soiponAvatar border
TS
soipon
{Tidak Lunas November 13} 7 Tahun Bakrie Tak Mau Bayar Korban Lapindo Rp 1,5 triliun
7 Tahun Bakrie tak mau bayar korban Lapindo Rp 1,5 triliun
Reporter : Mohamad Taufik | Jumat, 29 November 2013 05:00


Merdeka.com - Korban lumpur Lapindo yang masuk dalam Peta Area Terdampak (PAT) kemarin menjalani sidang perdana uji materi Pasal 9 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 15 Tahun 2013 tentang perubahan atas UU Nomor 19 Tahun 2012 tentang APBN.

Uji materi diajukan agar pemerintah menanggung sisa pembayaran ganti rugi yang seharusnya dilunasi PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ), juru bayar Lapindo Brantas. Berikut perjalanan kasus ini hingga muncul gugatan ke MK seperti dirangkum merdeka.com:

1. Tujuah Tahun Bakrie belum lunasi ganti rugi

Merdeka.com - Kuasa Hukum Korban lumpur Lapindo, Mursyid, mengatakan sudah tujuh tahun lebih perusahaan milik keluarga Bakrie itu belum menuntaskan sisa pembayaran kepada para korban. Karena tidak ada kepastian dari MLJ, kata dia, korban mengajukan gugatan undang-undang APBN tersebut.

"Gugatan ini bukan masalah PT Lapindo bebas atau tidak menyelesaikan tugasnya untuk menyelesaikan ganti rugi. Namun ini sudah terlalu lama untuk pelunasannya. Kami kira negara bisa mengambil alih untuk pembayarannya. Toh negara tidak akan rugi juga," kata Mursyid di Gedung MK, Kamis (28/11).

Sebagai informasi, berdasar Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), penanganan lumpur Lapindo pemerintah menggunakan dua pola penanganan. Korban yang masuk PAT menjadi tanggung jawab Lapindo Brantas untuk ganti rugi tanah dan bangunan. Sedangkan di luar PAT menjadi tanggung jawab pemerintah melalui BPLS.

2. Sisa belum terbayar Rp 1,5 triliun

Merdeka.com - Kuasa Hukum Korban Lumpur Lapindo, Mursyid, juga mengatakan luas area yang masuk PAT dan menjadi tanggungan Lapindo lebih dari 800 hektare. Itu terbagi dalam kawasan industri dan kawasan permukiman. Menurut dia, dalam skema pembayaran MLJ sudah membayarkan Rp 3 triliun dan sisanya Rp 1,5 triliun.

"PT Lapindo Brantas sudah membayarkan Rp 3 triliun. Sisanya Rp 1,5 triliun. Warga yang menerima bervariasi persentase pembayarannya. Namun PT Lapindo bilang sudah mengeluarkan uang Rp 7 triliun. Bahkan dalam sms yang beredar warga bilangnya mereka memberi uang ke warga itu sebagai bentuk sedekah saja. Belum ada keterangan juga kalau Lapindo akan melunasi atau tidak," ujar Mursyid.

Salah satu pengusaha yang lahan usahanya terendam lumpur adalah SH Ritonga (37). Dalam sidang dengan agenda mendengarkan saksi, dia bersaksi atas nama Gabungan Pengusaha Korban Lumpur Lapindo (GPKLL) dengan anggota 26 perusahaan. Menurut dia, semua perusahaan itu masuk dalam PAT.

Dari 26 perusahaan itu, menurut Ritonga, MLJ sudah membayar ganti rugi sebesar 30 persen pada 2008. Namun, dalam sidang di MK tidak menyebut berapa jumlah dari 30 persen itu. Dia hanya berjanji akan menyerahkan ke majelis sidang dalam bentuk data tertulis.

"Kita sudah dapat ganti rugi sebesar 30 persen dengan catatan di depan notaris dan janji PT Lapindo saat itu, bila sampai Desember 2008 tidak dilunasi uang muka dan uang yang lainnya akan dianggap hangus dan sertifikat lainnya yang sudah diserahkan boleh diambil," papar Ritonga.

3. Banyak yang stres hingga meninggal

Merdeka.com - Ritonga, pengusaha yang jadi korban lumpur, itu juga mengatakan akibat tak kunjung dibayarnya sisa ganti rugi, banyak dari anggotanya stres hingga meninggal akibat memikirkan usahanya tenggelam. Bahkan menurut dia, banyak dari pengusaha itu tak sanggup menyewa rumah dan hidupnya terkatung-katung. Banyak yang pindah ke Surabaya, Mojokerto, dan daerah Jawa Timur lainnya.

Ritonga menuturkan, usahanya bergerak dalam industri pembuatan jam. Karyawannya mencapai 900 orang dan saat usahanya ditenggelamkan lumpur, karyawannya minta pesangon, karena berhentinya usaha itu. "Saya sendiri sudah menerima ganti rugi dari PT Lapindo sebesar 30 persen atau Rp 7,5 miliar. Untuk pesangon semua karyawan saya berikan Rp 4 miliar," ungkap Ritonga.

Ritonga menjelaskan, harga ganti rugi yang diberikan oleh MLJ ternyata bervariasi untuk tiap jenis usaha. Selain itu menurut dia, MLJ memberikan kriteria jenis usaha dan nilai ganti ruginya. "Dalam hal ini ada yang tidak adil. Tiap usaha gak ada kriterianya untuk ganti ruginya. Tapi setelah saya cari tahu ternyata ada istilah be to be atau bujuk saling bujuk untuk nilai ganti rugi. Saat itu saya tidak paham istilah itu," papar Ritonga.

Dari data organisasi pengusaha itu, dalam kesaksian di persidangan menjelaskan ada 500-600 bangunan usaha yang tenggelam lumpur dengan luas tanah sekitar 250 hektare. "Jumlah bangunan untuk dunia usaha yang tenggelam mencapai 500-600 bangunan dengan luas tanah sekitar 250 hektare. Sekarang nilai tanah di Sidoarjo tidak ada artinya. Mohon ini segera diambil alih oleh pemerintah," ujar Ritonga ke majelis hakim.

4. Pembelaan Lapindo

Merdeka.com - Vice President PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) Andi Darussalam, mengatakan tidak memiliki masalah ganti rugi dengan GPKLL. Menurut dia, perjanjian yang telah dilakukan dengan kelompok B to B (istilah Andi untuk GPKLL) tersebut sudah jelas.

"Dalam perjanjian yang kami buat sudah jelas. Bila ada pihak yang melakukan wan prestasi, dana yang 30 persen yang telah kami berikan menjadi milik mereka, sedangkan apa yang ada pada kami seperti sertifikat boleh mereka ambil dan akan kami kembalikan," kata Andi kepada merdeka.com, Kamis (28/11) malam.

Apalagi, dia melanjutkan, kelompok B to B tidak masuk dalam Perpres 14 Tahun 2007. Karena itu, MLJ merasa tidak memiliki masalah dengan kelompok tersebut. Tapi bukankah kelompok ini masuk dalam PAT? Andi menjawab, "iya, tapi penyelesaian masalah dengan pengusaha ini diselesaikan dengan B to B, mereka tidak masuk dalam Perpres Nomor 14."

Dia balik menuding kelompok GPKLL itu justru mencari masalah. Mereka mengajak warga lain yang tidak bermasalah dengan MLJ untuk mengadu ke MK. "Saya kenal mereka-mereka itu. Saya tahu siapa mereka. Itu kan orang-orang yang punya kepentingan lain. Bilang ke mereka, salam dari Andi Darussalam," kata Andi.

Andi juga membantah bila tanggungan ganti rugi MLJ sisa Rp 1,5 triliun. Menurut dia, sampai sekarang tanggungan MLJ sesuai dengan Perpres Nomor 14 Tahun 2007 sebesar Rp 800 miliar lebih sedikit. "Pembayaran sisa ganti rugi memang tertunda karena kondisi perusahaan, tapi saya tidak akan lari. Kami akan tetap berusaha membayar," ujarnya.

Source


Korban lumpur minta MK perintahkan negara talangi utang Lapindo
Reporter : Islahudin | Kamis, 28 November 2013 14:37


Peringatan 7 Tahun Lapindo. ©2013 Merdeka.com


Merdeka.com - Merasa lelah menagih ganti rugi ke PT Lapindo Brantas, para korban lumpur Lapindo yang berada di wilayah Peta Area Terdampak (PAT) mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mursyid, kuasa hukum korban atau pemohon mengatakan, sudah tujuh tahun lebih perusahaan milik keluarga Bakrie itu belum menuntaskan sisa pembayaran kepada korban.

Karena tidak ada kepastian dari Lapindo Brantas, kata dia, korban mengajukan gugatan undang-undang APBN agar pemerintah menanggung sisa pembayarannya. Ini tidak lain karena area di luar PAT ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah untuk semua kerugian warga, bahkan sistem pembayaran sudah lunas.

"Gugatan ini bukan masalah PT Lapindo bebas atau tidak menyelesaikan tugasnya untuk menyelesaikan ganti rugi. Namun ini sudah terlalu lama untuk pelunasannya. Kami kira negara bisa mengambil alih untuk pembayarannya. Toh negara tidak akan rugi juga," kata Mursyid di Gedung MK, Kamis (28/11).

Sebagai informasi, dalam penanganan lumpur Lapindo pemerintah menggunakan dua pola penanganan. Untuk yang masuk area PAT menjadi tanggung jawab PT Lapindo Brantas untuk ganti rugi tanah dan bangunan. Sedangkan di luar PAT menjadi tanggung jawab pemerintah melalui Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).

Mursyid mengatakan, luas area PAT yang menjadi tanggungan Lapindo lebih dari 800 hektare. Itu terbagi dalam kawasan industri dan kawasan permukiman. Menurut dia, dalam skema pembayaran PT Lapindo sudah membayarkan Rp 3 triliun dan sisanya Rp 1,5 triliun.

"PT Lapindo Brantas sudah membayarkan Rp 3 triliun. Sisanya Rp 1,5 triliun. Warga yang menerima bervariasi persentase pembayarannya. Namun PT Lapindo bilang sudah mengeluarkan uang Rp 7 triliun. Bahkan dalam sms yang beredar warga bilangnya mereka memberi uang ke warga itu sebagai bentuk sedekah saja. Belum ada keterangan juga kalau Lapindo akan melunasi atau tidak," ujar Mursyid.

Hari ini hakim MK menggelar sidang pendahuluan untuk membahas hal itu, khususnya pengujian terhadap Pasal 9 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 15 Tahun 2013 tentang perubahan atas UU Nomor 19 Tahun 2012 tentang APBN. Mahkamah tadi pagi baru selesai mendengarkan keterangan saksi dari pemohon dan pemerintah hari ini.

Pemohon meminta kepada MK agar menyatakan Pasal 9 UU APBN bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak memasukkan wilayah PAT yang terdiri dari Desa Siring, Jatirejo, Kedungbendo, Ketapang, dan Renokenongo. Pemohon juga meminta MK memerintahkan Negara, Pemerintah dan DPR, memasukkan wilayah tersebut dalam UU APBN/APBN-P tahun berikutnya sebagai pertanggungjawaban Negara/Pemerintah.

Source


Kisah nestapa Wiwik, korban Lapindo yang dicueki menteri
Reporter : Islahudin | Kamis, 28 November 2013 18:19


Merdeka.com - Saksi lain dari warga korban lumpur Lapindo dalam gugatan Undang-undang APBN di Mahkamah Konstitusi (MK) adalah Wiwik Wahyudini. Dalam persidangan, Wiwik bersaksi dengan mengaku telah melaporkan kebohongan PT Minarak Lapindo Jaya soal ganti rugi terhadap korban ke sejumlah menteri.

Misalnya pada 2008, Wiwik pernah mengadu ke Menteri Kesehatan Siti Fadila Supari yang saat itu sedang berkunjung ke Sidoarjo. Wiwik langsung menemui Siti Fadila dan melaporkan cara Lapindo membayar ganti rugi korban lumpur.

Menurut dia, saat itu juga Siti Fadilah langsung menelepon Aburizal Bakrie. "Dalam telepon itu Ibu Fadilah bilang ke Pak Ical, 'Pak Ical ini ada warga korban lumpur Lapindo yang menuntut haknya, katanya sisa pembayaran belum diberikan'," kata Fadilah seperti ditirukan Wiwik.

Tapi, Wiwik melanjutkan, "dalam telepon itu Pak Ical menjawab, 'Korban lumpur sudah saya bayar ganti ruginya, jumlahnya sampai 95 persen. Biasalah orang kecil, kalau sudah dikasih akan minta lagi."

Saat ditanya statusnya sebagai korban oleh majelis hakim Arief Hidayat, Wiwik mengatakan ganti rugi rumahnya yang tenggelam oleh lumpur baru diberikan 20 persen pada 2007 lalu. Sisanya belum dibayarkan sampai sekarang.

"Ganti rugi yang saya terima baru 20 persen atau Rp 220 juta lebih. Sisanya 80 persen belum. Itu dibayarkan pada 2007. Dalam janji PT Lapindo, pelunasan akan dilakukan sebelum September 2008. Sampai sekarang belum dilunasi sisanya dan itu ganti rugi yang dibayarkan untuk ribuan korban lainnya," kata Wiwik.

Aksi lain yang dilakukan Wiwik dan teman-temannya adalah berdemo di Kantor PT Lapindo Brantas di Sidoarjo. Wiwik mengakui, selama berdemo pihak Lapindo selalu menerima pendemo, namun pertemuannya hanya mengumbar janji saja.

"Saya dan korban lumpur lainnya berdemo. Pernah demo di DPRD Sidoarjo selama 3 bulan. Pernah diajak musyawarah oleh PT Minarak Lapindo dan janjinya kepada korban yang asetnya Rp 200 juta akan bayar kes. Terus ada perubahan lainnya saat bertemu dengan Andi Darussalam," ujar Wiwik.

Tapi warga hanya terus mendapatkan janji dari pihak Lapindo. Wiwik juga melaporkan hal itu ke Menteri PU Joko Kirmanto. Bahkan menurut Wiwik, Joko sampai marah karena terus mengadu.

"Menteri PU sampai marah. Menteri tanya berapa aset saya yang tenggelam dan berapa uang ganti rugi yang diberikan. Saya perlihatkan kebohongan PT Minarak Lapindo ke pak menteri. Tapi tetap saja tidak ada hasil untuk kejelasan pembayaran sisa ganti rugi," papar Wiwik.

Pemohon yang mengatasnamakan ribuan korban lumpur lapindo meminta kepada MK agar menyatakan Pasal 9 Undang-undang APBN bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak memasukkan wilayah PAT yang terdiri dari Desa Siring, Jatirejo, Kedungbendo, Ketapang, dan Renokenongo.

Mereka juga meminta MK memerintahkan kepada Negara, Pemerintah, dan DPR untuk memasukkan wilayah tersebut dalam Undang-undang APBN/APBN-P tahun berikutnya sebagai pertanggungjawaban Pemerintah. Sidang hari ini memasuki sidang kedua atau mendengarkan keterangan saksi dari pemohon dan pemerintah.

Source


Satu lagi kebohongan gubernur Jatim yang menjadi antek Ical, dulu Soekarwo sesumbarnya November ini Lapindo melunasi ganti rugi ke korban lumpur Lapindo.
emoticon-Matabelo
{Janji Lunas Mei 2013 Batal. Deal?} Soekarwo: Ganti Rugi Lapindo Lunas November 2013
Diubah oleh soipon 02-12-2013 02:51
0
4.5K
30
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan