruh ruang bernama cinta dalam rumah kecil yang disebut hati dalam diriku ini baru saja digusur. Developer biadab macam kamu yang seenaknya membangun kemudian menggusurnya, jadi tidak mungkin kujawab I love you too pada orang yang jelas-jelas sudah meluluh lantakkan serat-serat halus hatiku.
Di..aku selalu merindukanmu setiap malam... ucapmu lirih memandangi kedua mataku
Jangan bercanda Ra! Setiap kali kau ucapkan kata sejenis cinta dan rindu, tahukah kamu aku tertawa sekaligus mengerang kesakitan? Terlalu lama hati ini kamu siksa. Setiap kali kamu katakan rindu setiap malam pula lelaki itu memilikimu, mendekapmu dan mencumbumu, bukan aku. Selama ini aku hanya berperan sebagai mobil plymouth tua favoritmu yang berakhir di garasi rumah yang gelap dan dingin. Dimana kau rindu kau akan mendatangiku, mengelusku dan mencobanya di dalam garasi. Tetapi ketika kau menghadapi dunia kau akan mengendarai Porsche keluaran terbaru yang sudah bersamamu selama 1 tahun terakhir ini.
Ah, Rara aku benar-benar mencintaimu tapi aku tahu ini tidak baik. apa yang kita punya selama ini tidak kurang dari naluri binatang yang terus kita pelihara dalam batang urat nadi kita. Mencicipi dosa yang manis rasanya, dan mengukuhkan diri kita sebagai pembangkang. Kita selalu bisa merayakan dosa besar kita secara kecil-kecilan di tempat tidur apartemenku.
Di...aku akan menikah. Ibu dan kakakku sudah menerima lamaran Duta kamu mulai menangis pelan, inilah bagian yang paling menyesakkanku
Pelukanmu mengendur, Aku mengangguk, mengerti. mungkin inilah saatnya membubuhkan kata Tamat pada cerita usang kita yang sudah berlembar-lembar banyaknya. Aku tersenyum kecut, seandainya aku bisa menjadi lelaki itu Ra. Seandainya aku yang menikahimu. sekali lagi bibirmu menyentuh bibirku, menciumnya dengan keras dan melumatnya sebelum akhirnya kita memutuskan untuk benar-benar berpisah.
Di, aku benar-benar mencintaimu. Kita masih bisa melanjutkan hubungan ini. Toh nantinya dia tidak akan tahu ketika ku sering mengunjungimu
Aku menggeleng keras. Sudah! Hentikan rara! Kita salah. Kita tidak akan bisa diselamatkan, ini salah Ra!
ini bukan cinta Ra, ini birahi. Ini hanyalah nafsu liar kita aku mulai bersuara seteelah lama terdiam
Rara memandangku dengan tajam, sebelum akhirnya tangan mulusnya mendarat di pipiku. Kemudian di ujung matamu kau sisakan setitik air untukku. Kamu menangis Ra, dan aku berdosa membuatmu menangis. Maaf Rara...
***
Hujan belum juga berhenti, aku memandang kaku ke arah jalanan yang tersiram deras hujan dalam kubik yang banyak. Kutarik satu batang nikotin dari tempat rokok pemberian ayah tahun lalu sebelum beliau menghembuskan nafas terakhirnya. Kusulut rokok, kuhisap dalam-dalam dan kuhembuskan kuat-kuat. Sepertinya dunia berputar cepat. Cinta tidak pernah salah, cintapun tidak pernah buta, hanya saja kita sendiri yang mencolok mata kita hingga buta dalam melihat cinta. Cintapun tidak pernah datang tepat waktu, selalu ada jam karet untuk semua hal di dunia ini begitu pun cinta. Aku tertawa kecil, meratapi akhir dari guratan cerita yang tuhan tuliskan untukku. Cinta Rara padaku salah alamat. cinta murahan yang kami coba-coba dan berakhir pada persukutuan yang diperbudak nafsu.
Aku mengenal Rara ketika duduk di kelas 2 SD, saat itu Rara adalah anak pindahan dari Bandung. Rara duduk sebangku denganku, rara sangat menyenangkan. Sejak saat itu kami menjadi dekat dan bersahabat. Rara sering main ke rumahku ketika pulang sekolah begitu juga sebaliknya.
Kami pun beranjak dewasa bersama dan melewati hari-hari dengan senda gurau. Rara memutuskan untuk masuk ke SMP swasta yang sama denganku, Rara mengorbankan nilai-nilainya yang cemerlang hanya karena nilaiku yang rendah padahal dia diterima di smp negeri terkemuka di Jakarta. Selalu bersama Rara bahkan masuk ke SMA yang sama, sekelas dan juga sebangku. aku masih ingat Rara meraung-raung menangis ketika dia dicampakkan begitu saja oleh pacar pertamanya si SMA, dia bilang dia tidak pernah merasa sesakit itu. Aku hanya bisa memeluknya dan menemaninya seperti biasa. Kemudian dia bilang bahwa dia merasa nyaman bersamaku. Merasa tenang dan senang. Akupun merasakan perasaan yang sama. Sampai akhirnya serat halus di hati kami bergetar satu sama lain acap kali kami memandang satu sama lain. Kami saling jatuh cinta. Sejak saat itu kami pun menjalin hubungan tanpa ada seorang pun yang tahu.
aku menggeleng, aku melihat sosok laki laki menghampiriku dari pantulan kaca dan memelukku dari belakang. Mengecup leherku. Berbisik di telingaku.
Diandra.. apa kamu tahu Rara akan menikahi Duta, minggu besok?
iya aku tahu. dia pasti akan terlihat cantik dalam balutan kebaya pengantinnya
akhirnya setelah berpacaran setahun, Rara dapat menentukan pilihannya untuk segera menikah. Aku sangat senang mendengarnya
hidup itu pilihan sayang...
Di...bukankah sebaiknya kita juga menikah
aku belum mau
tapi Di! Perut ini akan semakin membesar, aku mencintai anak kita Di
tapi tak harus diselesaikan dengan pernikahan kan?
Diandra dengar! aku hanya ingin ketika dia lahir dia mempunyai seorang ayah
aku...
berjanjilah Di..menikah denganku, aku mencintaimu dan anak kita Di.
Aku mengangguk, aku mengelus perutku yang beberapa bulan lagi akan menjadi besar. Hidup memang pilihan, sekeras apapun aku ingin menjalaninya sendiri, tetap saja anak dalam rahimku memerlukan figur ayah. Aku ingin anakku pun dekat dengan ayahnya, sama seperti aku dekat pada ayahku. Beberapa hari lagi sebelum hari pernikahan Rara, aku akan datang kepadanya dan mengucapkan selamat. Dan juga akan memberi tahu kabar gembira padanya bahwa aku akan segera menikah dan mengandung benih dari Rama, kakaknya.
TERBANG
BLUES NIGHT (PART 1)
DUKA DIAN
RINDU
RANJANG ( Ia dan Dia)
Aubrey (Part 1)
KARTU POS DARI REYKJAVIK
kalau ada yang mau main main ke blog ane silahkan mampir gan
Blog Ane
Tumblr ane
Twitter ane
anasabila memberi reputasi
1
6.3K
Kutip
52
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan