erwinpratamaAvatar border
TS
erwinpratama
Cerpen: Seandainya
Laki-laki dengan tubuh tegap dan rambut ikal sedang berdiri diantara persimpangan jalan, ia tak tahu harus memilih jalan yang mana untuk mencari harap yang lama diinginkan. Ia tersesat dalam hening malam yang semakin membeku karena sayup angin menderu dengan cukup kencang. Sepuluh tahun yang lalu pada jam yang sama dan di tempat yang sama, ia mengenal seseorang wanita yang memiliki mata kucing, indah dan bercahaya. Tapi wanita itu memilih untuk mengejar laki-laki lain dalam mimpinya. Dan waktu selama itu pula yang menambatkan kita dalam kisah pertemanan.

Pukul sepuluh pagi aku selalu menunggunya datang, membawa senyum merekah dan kisah bahagia yang senantiasa ia ceritakan hingga kita bergelak tawa bersama. Wanita itu selalu menceritakan kisahnya dengan laki-laki dalam mimpinya, jika suatu hari nanti ia akan bersama laki-laki dambaannya itu, entah kapan waktu itu akan datang. Wanita itu selalu percaya dengan cinta pada pandangan pertama, sedangkan aku selalu berpikir realistis tentang itu, jika cinta pandangan pertama hanya sebuah nafsu yang diatasnamakan pada cinta pandangan pertama, begitu gumamku dalam hati.

Dua cangkir kopi hitam yang masih mengepulkan asapnya menjadi teman kami dalam berbincang. Rintik-rintik hujan mengguyur menghantam kanopi café, kami masih tenggelam dalam bincang yang ringan, wanita yang aku sebut-sebut itu bernama Adra, Dra; begitu aku memanggil teman wanitaku itu, dari kecil kami sudah berteman, kedua orang tua kami memiliki bisnis yang sama, bisnis kelapa sawit, mereka sering sekali keluar kota untuk memastikan bisnis mereka berjalan dengan baik. Bisa dibilang kami seperti dua orang yang sama memiliki teman bernama sepi.

Aku menyeruput kopi dengan perlahan, tak ingin memecahkan jeda hening yang sedari tadi kami susun setelah berbicara ngalor-ngidul.

Adra berdehem, “Jatuh cinta itu rasanya gimana ya?” kau bertanya seolah belum pernah sama sekali merasakan jatuh cinta.

Aku memincingkan mata, memasang wajah bingung bercampur ragu jika wanita yang sekarang ada di hadapanku belum pernah sama sekali merasakan jatuh cinta. “Apa?” tanyaku.

“Jatuh cinta rasanya gimana, Adrian?” wanita itu mengulang pertanyaannya.

Aku melepas tawa yang menyangkut ditenggorokanku, tertawa lepas. “Apa. Kamu belum pernah pacaran?” ejekku kepada Adra.

Dia menggeleng pelan, “Jangan diketawain..,” balasnya seraya mencubit bahuku.

Aku masih saja tak dapat menghentikan tawa yang spontan terhempas dari dalam tubuhku, aku masih tak percaya wanita secantik Adra belum sama sekali merasakan jatuh cinta. Padahal Adra sudah berkepala dua yang notabennya sudah memiliki jam terbang yang tinggi.

“Kamu mikir, kalau aku nggak berani kan, nggak kayak kamu yang udah ganti-ganti pacar, udah kayak tukang ojek tahu nggak..,” ujar Adra dengan nada ketusnya.

“Ngambek, jelek tahu. Emang kamu pikir mereka semua itu pacar aku, aku, aku juga..,” belum selesai Adrian membalas, Adra memotongnya. “Jomblo?

“Itu kamu, jomblo ngenes. Aku single tahu.” Kata ku membela.

“Jomblo sama single kan sama, sama-sama sendiri kalau malem minggu..,” jelas Adra.

“Kayak sekarang maksud kamu?”

“Iya.” Balas Adra cepat.

Kami larut dalam tawa yang ringan tapi sepertinya mengesankan, biasanya kami hanya membicarakan hal-hal lucu yang terkadang setelahnya akan hilang terhapus termakan oleh waktu yang semakin menua. Tapi sepertinya kali ini kami berbincang serius, atau mungkin hanya aku saja yang menanggapi serius.

Aku menatap lekat-lekat Adra, “Jatuh cinta itu indah, kamu nggak bisa berkata apa-apa.” Jelasku singkat.

Seperti dihipnotis Adra membalasnya dengan mengangguk lalu diikutin dengan menoyor kepala Adrian, “Serius banget ngeliatin aku..,”

Dan seketika itu ada perasaan yang berbeda yang sedang Adrian rasakan, tidak seperti bincang yang sudah-sudah, kali ini sangat berbeda, seperti ada hujan bunga yang menaburi setiap jeda ketika kami berbincang. Seperti musim panas yang menghangatkan peluk.

“Adrian.., Adrian..,” Adra membuyarkan lamunanku tentangnya.

“Aku lagi jatuh cinta..,”ujarmu lirih.

“Sama apa?” balasku terkekeh.

“Sama cowoklah!” kau membalas dengan ketus.

“Terus?” aku balik bertanya.

“Aku nggak tahu apa dia suka juga sama aku..,” kali ini Adra melempar fokus keluar jendela.

“Bilang duluan aja kalau ragu.” Ucapku.

“Aku kan cewek..,”

“Emang kenapa? Kalau sayang itu diungkapin jangan dipendam sendiri.” Jelasku.

“Gitu ya, Dri.”

Aku mengangguk pelan. Hujan di luar café sekarang hanya tersisa gerimis, melebur dalam sejuk yang menghembus. Adra masih melempar jauh pandangan keluar jendela sembari tersenyum tipis, entah apa yang sedang ia pikirkan. Di waktu yang sama, perasaanku seperti ada sesuatu yang ingin ku sampaikan tapi tak mampu, seperti ingin tapi tak dapat terjelaskan. Seketika ada rasa takut yang muncul dalam hatiku malam itu. Lalu kami menghabiskan sisa kopi pada cangkir dan memutuskan untuk pulang.


***


Setelah pulang dari café malam itu, aku tak bisa tidur dengan nyenyak, seperti ada hal yang harus aku sampaikan pada Adra. Aku bangkit dari ranjang, menatap cermin lekat-lekat. Aku menyadari hanya ada aku disana, bahkan aku lebih takut seandainya aku jujur dengan perasaan yang berbeda ini akan ada hati yang terlukai. Tapi akan lebih terlukai jika memendam perasaan sendiri.

Adra berlari dengan memasang senyum merekah pagi itu, menghampiriku yang sedari tadi sudah menunggunya, hari ini sebelum aku berangkat ke kampus, aku akan menyampaikan sesuatu hal padanya.

“Adrian, ada yang mau aku sampaiin ke kamu..,” ucapmu yang masih mengatur tempo pernapasaan.

“Aku juga mau ngomong sesuatu sama kamu, Dra.” Balasku.

“Aku duluan..,” lalu kau melanjutkan, “Aku baru jadian sama Reno, makasih buat saran kamu kemarin..,” Adra menepuk pundaku pelan tapi sekarang tempo pernapasannya sudah normal. “Kamu mau ngomong apa?” tanya Adra.

“Enggak jadi deh..,” ujar Adrian singkat.

“Aneh kamu.” Kata Adra yang masih tersenyum-senyum sendiri.

Seketika perasaan Adrian seperti tertancap belati tertajam, mengkoyak-koyakan hati yang utuh menjadi beberapa bagian kecil. Dan setelah hari itu, seperti ada yang berbeda dari hari-hari sebelumnya, kami sudah jarang sekali jalan bersama, menikmati kopi bersama, hingga bergelak tawa bersama. Dan saat itu pula aku memiliki kegiatan baru; menantimu pulang.

Setiap kali kami bertemu, Adra hanya menceritakan kisahnya padaku, aku bosan tapi selalu tertutup topeng senyum setiap kali ia berbicara yang itu-itu saja. Akhirnya aku mencoba jujur malam itu, mengungkapkan perasaanku pada Adra, aku sengaja mengajaknya keluar malam itu untuk membeli es cream durian kesukaan kami.

"Kamu percaya nggak, kalau orang yang udah lama temenan itu bisa berubah jadi jatuh cinta." ujarku.

"Kamu kebanyakan nonton sinetron tahu, Dri." jelasmu dengan nada mengejek.

"Aku serius, aku jatuh cinta sama kamu, Dra."

Kami tenggelam dalam hening, hanya suara obrolan dari meja sebelah yang meriuhkan hening kami, hingga beberapa detik selanjutnya Adra mengeluarkan suara.

"Tapi aku nganggep kamu cuma temen!" Adra pergi begitu saja keluar cafe. Dan disaat yang sama, ada motor yang melaju kencang menghantam Adra, seketika Adra tersukur diatas aspal hitam tak sadarkan diri.

Ternyata semesta berencana lain, Adra pergi untuk waktu yang lama, meninggalkan raga yang terbaring lemah tertutupi oleh kain putih dan tangiskku malam itu. Dering ponselku membuyarkan lamunan itu, lamunan yang sudah berlalu sepuluh tahun lalu.

Seandainya waktu bisa diputar hingga sepuluh tahun lagi, mungkin tak akan ada yang tersakiti, seandainya Adrian tidak memberikan solusi waktu di café itu, mungkin sekarang mereka masih dapat menikmati kopi hitam bersama dan seandainya waktu itu Adrian tidak berkata jujur tentang perasaannya kepada Adra hingga membuat Adra harus berlari meninggalkan Adrian karena kesal, mungkin tidak akan terjadi kecelakan yang merenggut nyawa Adra.


Setiap kali aku berkunjung di café ini, selalu saja bayangan Adra menambatkan dirinya melayang-layang dipikiranku, pada akhirnya aku hanya dapat mengunjungi rumah masa depannya ketika rindu yang menggebu, membawa beberapa bunga mawar dan coklat disana, dan mungkin aku adalah laki-laki bodoh yang terlambat jujur pada perasaan sendiri jika aku mencintaimu lebih dari seorang teman kecil. Seandainya semua ini hanya mimpi, saat ini aku dapat memilih kemana jalan yang harus aku pilih untuk menjemput harap lain yang aku inginkan.


Diubah oleh zhulato 28-11-2013 02:37
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
1.1K
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan