- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kepala Daerah Yang Sudah Kaya Sebelum Menjabat


TS
guruhtama
Kepala Daerah Yang Sudah Kaya Sebelum Menjabat
Quote:
Kepala Daerah merupakan jabatan politik yang diraih dengan melalui proses Pilkada. Dalam perjalanannya seorang kepala daerah kadang diserang oleh oposisi yang berada di DPRD. Mulai dari isu yang menyangkut kehidupan privasi, sampai korupsi. Kasus yang paling terakhir disebutkan merupakan isu yang paling sering diserangkan kepada kepala daerah. Isu Kasus korupsi biasanya dilepaskan lawan politik kepala daerah jika ia mendadak meningkat kekayaannya. Tapi, karena ini politik, banyak isu korupsi ternyata Cuma dugaan saja. Karena banyak Gubernur yang memang sudah kaya bahkan sebelum menjadi Kepala Daerah. Banyak dari mereka memiliki latar belakang pengusaha, sehingga keinginan untuk menjadi kepala daerah merupakan keinginan untuk mengabdi semata.
Berikut ini 4 kepala daerah yang memang sudah kaya sebelum menjabat menjadi Kepala Daerah.
1. Joko Widodo a.k.a Jokowi – Gubernur DKI Jakarta

Tumbuh dari keluarga miskin yang tinggal di daerah bantaran kali yang kumuh, membuatnya tumbuh menjadi seorang pemimpin yang peka terhadap penderitaan dan berbagai problematika masyarakat miskin. Terlebih ketika spirit itu berpadu dengan pengalamannya selama 23 tahun bergelut di bidang ekspor, maka lahirlah berbagai kebijakan populis yang tak hanya membela dan melindungi kepentingan masyarakat bawah, tetapi juga berhasil menggeser paradigma jajaran pemerintahan kota yang dipimpinnya secara revolusioner.
Anak pertama dari empat bersaudara yang lahir dari pasangan Noto Mihardjo dan Sujiatmi ini, sekolah SD sampai SMA di kota Solo. Kemudian melanjutkan kuliah bidang teknologi kayu di UGM, Yogyakarta. Setelah lulus kuliah ia sempat bekerja di Aceh selama 2 tahun, sebelum akhirnya mulai merintis usaha di kota kelahirannya. “Saya memulai usaha dari minus, bukan dari nol. Pelan-pelan merintis. Ya sekarang masih kecil, tapi paling tidak produksi yang kami hasilkan sudah diekspor,” kisahnya.
Semula ia mengaku tak berniat mencalonkan diri menjadi wali kota. Perhatiannya selama ini hanya tersita untuk urusan usaha yang telah dirintisnya. Sampai suatu ketika, ia merasa prihatin atas perkembangan dan pembangunan kota kelahirannya yang dirasa berhenti di tempat. “Saya melihat kok tidak semakin baik, tapi malah semakin turun dan semakin tidak baik. Sehingga saya merasa tergelitik, saya pikir mengelola kota itu apa sulitnya, sih?”
Pemikiran sederhana itulah yang membuat Joko Wi merasa tertantang. “Tapi saya juga tidak serius-serius amat, karena saya juga merasa tidak terkenal. Jadi boleh dibilang, menjadi wali kota ini bagi saya seperti sebuah kecelakaan,” kelakarnya.
Tapi ketika akhirnya ia betul-betul terpilih menjadi orang nomor satu di jajaran pemerintahan kota Solo, maka Joko Wi segera “mendiagnosa” berbagai penyakit yang membonsai pertumbuhan kotanya. Lalu apa yang ia temukan? “Saya kira masalah yang pertama adalah tak adanya leadership. Dan yang kedua adalah problem di sistem manajemennya. Karena ketika saya hidup di ekspor selama 23 tahun, ada tiga hal yang ‘tidak boleh tidak’ harus dipenuhi; Yaitu, yang pertama masalah Quality [kualitas]. Kedua, masalah Price [harga]. Artinya kita harus selalu efisien, sehingga harga kita bisa kompetitif. Dan yang ketiga, adalah masalah On time delivery [ketepatan waktu pengiriman]. Ketiga hal ini saya kira sangat bepengaruh sekali dalam pengelolaan kepemerintahan dan pengelolaan sebuah kota, khususnya mempengaruhi kebijakan atau policy yang saya ambil,” paparnya. Sungguh luar biasa! (http://blocknotinspire.blogspot.com/...ide-besar.html)
2. Ratu Atut Chosiyah – Gubernur Banten

Hj. Ratu Atut Chosiyah dilahirkan pada tanggal 16 Mei 1962 di Kampung Gumulung, Desa Kadubeureum, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Banten. Ratu Atut adalah sulung dari tiga bersaudara, putra-putri pasangan Haji Tubagus Chasan Sochib dan Hajjah Wasiah. Ratu Atut menjalani masa kecil, tumbuh dan berkembang bersama lingkungan masyarakat agraris dan agamis. Ia menamatkan Sekolah Dasar di kampungnya dan melanjutkan pendidikannya (SMP, SMA, Perguruan Tinggi) di Kota Bandung.
Di Kota Kembang ini pula, ia mulai merintis bisnisnya: berawal dari usaha kecil-kecilan sebagai supplier alat tulis dan kontraktor, kemudian berkembang pesat ke berbagai bidang, terutama perdagangan dan kontraktor. Sebagai pengusaha, Ratu Atut pernah menduduki sejumlah jabatan prestisius, antara lain: Ketua Kama Dagang dan Industri Daerah (KADINDA) Provinsi Banten, Ketua Asosiasi Distributor Indonesia (ARDIN) Provinsi Banten dan aneka organisasi lain.
Sebagai putri Banten, Ratu Atut merasa terpanggil untuk membangun Provinsi Banten, yang terbentuk pada pertengahan tahun 2001, dengan terlibat langsung sebagai pemegang kebijakan dalam pemerintahan. Ia terjun ke dunia birokrasi dengan mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur Banten periode 2002–2007. Dalam pemilihan di DPRD Banten, Ratu Atut bersama calon gubernur Djoko Munandar terpilih untuk memimpin Provinsi Banten. Pada tanggal 11 Januari 2002, Hj. Ratu Atut Chosiyah resmi menduduki jabatan Wakil Gubernur Banten. Dan pada awal tahun 2006, ia dipercaya sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Gubernur Banten.
http://ratuatutchosiyah.wordpress.com/perihal/
3. Rusli Habibie – Gubernur Gorontalo

Latar belakang sebagai Sarjana Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, Rusli demikian Ia sering disapa meninggalkan pekerjaan sebagai karyawan menjadi Direktur Utama PT Cahaya Mandiri Persada pada tahun 1999 sampai dengan 2008. Ketika dirinya masih menjadi mahasiswa, ia mengaku sangat menekuni studinya. “Karena dari kecil saya punya talenta untuk berbisnis, sempat ikut dengan ibu dagang kecil-kecilan, misalnya saya dagang sepatu. Tapi kemudian juga punya perusahaan kecil-kecilan. Alhamdulillah, saya bisa membiayai kuliah saya sendiri, hidup mandiri, dan untuk pernikahan pun saya biayai sendiri. Alhamdulillah,” ujarnya bersyukur seraya menambahkan, sebagai anak yatim yang ditinggal ayahnya sejak berumur 12 tahun, ia tidak pernah merepotkan ibunya yang sudah menjanda.
Ketika ditanya lagi apa kunci suksesnya dalam menjalani hidup ini, ia tersenyum. “Dari awal saya selalu hidup disiplin. Saya tidak pernah ikut bermain judi, narkoba, atau semua yang negatif itu. Saya hidup dengan disiplin diri sendiri, termasuk ketika saya bekerja menjadi kontraktor, atau menjadi pengurus partai Golkar, saya selalu menjalankan amanah dengan disiplin. Nah, itu yang menjadi kunci sukses dari segala kehidupan saya,” jawab Rusli Habibie.
Artinya, ketika ia diberi amanah untuk menjadi pengusaha, ia disiplin dalam penggunaan anggaran-anggaran. “Saya mendapatkan pekerjaan, saya kerjakan dengan baik-baik agar tidak bermasalah. Ketika saya menjadi bupati juga begitu, saya disiplin dalam menjalani aturan-aturan. Alhamdulillah saya sekarang menjadi gubernur karena saya disiplin,” papar pria yang dikaruniai empat anak dari pernikahannya dengan Dra Hj Idah Syahidah Rusli, MH.
“Teman-teman saya ada yang bertanya-tanya, bahwa saya menjadi Bupati Gorontalo Utara selama itu makannya apa? Minum suplemen apa? Apa tidak capek? Nah, ini pertanyaan mereka. Saya jawab, saya bekerja dengan ikhlas dan tulus. Sehingga semua berjalan dengan tenang, walaupun itu sulit tetap dinikmati,” tambah Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Gorontalo ini dengan jelas dan tegas.
Ia ungkapkan jika teman-temannya pun banyak bertanya tentang dirinya yang pekerja keras dan tanpa lelah. Pria yang tidak merokok, tidak mengopi, dan hanya gemar minum air putih serta rajin puasa Senin-Kamis ini mengatakan, “Alhamdulillah, mungkin itu juga yang membuat saya sehat. Jadi kunci sukses saya itu disiplin, disiplin dalam semua hal, keuangan, jam bekerja, menjalankan tugas dan aturan. Dan menjalankan disiplin itu harus dari diri sendiri, jangan karena takut kepada orang lain.”
Ketika ditanya lagi tentang tantangan terberat dalam menghadapi masyarakat Gorontalo, bagi Rusli Habibie, tantangan dalam hidup ini pasti ada, jangankan kepada masyarakat juga dengan lingkungan, rumah tangga dan istrinya pun ada tantangan. Bagaimana mengatur anak-anak juga pasti ada tantangan. “Cuma balik lagi ke kita, bagaimana memanaj tantangan, hambatan, semua itu harus kita manaj dengan baik,” urainya.
Sedangkan terkait disiplin, menurutnya, kalau mendapat anggaran harus kita jalankan anggaran itu dengan sebaik-baiknya untuk rakyat. “Jangan dipakai untuk yang lain-lain. Jangan aturan itu bagus apabila menguntungkan kita, tetapi aturan itu tidak bagus karena tidak menguntungkan kita tetapi menguntungkan orang lain. Yang namanya aturan berlaku untuk semua orang termasuk diri kita sendiri,” dalihnya semangat. http://manado.tribunnews.com/2011/11...t-iptn-bandung
4. I Wayan Gredeg – Bupati Karang Asem

Sosok I Wayan Geredeg SH masa kecil dan remaja, begitu menderita ditengah belitan ketiadaan yang menyelimuti kondisi keluarga. Namun tekad untuk tetap bisa bersekolah dan bekerja membara disanubarinya, sehingga derita hari-harinya dijalani dengan lapang dada.
Berbekal ijazah STM saat itu, langsung menghadapi tantangan dan dilema untuk memperoleh lapangan pekerjaan. Sejak kecil ia sudah ditempa kerasnya keadaan akibat kondisi keluarga yang serba kekurangan. Sambil bersekolah Geredeg harus membantu orang tua nyabit rumput, menyadap tuak, memelihara itik, menjadi buruh tani dan membantu ibunya berjualan ikan tongkol.
Tamat STM, gelora jiwanya untuk bisa bekerja terus menggebu. Sejumlah pekerjaan sempat dilakoninya seperti menjadi tukang jahit, menjadi tukang asuransi, sopir angkot dan membantu orangtua berjualan material bangunan. Setahap demi setahap usaha bisnis keluarga Geredeg makin berkembang dan akhirnya mendirikan perusahaan dibawah bendera PT. Arsa Buana Manunggal. “Usaha yang saya rintis ini benar-benar dari nol, merasakan tetes demi tetes keringat perjuangan,” seloroh Geredeg.
Bermodal truk butut, ia berkeliling mencari pemasaran dan mencari material yang bisa dijual. Atas usaha itu, I Wayan Geredeg kian maju untuk mewujudkan mimpi-mimpinya menjadi seorang wiraswastawan sukses. Bekerja sambil berdoa merupakan motto hidupnya. Karena itu apa pun pembicaraan menyangkut keluarga dan leluhurnnya adalah prinsi dasar dan harga mati bagi dirinnya. “Berbakti kepada leluhur sudah menjadi prinsip mati dan saya bela habis-habisan,” katanya.
Geredeg memang dikenal sebagai pria murah senyum dan bersikap apa adanya, tak ada hentakan-hentakan dalam gerai dinamika karirnya. Dimana-mana ia muncul sebagai aktifis sosial, tak pernah enggan memberi kontribusi dan sumbangsih.
Di dunia usaha jasa kontruksi, misalnya, lelaki asal Banjar Kereteg, Desa Sibetan, Bebandem ini dibesarkan oleh pengalamannya memenejemen organisasi bisnis yang dibangun. Tercatat ia berkarir sebagai Direktur CV Karya Dharma, CV Singarsa dan terakhir ia memimpin koloni usahanya yang bermarkas di Jalan Raya Bebandem PT. Arsa Buana Manunggal (ABM). http://pelitatimur.blogspot.com/2011...eredeg-sh.html
Berikut ini 4 kepala daerah yang memang sudah kaya sebelum menjabat menjadi Kepala Daerah.
1. Joko Widodo a.k.a Jokowi – Gubernur DKI Jakarta

Tumbuh dari keluarga miskin yang tinggal di daerah bantaran kali yang kumuh, membuatnya tumbuh menjadi seorang pemimpin yang peka terhadap penderitaan dan berbagai problematika masyarakat miskin. Terlebih ketika spirit itu berpadu dengan pengalamannya selama 23 tahun bergelut di bidang ekspor, maka lahirlah berbagai kebijakan populis yang tak hanya membela dan melindungi kepentingan masyarakat bawah, tetapi juga berhasil menggeser paradigma jajaran pemerintahan kota yang dipimpinnya secara revolusioner.
Anak pertama dari empat bersaudara yang lahir dari pasangan Noto Mihardjo dan Sujiatmi ini, sekolah SD sampai SMA di kota Solo. Kemudian melanjutkan kuliah bidang teknologi kayu di UGM, Yogyakarta. Setelah lulus kuliah ia sempat bekerja di Aceh selama 2 tahun, sebelum akhirnya mulai merintis usaha di kota kelahirannya. “Saya memulai usaha dari minus, bukan dari nol. Pelan-pelan merintis. Ya sekarang masih kecil, tapi paling tidak produksi yang kami hasilkan sudah diekspor,” kisahnya.
Semula ia mengaku tak berniat mencalonkan diri menjadi wali kota. Perhatiannya selama ini hanya tersita untuk urusan usaha yang telah dirintisnya. Sampai suatu ketika, ia merasa prihatin atas perkembangan dan pembangunan kota kelahirannya yang dirasa berhenti di tempat. “Saya melihat kok tidak semakin baik, tapi malah semakin turun dan semakin tidak baik. Sehingga saya merasa tergelitik, saya pikir mengelola kota itu apa sulitnya, sih?”
Pemikiran sederhana itulah yang membuat Joko Wi merasa tertantang. “Tapi saya juga tidak serius-serius amat, karena saya juga merasa tidak terkenal. Jadi boleh dibilang, menjadi wali kota ini bagi saya seperti sebuah kecelakaan,” kelakarnya.
Tapi ketika akhirnya ia betul-betul terpilih menjadi orang nomor satu di jajaran pemerintahan kota Solo, maka Joko Wi segera “mendiagnosa” berbagai penyakit yang membonsai pertumbuhan kotanya. Lalu apa yang ia temukan? “Saya kira masalah yang pertama adalah tak adanya leadership. Dan yang kedua adalah problem di sistem manajemennya. Karena ketika saya hidup di ekspor selama 23 tahun, ada tiga hal yang ‘tidak boleh tidak’ harus dipenuhi; Yaitu, yang pertama masalah Quality [kualitas]. Kedua, masalah Price [harga]. Artinya kita harus selalu efisien, sehingga harga kita bisa kompetitif. Dan yang ketiga, adalah masalah On time delivery [ketepatan waktu pengiriman]. Ketiga hal ini saya kira sangat bepengaruh sekali dalam pengelolaan kepemerintahan dan pengelolaan sebuah kota, khususnya mempengaruhi kebijakan atau policy yang saya ambil,” paparnya. Sungguh luar biasa! (http://blocknotinspire.blogspot.com/...ide-besar.html)
2. Ratu Atut Chosiyah – Gubernur Banten

Hj. Ratu Atut Chosiyah dilahirkan pada tanggal 16 Mei 1962 di Kampung Gumulung, Desa Kadubeureum, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Banten. Ratu Atut adalah sulung dari tiga bersaudara, putra-putri pasangan Haji Tubagus Chasan Sochib dan Hajjah Wasiah. Ratu Atut menjalani masa kecil, tumbuh dan berkembang bersama lingkungan masyarakat agraris dan agamis. Ia menamatkan Sekolah Dasar di kampungnya dan melanjutkan pendidikannya (SMP, SMA, Perguruan Tinggi) di Kota Bandung.
Di Kota Kembang ini pula, ia mulai merintis bisnisnya: berawal dari usaha kecil-kecilan sebagai supplier alat tulis dan kontraktor, kemudian berkembang pesat ke berbagai bidang, terutama perdagangan dan kontraktor. Sebagai pengusaha, Ratu Atut pernah menduduki sejumlah jabatan prestisius, antara lain: Ketua Kama Dagang dan Industri Daerah (KADINDA) Provinsi Banten, Ketua Asosiasi Distributor Indonesia (ARDIN) Provinsi Banten dan aneka organisasi lain.
Sebagai putri Banten, Ratu Atut merasa terpanggil untuk membangun Provinsi Banten, yang terbentuk pada pertengahan tahun 2001, dengan terlibat langsung sebagai pemegang kebijakan dalam pemerintahan. Ia terjun ke dunia birokrasi dengan mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur Banten periode 2002–2007. Dalam pemilihan di DPRD Banten, Ratu Atut bersama calon gubernur Djoko Munandar terpilih untuk memimpin Provinsi Banten. Pada tanggal 11 Januari 2002, Hj. Ratu Atut Chosiyah resmi menduduki jabatan Wakil Gubernur Banten. Dan pada awal tahun 2006, ia dipercaya sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Gubernur Banten.
http://ratuatutchosiyah.wordpress.com/perihal/
3. Rusli Habibie – Gubernur Gorontalo

Latar belakang sebagai Sarjana Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, Rusli demikian Ia sering disapa meninggalkan pekerjaan sebagai karyawan menjadi Direktur Utama PT Cahaya Mandiri Persada pada tahun 1999 sampai dengan 2008. Ketika dirinya masih menjadi mahasiswa, ia mengaku sangat menekuni studinya. “Karena dari kecil saya punya talenta untuk berbisnis, sempat ikut dengan ibu dagang kecil-kecilan, misalnya saya dagang sepatu. Tapi kemudian juga punya perusahaan kecil-kecilan. Alhamdulillah, saya bisa membiayai kuliah saya sendiri, hidup mandiri, dan untuk pernikahan pun saya biayai sendiri. Alhamdulillah,” ujarnya bersyukur seraya menambahkan, sebagai anak yatim yang ditinggal ayahnya sejak berumur 12 tahun, ia tidak pernah merepotkan ibunya yang sudah menjanda.
Ketika ditanya lagi apa kunci suksesnya dalam menjalani hidup ini, ia tersenyum. “Dari awal saya selalu hidup disiplin. Saya tidak pernah ikut bermain judi, narkoba, atau semua yang negatif itu. Saya hidup dengan disiplin diri sendiri, termasuk ketika saya bekerja menjadi kontraktor, atau menjadi pengurus partai Golkar, saya selalu menjalankan amanah dengan disiplin. Nah, itu yang menjadi kunci sukses dari segala kehidupan saya,” jawab Rusli Habibie.
Artinya, ketika ia diberi amanah untuk menjadi pengusaha, ia disiplin dalam penggunaan anggaran-anggaran. “Saya mendapatkan pekerjaan, saya kerjakan dengan baik-baik agar tidak bermasalah. Ketika saya menjadi bupati juga begitu, saya disiplin dalam menjalani aturan-aturan. Alhamdulillah saya sekarang menjadi gubernur karena saya disiplin,” papar pria yang dikaruniai empat anak dari pernikahannya dengan Dra Hj Idah Syahidah Rusli, MH.
“Teman-teman saya ada yang bertanya-tanya, bahwa saya menjadi Bupati Gorontalo Utara selama itu makannya apa? Minum suplemen apa? Apa tidak capek? Nah, ini pertanyaan mereka. Saya jawab, saya bekerja dengan ikhlas dan tulus. Sehingga semua berjalan dengan tenang, walaupun itu sulit tetap dinikmati,” tambah Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Gorontalo ini dengan jelas dan tegas.
Ia ungkapkan jika teman-temannya pun banyak bertanya tentang dirinya yang pekerja keras dan tanpa lelah. Pria yang tidak merokok, tidak mengopi, dan hanya gemar minum air putih serta rajin puasa Senin-Kamis ini mengatakan, “Alhamdulillah, mungkin itu juga yang membuat saya sehat. Jadi kunci sukses saya itu disiplin, disiplin dalam semua hal, keuangan, jam bekerja, menjalankan tugas dan aturan. Dan menjalankan disiplin itu harus dari diri sendiri, jangan karena takut kepada orang lain.”
Ketika ditanya lagi tentang tantangan terberat dalam menghadapi masyarakat Gorontalo, bagi Rusli Habibie, tantangan dalam hidup ini pasti ada, jangankan kepada masyarakat juga dengan lingkungan, rumah tangga dan istrinya pun ada tantangan. Bagaimana mengatur anak-anak juga pasti ada tantangan. “Cuma balik lagi ke kita, bagaimana memanaj tantangan, hambatan, semua itu harus kita manaj dengan baik,” urainya.
Sedangkan terkait disiplin, menurutnya, kalau mendapat anggaran harus kita jalankan anggaran itu dengan sebaik-baiknya untuk rakyat. “Jangan dipakai untuk yang lain-lain. Jangan aturan itu bagus apabila menguntungkan kita, tetapi aturan itu tidak bagus karena tidak menguntungkan kita tetapi menguntungkan orang lain. Yang namanya aturan berlaku untuk semua orang termasuk diri kita sendiri,” dalihnya semangat. http://manado.tribunnews.com/2011/11...t-iptn-bandung
4. I Wayan Gredeg – Bupati Karang Asem

Sosok I Wayan Geredeg SH masa kecil dan remaja, begitu menderita ditengah belitan ketiadaan yang menyelimuti kondisi keluarga. Namun tekad untuk tetap bisa bersekolah dan bekerja membara disanubarinya, sehingga derita hari-harinya dijalani dengan lapang dada.
Berbekal ijazah STM saat itu, langsung menghadapi tantangan dan dilema untuk memperoleh lapangan pekerjaan. Sejak kecil ia sudah ditempa kerasnya keadaan akibat kondisi keluarga yang serba kekurangan. Sambil bersekolah Geredeg harus membantu orang tua nyabit rumput, menyadap tuak, memelihara itik, menjadi buruh tani dan membantu ibunya berjualan ikan tongkol.
Tamat STM, gelora jiwanya untuk bisa bekerja terus menggebu. Sejumlah pekerjaan sempat dilakoninya seperti menjadi tukang jahit, menjadi tukang asuransi, sopir angkot dan membantu orangtua berjualan material bangunan. Setahap demi setahap usaha bisnis keluarga Geredeg makin berkembang dan akhirnya mendirikan perusahaan dibawah bendera PT. Arsa Buana Manunggal. “Usaha yang saya rintis ini benar-benar dari nol, merasakan tetes demi tetes keringat perjuangan,” seloroh Geredeg.
Bermodal truk butut, ia berkeliling mencari pemasaran dan mencari material yang bisa dijual. Atas usaha itu, I Wayan Geredeg kian maju untuk mewujudkan mimpi-mimpinya menjadi seorang wiraswastawan sukses. Bekerja sambil berdoa merupakan motto hidupnya. Karena itu apa pun pembicaraan menyangkut keluarga dan leluhurnnya adalah prinsi dasar dan harga mati bagi dirinnya. “Berbakti kepada leluhur sudah menjadi prinsip mati dan saya bela habis-habisan,” katanya.
Geredeg memang dikenal sebagai pria murah senyum dan bersikap apa adanya, tak ada hentakan-hentakan dalam gerai dinamika karirnya. Dimana-mana ia muncul sebagai aktifis sosial, tak pernah enggan memberi kontribusi dan sumbangsih.
Di dunia usaha jasa kontruksi, misalnya, lelaki asal Banjar Kereteg, Desa Sibetan, Bebandem ini dibesarkan oleh pengalamannya memenejemen organisasi bisnis yang dibangun. Tercatat ia berkarir sebagai Direktur CV Karya Dharma, CV Singarsa dan terakhir ia memimpin koloni usahanya yang bermarkas di Jalan Raya Bebandem PT. Arsa Buana Manunggal (ABM). http://pelitatimur.blogspot.com/2011...eredeg-sh.html
Nah yang jadi perntanyaan, kalau dari sebelum menjabat saja sudah kaya, apa mungkin nih mereka pada mau korupsi? hehehee siapa yang tahu
0
4K
Kutip
7
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan