Kaskus

Story

fozibilAvatar border
TS
fozibil
Malaikat yang Tersia-siakan
Di pagi yang sangat dingin, seorang gadis membuka matanya dan mengucapkan kata-kata yang selalu di ucapnya sehabis bangun tidur ; “ Tuhan, terima kasih karena telah memberiku kesempatan untuk melihat hari yang indah ini”. Ya, itu adalah ucapan terima kasih yang selalu di lontarkan oleh gadis penderita tumor ganas di otaknya umur 16 tahun, yang bernama Lucy Dewinta. Seorang gadis berkulit putih yang tinggal bersama kakaknya di Balikpapan. Orang tuanya sudah meninggal sejak Lucy berumur 5 tahun.

“ayo! bangun Lucy… “ Ucap kakaknya yang bernama Laila

“emm… ya!”. Jawabnya sembari tersenyum.

Lucy sarapan dengan kakaknya, setelah itu ia langsung bergegas pergi sekolah (SMA Harapan Bangsa).Lucy sangat populer di Sekolahnya karena kepintarannya disemua bidang study. Hal itu tidak membuat Lucy sombong. Tapi, masih banyak saja orang yang iri padanya. Sekelompok geng bernama “ The greates people” yang diketuai oleh Carla salah satunya. Mereka tiada henti-hentinya mengejek Lucy. Mungkin teman-teman geram dengan tingkah mereka, tetapi tidak dengan Lucy. Dia tidak mempedulikan mereka. Hal yang patut dicontoh dari dirinya.

Di sekolah sebelum pulang…

“The Greatest People” kembali mengganggu Lucy. Tapi kali ini, hal yg dilakukannya benar-benar keterlaluan! Mereka memasukkan racun kedalam minuman yang akan diminum Lucy.Sore yang sejuk membuat hati Lucy sangat senang, bukan karena suatu hal mengenai temannya. Ia sangat menikmati pemandangan di Sore itu.Entah sadar atau tidak. racun itu mulai bereaksi . Lucy merasakan ada yang aneh dalam dirinya. Ya,badannya tidak kuat menopang badannya untuk berdiri… dia jatuh pingsan.. Beruntung, Seorang pemuda melihat Lucy yang tergeletak di taman. Pemuda itu membawa Lucy ke rumahnya.

“Siapa perempuan ini?” kata mama dari seorang pemuda itu.

“Saya tidak tahu Ma…” jawab pemuda itu

Lucy sadar dan bingung melihat sekelilingnya. Dan Lucy juga kaget melihat lelaki disampingnya.

“Apa sebelumnya Aku mengenalmu?” tanyanya

"Tidak, sebelumnya kamu tidak mengenalku. Aku menemukanmu tergeletak ditaman.”, jawab lelaki itu.

“Oke. Kalau boleh tahu, siapa kamu?”, tanya Lucy.

“johan. Kamu dapat memanggilku Joe saja!”, jelasnya sembari tersenyum.
“Dan kamu, Siapa namamu?”, tanyanya kembali.

“ Lucy, ehem… dapatkah kamu mengantarku pulang?” Lucy memohon kepada Joe untuk mengantarkannya ke rumahnya.

Di Rumah…

“Sepertinya tak ada orang di rumah.” Dugaannya dalam hati.

“hello… Apa ada orang dirumah?” teriaknya untuk memastikan.

Lucy kelihatan benar-benar sedih, tak tahu mengapa kakaknya pergi meninggalkannya.

“Aku pikir kakakku sayang padaku!” tungkasnya

“Aku yakin, dia sangat sayang padamu.”, jawab Joe menghibur Lucy.

Tak lama kemudian…

“Aku pulang dulu ya, Lucy! Jaga dirimu baik-baik!” Joe berpamit untuk pulang…

Sementara itu, Lucy memeriksa kamar kakaknya yang benar-benar Kosong.

“Oh Tuhan, apa kakakku tidak ingin bersamaku lagi?”, Lucy merenung di dalam kamar kakaknya sambil menangis. tak lama, Ia pun tertidur.

Esoknya…

Seperti biasa, Lucy berterima kasih kepada Tuhan. Meskipun terlihat biasa, tapi sebenarnya penyakit Lucy kambuh. Hanya dia yang tidak sadar.Sekolah seperti biasa, dipuji seperti biasa. Kegiatan Lucy dilakukan layaknya seperti hari saat dia bersama kakaknya. Senyuman dia berikan kepada teman-teman dan guru-gurunya. Dia tersenyum untuk semua orang. Walau didalam hatinya, dia benar-benar hancur.

Di kelas…

“Lucy, kamu sudah ngerjain PR kah? Pasti sudahkan? Enggak mungkin seorang Lucy Dewinta tidak mengerjakan PR.”, rayunya agar diberi contekan PR.
Tanpa basa-basi Lucy pun langsung membuka tasnya, kemudian memberikan buku miliknya, ke temannya tadi.

Setelah bel berbunyi, pelajaran berlangsung dengan baik seperti biasa. Pelajaran memang telah berlangsung dengan baik, tapi tidak untuk kondisi tubuh Lucy. Disaat pelajaran telah usai, Lucy merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya. “ Tuhan, please… Aku mohon, beri Aku kekuatan. Kenapa Engkau munculkan rasa sakit ini disaat seperti ini? Tuhan, Aku ada ulangan hari ini. Bisa hilang materi-materi yang sudah kupelajari nih!
Dalam jam pelajaran ke lima dan enam , Lucy merasa sudah tidak tahan lagi dengan rasa sakit yang dari tadi ditahan olehnya. Rasa sakit yang dahsyat menjajah seluruh bagian kepalanya. Sembari menangis, Ia mencoba menguatkan diri. Semakin Ia melawan rasa sakit itu, bukan semakin berkurang. Tapi, sakitnya semakin menjadi-jadi. Didalam pikirannya saat ini adalah sesosok kakaknya. “ Tuhan, Aku sangat memohon kepadamu. Jikalau sudah saatnya, Aku siap. Namun, jangan sekarang… Aku ingin sedikit lebih lama dengan keluargaku satu-satunya.” Ucapnya lirih.
Tidak lama kemudian, Lucy memutuskan untuk izin pulang. Tidak mungkin Ia bisa ikut ulangan harian kalau keadaannya seperti itu. Sama saja Ia tidak ulangan, karena pasti tidak ada sepatah jawaban pun yang Ia tulis. Akhir-akhir ini Lucy merasa nilai hariannya disekolah menurun. Itu semua dikarenakan penyakit yang Ia derita. Terkadang, Ia sedikit mengeluh dan merasa bahwa Tuhan tidak adil. Semua yang Ia sayangi pergi meninggalkannya. Saat ini, hanya tinggal kakaknya yang tersisa. Tapi, kakaknya itu pun jarang ada disisinya. Ia terlalu sibuk bekerja. Dan dihari libur pun, kakaknya malah asyik jalan-jalan bersama temannya. Memang sih, sepulang dari jalan itu ada saja sesuatu barang yang lucu diberikan pada Lucy.

Di hari libur…

“ selamat malam adikku tercinta!” sapa Laila dengan sedikit mengagetkan.

“ selamat malam juga kak! Bagaimana? Menyenangkankah tadi waktu jalan-jalan?”, jawabnya dengan senyum sinis.

“ kok jawabnya gitu sih cantik… Nih kakak bawain boneka Doraemon kesukaanmu. Nih ambil!”, rayunya sambil menyodorkan boneka.

Lucy mengulurkan tangannya dan berkata,” terima kasih kak, tapi jujur… Aku tidak butuh boneka ini dan semua pemberian kakak. Aku tahu, kakak memberikan semuanya bermaksud untuk menyenangkanku. Tapi, yang Aku butuhkan bukan sekedar materi kak! Aku butuh kasih sayang seorang kakak. Bukan ini!”, dengan kesal Ia melempar boneka itu dihadapan Laila kakaknya.

Lucy sedikit membanting tubuhnya ditempat tidur sambil menangis tersedu-sedu. Entah terbuat dari apa hati kakaknya itu, Ia benar-benar tidak peduli melihat adiknya menangis. Ia beranggapan bahwa Lucy sebentar lagi juga reda tangisnya.

Esok harinya disekolah…

“Selamat pagi semuanya!” sapa Lucy dengan hati riang.

“ eh, denger-denger hari ini tidak ada kegiatan belajar mengajar ya?”, Tanya Lucy kepada salah seorang temannya.

“ Iya sih, Aku dengar juga begitu! Tapi, tidak tahu jugalah ya…

“Em… Aku boleh minta tolong sama kamu tidak?”, pinta Lucy.

“Ya, apa?”, jawab kawannya.

“Kalau nanti ada kegiatan belajar mengajar, tolong kamu bilang saja Lucy sakit. Barusan saja dia pulang, untuk istirahat. Oke? Sekali lagi tolong yah!”, bujuknya dengan lemah lembut.

“Ya deh!”, jawab kawannya setuju.

Lucy saat itu sebenarnya tidak merasakan sakit sama sekali. Hanya saja, Ia kali ini kurang mood untuk belajar. Ia ingin menenangkan dirinya ditaman favoritnya. Tapi, tiba-tiba sesampai disana, Ia merasa… Oh tidak, rasa sakit dan pusing yang dahsyat kembali dirasakannya. Dari kejauhan, ada Johan yang dulu pernah menolong Lucy. Ternyata sedari tadi Johan memerhatikan gerak-gerik Lucy. Tak lama kemudian, Grek... brak… kursi yang terbuat dari plastik dan tergeser oleh tubuh Lucy. Seketika itu juga, seluruh mata tertaut pada sumber suara yang mengagetkan itu. Tanpa berpikir panjang, Johan berlari menuju keberadaan Lucy saat itu.

Dirumah sakit…

“Ya Tuhan… betapa bodohnya Aku membiarkan Adikku seperti ini! Jika terjadi sesuatu dengan Adikku… Aku takkan memaafkan diriku sendiri. Lucy, kakak memang benar-benar kakak yang tahu diri.”, sesalnya sambil menangis.

“Sudahlah… jangan menyalahkan diri sendiri seperti itu. Toh, ini memang sudah kehendak Tuhan. Kita berdoa saja agar Lucy baik-baik saja.”, ucap Johan menghibur dan menenangkan suasana.

Laila hanya mengangguk dan mencoba menghapus air matanya perlahan. Beberapa menit kemudian, dokter yang memeriksa Lucy keluar dari ruang pemeriksaan.
“Maaf, kami tidak bisa apa-apa lagi! Tumor yang ada di otaknya sudah merusak beberapa saraf. Dan sekali lagi maaf, Saya yakin Anda mengerti maksud saya.”, kata dokter dengan tegas dan penuh hati-hati.

Laila benar-benar tidak kuasa menahan air matanya. Johan hanya terdiam dan turut prihatin dengan apa yang dialami oleh Laila. Dulu Ia jarang meluangkan waktu untuk adiknya. Kesendirian dan kesepian yang kini menjadi teman hidup Laila. Sungguh sebuah penyesalan yang mendalam yang tertancap tajam dihatinya. Karena Ia sudah menyia-nyiakan sesosok malaikat yang selalu menemani hari-harinya.
0
1K
5
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan