- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Malpraktek atau tidak? (masuk gan! jangan asal nuduh)


TS
bakaymen
Malpraktek atau tidak? (masuk gan! jangan asal nuduh)
Thread ane ini bermaksud untuk berdiri di tengah, tidak memihak. Ane mencoba memberikan beberapa penjelasan dari kasus dokter Ayu. Sebelumnya, ane bukan dokter, calon dokter atau orang yg bekerja berhubungan dengan bidang kedokteran. Ane cuma memberikan penjelasan dari sudut pandang awam dan ente sendiri yg menilai gan 
Majelis hakim kasasi memvonis Dewa Ayu Sasiary serta dua rekannya, Hendy Siagian dan Hendry Simanjuntak, bersalah saat menangani Julia Fransiska Maketey. Julia akhirnya meninggal saat melahirkan. Berikut ini pertimbangan majelis kasasi seperti yang tercantum dalam putusan yang dirumuskan dalam sidang 18 September 2012.
1. Julia dinyatakan dalam keadaan darurat pada pukul 18.30 Wita, padahal seharusnya dinyatakan darurat sejak ia masuk rumah sakit pada pagi hari.
2. Sebagian tindakan medis Ayu dan rekan-rekannya tidak dimasukkan ke rekam medis.
3. Ayu tidak mengetahui pemasangan infus dan jenis obat infus yang diberikan kepada korban.
4. Meski Ayu menugasi Hendy memberi tahu rencana tindakan kepada pasien dan keluarganya, Hendy tidak melakukannya. Ia malah menyerahkan lembar persetujuan tindakan yang telah ditandatangani Julia kepada Ayu, tapi ternyata tanda tangan di dalamnya palsu.
5. Tidak ada koordinasi yang baik dalam tim Ayu saat melakukan tindakan medis.
6. Tidak ada persiapan jika korban mendadak mengalami keadaan darurat.
Tuduhan itu dinilai tak berdasar oleh O.C. Kaligis pengacara dokter Ayu. O.C. Kaligis menilai putusan Mahkamah Agung tak berdasar. Dalam persidangan di pengadilan negeri, kata Kaligis, sudah dihadirkan saksi ahli kedokteran yang menyatakan Ayu dan dua rekannya tak melakukan kesalahan prosedural. Para saksi itu antara lain Reggy Lefran, dokter kepala bagian jantung Rumah Sakit Profesor Kandou Malalayang; Murhady Saleh, dokter spesialis obygin Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta; dan dokter forensik Johanis.
Mahkamah Kode Etik Kedokteran (MKEK) Pusat sudah menyidang dr. Ayu. Hasil sidang, dokter Ayu tidak melanggar kode etik.
sumber
Majelis hakim kasasi memvonis Dewa Ayu Sasiary serta dua rekannya, Hendy Siagian dan Hendry Simanjuntak, bersalah saat menangani Julia Fransiska Maketey. Julia akhirnya meninggal saat melahirkan. Berikut ini pertimbangan majelis kasasi seperti yang tercantum dalam putusan yang dirumuskan dalam sidang 18 September 2012. (Baca: DPR Jamin Aksi Para Dokter Tak Ganggu Layanan)
Berikut ini beberapa poin penting yang menjadi perdebatan soal ada atau tidak malpraktek dalam kasus dokter Ayu:
1. Pemeriksaan jantung baru dilakukan setelah operasi.
Menurut dr. Januar, pengurus Ikatan Dokter Indonesia, operasi yang dilakukan terhadap Siska, tak memerlukan pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan jantung. "Operasinya bersifat darurat, cepat, dan segera. Karena jika tidak dilakukan, bayi dan pasien pasti meninggal," ucap dokter kandungan ini.
2. Penyebab kematian masuknya udara ke bilik kanan jantung. Ini karena saat pemberian obat atau infus karena komplikasi persalinan.
Menurut O.C. Kaligis, pengacara Ayu, putusan Mahkamah Agung tak berdasar. Dalam persidangan di pengadilan negeri, kata Kaligis, sudah dihadirkan saksi ahli kedokteran yang menyatakan Ayu dan dua rekannya tak melakukan kesalahan prosedural. Para saksi itu antara lain Reggy Lefran, dokter kepala bagian jantung Rumah Sakit Profesor Kandou Malalayang; Murhady Saleh, dokter spesialis obygin Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta; dan dokter forensik Johanis.
Dalam sidang itu, misalnya, dokter forensik Johanis menyatakan hasil visum et repertum emboli yang menyebabkan pasien meninggal BUKAN karena hasil operasi. Kasus itu, kata dia, jarang terjadi dan tidak dapat diantisipasi.
Para ahli itu juga menyebutkan Ayu, Hendry, dan Hendy telah menjalani sidang Majelis Kehormatan Etik Kedokteran pada 24 Februari 2011. Hasil sidang menyatakan ketiganya telah melakukan operasi sesuai dengan prosedur. (Baca juga: MKEK Pusat Sebut dr. Ayu Tidak Melanggar Etik)
3. Terdakwa tidak punya kompetensi operasi karena hanya residence atau mahasiswa dokter spesialis dan tak punya surat izin praktek (SIP)
Ketua Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) dr. Nurdadi, SPOG dalam wawancara dengan sebuah stasiun televisi mengatakan tidak benar mereka tidak memiliki kompetensi. "Mereka memiiki kompetensi. Pendidikan kedokteran adalah pendidikan berjenjang. Bukan orang yang tak bisa operasi dibiarkan melakukan operasi," katanya.
Soal surat izin praktek juga dibantah. Semua mahasiswa kedokteran spesialis yang berpraktek di rumah sakit memiliki izin. Kalau tidak, mana mungkin rumah sakit pendidikan seperti di RS Cipto Mangunkusumo mau mempekerjakan para dokter itu.
4. Terjadi pembiaran pasien selama delapan jam.
Menurut Januar, pengurus Ikatan Dokter Indonesia, saat menerima pasien Siska, Ayu telah memeriksa dan memperkirakan pasien tersebut bisa melahirkan secara normal. Namun, hingga pukul 18.00, ternyata hal itu tak terjadi. "Sehingga diputuskan operasi," ujar Januar.
Sesuai prosedur kedokteran saat air ketuban pecah, biasanya dokter akan menunggu pembukaan leher rahim lengkap sebelum bayi dilahirkan secara normal. Untuk mencapai pembukaan lengkap, pembukaan 10, butuh waktu yang berbeda-beda untuk tiap pasien. Bisa cepat bisa berjam-jam. Menunggu pembukaan lengkap itulah yang dilakukan dokter Ayu.
sumber
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Pusat menyatakan tidak ada pelanggaran etik dan disiplin dalam tindakan yang dilakukan oleh dr. Dewa Ayu Sasiary Sp.OG bersama dengan dua orang rekannya, dr. Hendry Siagian dan dr. Hendry Simanjuntak di Sulawesi Utara. Putusan Majelis Kehormatan Etik Sulawesi Utara, sebelumnya juga sudah memutuskan tak ada pelanggaran yang dilakukan oleh para dokter.
“MKEK Pusat Sulawesi Utara menyatakan tidak ada kesalahan prosedur dan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh para dokter,” ujar Ketua MKEK Pusat Prijo Sidi kepada Tempo, Selasa, 26 November 2013. Menurut Prijo, berdasarkan hasil otopsi, kematian yang terjadi pada pasien Julia Fransiska Maketey terjadi karena emboli udara.
“Itu sifatnya unpredictable, dan bisa saja terjadi,” kata Prijo. Fenomena emboli udara itu, lanjut Prijo, memang jarang sekali terjadi. “Tapi para dokter diketahui sudah melakukan tindakan maksimal pada pasien,” ujar dia.
Dokter, ujar Prijo, tidak bisa menjamin kesembuhan pasien 100 persen. “Mereka sudah mengupayakan semaksimal mungkin,” kata dia. Jika dr. Ayu dan kawan-kawan diputus bersalah dalam upaya hukum melalui peninjauan kembali di Mahkamah Agung, para dokter dan tenaga medis khawatir akan ada yurisprudensi untuk menuntut dokter jika pengobatan yang diberikan tidak menyembuhkan pasien.
Dokter Dewa Ayu Sasiary Sp.OG bersama dengan dua orang rekannya, dr. Hendry Siagian dan dr. Hendry Simanjuntak, divonis bersalah oleh Mahkamah Agung dengan tuduhan melakukan malapraktik terhadap Julia Fransiska Maketey yang meninggal saat melahirkan. Dokter Ayu langsung ditangkap di Balikpapan, sementara dua koleganya sudah masuk daftar pencarian orang (DPO).
Proses peradilan Ayu menarik simpati sejumlah dokter di daerah. Rencananya, mereka akan mogok berpraktik besok, aksi itu merupakan susulan setelah adanya demo di sejumlah daerah yang difasilitasi oleh sejumlah wadah profesi dokter.
sumber
Sebagai dokter yang juga menangani pasien, Direktur YPKKI (Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia), Marius Wijayarta menganggap kasus dr. Ayu memiliki banyak kejanggalan.
Seperti yang disampaikannya kepada Liputan6.com, Jumat (22/11/2013), berikut kejanggalan yang dimaksud Marius:
1. Terlalu banyak dokter menangani pasien
"Jika ketiga dokter tersebut adalah dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi (Dokter Dewa Ayu Sasiary Sp.OG, dr. Hendry Siagian dan dr. Hendry Simanjuntak), ini jumlah yang terlalu banyak menangai pasien. Atau memang ada sesuatu sehingga perlu ditangani 3 dokter. Makanya perlu dierjelas dua rekan dr. Ayu siapa? spesialis atau bukan?," kata Marius.
2. Pembiaran terlalu lama
Sebelumnya, pihak korban mengaku, bahwa visum otopsi menyebutkan bahwa Julia Fransiska Makatey meninggal akibat masuknya emboli udara karena terlambat ganti Infus. Namun para dokter tidak mengetahui siapa yang mengganti infus selama observasi.
"Saya sedih mendengarnya. Ada pembiaran yang begitu lama, bahkan keluarga pasien hingga bicara mengenai negosiasi operasi (penggadaian kalung oleh pihak keluarga). Meskipun sebelumnya IDI mengatakan, bahwa ketiga dokter sempat mengeluarkan uang pribadi untuk membantu pasien. tapi yang jelas, seharusnya pasien dibantu dulu," katanya.
3. Masalah tanda tangan persetujuan tidak jelas
Menurut keterangan keluarga pasien (korban), proses operasi dilakukan tanpa sepengetahuan keluarga korban. Tapi pihak dokter berkilah bahwa saat itu kondisinya sedang darurat sehingga tim penasihat hukum terdakwa (tiga dokter) mengatakan bahwa operasi bisa dilakukan tanpa pemberitahuan ke keluarga.
Hal inipun ditanggapi Marius. Menurutnya, proses tanda tangan persetujuan operasi harus berupa surat yang ditandatangani dokter dan anggota keluarga korban.
“Dalam kasus apa pun, sekalipun kejadiannya emergency, maka sesuai undang-undang perlindungan konsumen nomor 8 tahun 1999 pasal 4 bagian C disebutkan salah satunya bahwa hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur. Dalam hal ini, pasien atau keluarga pasien harus mengetahu kondisi sebenarnya. Jelas hak konsumen atau pasien untuk tahu penyakit pasien atau diagnosis apa sehingga dokter kemudian ambil sikap sendiri," tegasnya.
sumber
Kasus malpraktik yang menimpa Julia Fransiska Makatey (25) yang meninggal saat menjalani operasi Cito Sectio Caesaria pada April 2010, masih belum selesai. Kini keluarga korban menyatakan rasa kecewanya yang tidak pernah ia sampaikan sebelumnya.
Hal ini disampaikan langsung oleh pendamping keluarga korban sekaligus Ketua Komisi Daerah Perlindungan Anak Sulawesi Utara, Jull Takaliuang. Menurut Jull, keluarga korban sebenarnya tidak ingin terlalu mempermasalahkan hal ini. Tapi ibu korban, Yulin Mahengkeng mengaku terlalu sakit hati atas sikap dokter yang menangani anaknya.
"Julia datang ke Manado untuk melahirkan karena orangtuanya disini. Waktu itu, Siska (panggilan Julia Fransiska Makatey) cerita riwayat melahirkan anak pertamanya yang di vakum pada dokter Ayu dan Rekan. Makanya dia minta melahirkan caesar. Tapi dia malah dibentak oleh salah seorang dokter," kata Jull saat dihubungi Liputan6.com, Senin (25/11/2013).
Ketika minta untuk melahirkan caesar, Jull pun menceritakan bahwa salah satu dokter membentak Siska 'Hei, yang menentukan melahirkan itu bukan kamu! Mau operasi atau tidak?'. Siska akhirnya dipaksa untuk melahirkan normal.
"Tapi masalahnya disini ada pembiaran. Dari ia masuk rumah sakit hingga ia dioperasi, terlalu banyak waktu terbuang. Ia masuk rumah sakit pukul 07.00 Wita dan baru dioperasi pukul 22.00 Wita," kata Jull.
Jull menjelaskan, Siska datang sudah dalam keadaan pembukaan 8 sehingga ia harus sudah masuk ruang sterilisasi jadi orangtuanya tidak boleh masuk.
"Siska sempat berteriak-teriak karena mau minum. Tapi orangtua mau bawakan makanan dan minuman saja dilarang. Jadi keluarga hanya tahu Siska pas masuk RS dan keluar RS sudah meninggal," jelas Jull.
Sebelumnya, Ketua PB POGI, dr. Nurdadi Saleh, SpOG mengatakan, delapan jam masuk tahap persalinan, pasien (Siska) mengalami tanda-tanda gawat janin, sehingga ketika itu diputuskan untuk dilakukan operasi caesar darurat.
"Saat itu terlihat tanda tanda gawat janin, terjadi mekonium atau bayi mengeluarkan feses saat persalinan sehingga diputuskan melakukan bedah sesar. Sayangnya tak lama bayinya berhasil diselamatkan, Siska meninggal dunia," jelasnya beberapa waktu lalu.
sumber
Lanjutan di post #27
Semoga bermanfaat gan!
boleh dong minta rate
ama cendolnya gan
jangan lupa ninggalin jejak gan...

Spoiler for Inilah Alasan Hakim MA Menghukum dr Ayu:
Majelis hakim kasasi memvonis Dewa Ayu Sasiary serta dua rekannya, Hendy Siagian dan Hendry Simanjuntak, bersalah saat menangani Julia Fransiska Maketey. Julia akhirnya meninggal saat melahirkan. Berikut ini pertimbangan majelis kasasi seperti yang tercantum dalam putusan yang dirumuskan dalam sidang 18 September 2012.
1. Julia dinyatakan dalam keadaan darurat pada pukul 18.30 Wita, padahal seharusnya dinyatakan darurat sejak ia masuk rumah sakit pada pagi hari.
2. Sebagian tindakan medis Ayu dan rekan-rekannya tidak dimasukkan ke rekam medis.
3. Ayu tidak mengetahui pemasangan infus dan jenis obat infus yang diberikan kepada korban.
4. Meski Ayu menugasi Hendy memberi tahu rencana tindakan kepada pasien dan keluarganya, Hendy tidak melakukannya. Ia malah menyerahkan lembar persetujuan tindakan yang telah ditandatangani Julia kepada Ayu, tapi ternyata tanda tangan di dalamnya palsu.
5. Tidak ada koordinasi yang baik dalam tim Ayu saat melakukan tindakan medis.
6. Tidak ada persiapan jika korban mendadak mengalami keadaan darurat.
Tuduhan itu dinilai tak berdasar oleh O.C. Kaligis pengacara dokter Ayu. O.C. Kaligis menilai putusan Mahkamah Agung tak berdasar. Dalam persidangan di pengadilan negeri, kata Kaligis, sudah dihadirkan saksi ahli kedokteran yang menyatakan Ayu dan dua rekannya tak melakukan kesalahan prosedural. Para saksi itu antara lain Reggy Lefran, dokter kepala bagian jantung Rumah Sakit Profesor Kandou Malalayang; Murhady Saleh, dokter spesialis obygin Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta; dan dokter forensik Johanis.
Mahkamah Kode Etik Kedokteran (MKEK) Pusat sudah menyidang dr. Ayu. Hasil sidang, dokter Ayu tidak melanggar kode etik.
sumber
Spoiler for Malpraktek atau Tidak dr Ayu? Lihat Empat Poin Ini:
Majelis hakim kasasi memvonis Dewa Ayu Sasiary serta dua rekannya, Hendy Siagian dan Hendry Simanjuntak, bersalah saat menangani Julia Fransiska Maketey. Julia akhirnya meninggal saat melahirkan. Berikut ini pertimbangan majelis kasasi seperti yang tercantum dalam putusan yang dirumuskan dalam sidang 18 September 2012. (Baca: DPR Jamin Aksi Para Dokter Tak Ganggu Layanan)
Berikut ini beberapa poin penting yang menjadi perdebatan soal ada atau tidak malpraktek dalam kasus dokter Ayu:
1. Pemeriksaan jantung baru dilakukan setelah operasi.
Menurut dr. Januar, pengurus Ikatan Dokter Indonesia, operasi yang dilakukan terhadap Siska, tak memerlukan pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan jantung. "Operasinya bersifat darurat, cepat, dan segera. Karena jika tidak dilakukan, bayi dan pasien pasti meninggal," ucap dokter kandungan ini.
2. Penyebab kematian masuknya udara ke bilik kanan jantung. Ini karena saat pemberian obat atau infus karena komplikasi persalinan.
Menurut O.C. Kaligis, pengacara Ayu, putusan Mahkamah Agung tak berdasar. Dalam persidangan di pengadilan negeri, kata Kaligis, sudah dihadirkan saksi ahli kedokteran yang menyatakan Ayu dan dua rekannya tak melakukan kesalahan prosedural. Para saksi itu antara lain Reggy Lefran, dokter kepala bagian jantung Rumah Sakit Profesor Kandou Malalayang; Murhady Saleh, dokter spesialis obygin Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta; dan dokter forensik Johanis.
Dalam sidang itu, misalnya, dokter forensik Johanis menyatakan hasil visum et repertum emboli yang menyebabkan pasien meninggal BUKAN karena hasil operasi. Kasus itu, kata dia, jarang terjadi dan tidak dapat diantisipasi.
Para ahli itu juga menyebutkan Ayu, Hendry, dan Hendy telah menjalani sidang Majelis Kehormatan Etik Kedokteran pada 24 Februari 2011. Hasil sidang menyatakan ketiganya telah melakukan operasi sesuai dengan prosedur. (Baca juga: MKEK Pusat Sebut dr. Ayu Tidak Melanggar Etik)
3. Terdakwa tidak punya kompetensi operasi karena hanya residence atau mahasiswa dokter spesialis dan tak punya surat izin praktek (SIP)
Ketua Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) dr. Nurdadi, SPOG dalam wawancara dengan sebuah stasiun televisi mengatakan tidak benar mereka tidak memiliki kompetensi. "Mereka memiiki kompetensi. Pendidikan kedokteran adalah pendidikan berjenjang. Bukan orang yang tak bisa operasi dibiarkan melakukan operasi," katanya.
Soal surat izin praktek juga dibantah. Semua mahasiswa kedokteran spesialis yang berpraktek di rumah sakit memiliki izin. Kalau tidak, mana mungkin rumah sakit pendidikan seperti di RS Cipto Mangunkusumo mau mempekerjakan para dokter itu.
4. Terjadi pembiaran pasien selama delapan jam.
Menurut Januar, pengurus Ikatan Dokter Indonesia, saat menerima pasien Siska, Ayu telah memeriksa dan memperkirakan pasien tersebut bisa melahirkan secara normal. Namun, hingga pukul 18.00, ternyata hal itu tak terjadi. "Sehingga diputuskan operasi," ujar Januar.
Sesuai prosedur kedokteran saat air ketuban pecah, biasanya dokter akan menunggu pembukaan leher rahim lengkap sebelum bayi dilahirkan secara normal. Untuk mencapai pembukaan lengkap, pembukaan 10, butuh waktu yang berbeda-beda untuk tiap pasien. Bisa cepat bisa berjam-jam. Menunggu pembukaan lengkap itulah yang dilakukan dokter Ayu.
sumber
Spoiler for MKEK Pusat Sebut dr. Ayu Tidak Melanggar Etik:
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Pusat menyatakan tidak ada pelanggaran etik dan disiplin dalam tindakan yang dilakukan oleh dr. Dewa Ayu Sasiary Sp.OG bersama dengan dua orang rekannya, dr. Hendry Siagian dan dr. Hendry Simanjuntak di Sulawesi Utara. Putusan Majelis Kehormatan Etik Sulawesi Utara, sebelumnya juga sudah memutuskan tak ada pelanggaran yang dilakukan oleh para dokter.
“MKEK Pusat Sulawesi Utara menyatakan tidak ada kesalahan prosedur dan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh para dokter,” ujar Ketua MKEK Pusat Prijo Sidi kepada Tempo, Selasa, 26 November 2013. Menurut Prijo, berdasarkan hasil otopsi, kematian yang terjadi pada pasien Julia Fransiska Maketey terjadi karena emboli udara.
“Itu sifatnya unpredictable, dan bisa saja terjadi,” kata Prijo. Fenomena emboli udara itu, lanjut Prijo, memang jarang sekali terjadi. “Tapi para dokter diketahui sudah melakukan tindakan maksimal pada pasien,” ujar dia.
Dokter, ujar Prijo, tidak bisa menjamin kesembuhan pasien 100 persen. “Mereka sudah mengupayakan semaksimal mungkin,” kata dia. Jika dr. Ayu dan kawan-kawan diputus bersalah dalam upaya hukum melalui peninjauan kembali di Mahkamah Agung, para dokter dan tenaga medis khawatir akan ada yurisprudensi untuk menuntut dokter jika pengobatan yang diberikan tidak menyembuhkan pasien.
Dokter Dewa Ayu Sasiary Sp.OG bersama dengan dua orang rekannya, dr. Hendry Siagian dan dr. Hendry Simanjuntak, divonis bersalah oleh Mahkamah Agung dengan tuduhan melakukan malapraktik terhadap Julia Fransiska Maketey yang meninggal saat melahirkan. Dokter Ayu langsung ditangkap di Balikpapan, sementara dua koleganya sudah masuk daftar pencarian orang (DPO).
Proses peradilan Ayu menarik simpati sejumlah dokter di daerah. Rencananya, mereka akan mogok berpraktik besok, aksi itu merupakan susulan setelah adanya demo di sejumlah daerah yang difasilitasi oleh sejumlah wadah profesi dokter.
sumber
Spoiler for Kejanggalan dalam Kasus Dr. Ayu Menurut YPKKI, Apa Saja?:
Sebagai dokter yang juga menangani pasien, Direktur YPKKI (Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia), Marius Wijayarta menganggap kasus dr. Ayu memiliki banyak kejanggalan.
Seperti yang disampaikannya kepada Liputan6.com, Jumat (22/11/2013), berikut kejanggalan yang dimaksud Marius:
1. Terlalu banyak dokter menangani pasien
"Jika ketiga dokter tersebut adalah dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi (Dokter Dewa Ayu Sasiary Sp.OG, dr. Hendry Siagian dan dr. Hendry Simanjuntak), ini jumlah yang terlalu banyak menangai pasien. Atau memang ada sesuatu sehingga perlu ditangani 3 dokter. Makanya perlu dierjelas dua rekan dr. Ayu siapa? spesialis atau bukan?," kata Marius.
2. Pembiaran terlalu lama
Sebelumnya, pihak korban mengaku, bahwa visum otopsi menyebutkan bahwa Julia Fransiska Makatey meninggal akibat masuknya emboli udara karena terlambat ganti Infus. Namun para dokter tidak mengetahui siapa yang mengganti infus selama observasi.
"Saya sedih mendengarnya. Ada pembiaran yang begitu lama, bahkan keluarga pasien hingga bicara mengenai negosiasi operasi (penggadaian kalung oleh pihak keluarga). Meskipun sebelumnya IDI mengatakan, bahwa ketiga dokter sempat mengeluarkan uang pribadi untuk membantu pasien. tapi yang jelas, seharusnya pasien dibantu dulu," katanya.
3. Masalah tanda tangan persetujuan tidak jelas
Menurut keterangan keluarga pasien (korban), proses operasi dilakukan tanpa sepengetahuan keluarga korban. Tapi pihak dokter berkilah bahwa saat itu kondisinya sedang darurat sehingga tim penasihat hukum terdakwa (tiga dokter) mengatakan bahwa operasi bisa dilakukan tanpa pemberitahuan ke keluarga.
Hal inipun ditanggapi Marius. Menurutnya, proses tanda tangan persetujuan operasi harus berupa surat yang ditandatangani dokter dan anggota keluarga korban.
“Dalam kasus apa pun, sekalipun kejadiannya emergency, maka sesuai undang-undang perlindungan konsumen nomor 8 tahun 1999 pasal 4 bagian C disebutkan salah satunya bahwa hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur. Dalam hal ini, pasien atau keluarga pasien harus mengetahu kondisi sebenarnya. Jelas hak konsumen atau pasien untuk tahu penyakit pasien atau diagnosis apa sehingga dokter kemudian ambil sikap sendiri," tegasnya.
sumber
Spoiler for Opini Keluarga Korban:
Kasus malpraktik yang menimpa Julia Fransiska Makatey (25) yang meninggal saat menjalani operasi Cito Sectio Caesaria pada April 2010, masih belum selesai. Kini keluarga korban menyatakan rasa kecewanya yang tidak pernah ia sampaikan sebelumnya.
Hal ini disampaikan langsung oleh pendamping keluarga korban sekaligus Ketua Komisi Daerah Perlindungan Anak Sulawesi Utara, Jull Takaliuang. Menurut Jull, keluarga korban sebenarnya tidak ingin terlalu mempermasalahkan hal ini. Tapi ibu korban, Yulin Mahengkeng mengaku terlalu sakit hati atas sikap dokter yang menangani anaknya.
"Julia datang ke Manado untuk melahirkan karena orangtuanya disini. Waktu itu, Siska (panggilan Julia Fransiska Makatey) cerita riwayat melahirkan anak pertamanya yang di vakum pada dokter Ayu dan Rekan. Makanya dia minta melahirkan caesar. Tapi dia malah dibentak oleh salah seorang dokter," kata Jull saat dihubungi Liputan6.com, Senin (25/11/2013).
Ketika minta untuk melahirkan caesar, Jull pun menceritakan bahwa salah satu dokter membentak Siska 'Hei, yang menentukan melahirkan itu bukan kamu! Mau operasi atau tidak?'. Siska akhirnya dipaksa untuk melahirkan normal.
"Tapi masalahnya disini ada pembiaran. Dari ia masuk rumah sakit hingga ia dioperasi, terlalu banyak waktu terbuang. Ia masuk rumah sakit pukul 07.00 Wita dan baru dioperasi pukul 22.00 Wita," kata Jull.
Jull menjelaskan, Siska datang sudah dalam keadaan pembukaan 8 sehingga ia harus sudah masuk ruang sterilisasi jadi orangtuanya tidak boleh masuk.
"Siska sempat berteriak-teriak karena mau minum. Tapi orangtua mau bawakan makanan dan minuman saja dilarang. Jadi keluarga hanya tahu Siska pas masuk RS dan keluar RS sudah meninggal," jelas Jull.
Sebelumnya, Ketua PB POGI, dr. Nurdadi Saleh, SpOG mengatakan, delapan jam masuk tahap persalinan, pasien (Siska) mengalami tanda-tanda gawat janin, sehingga ketika itu diputuskan untuk dilakukan operasi caesar darurat.
"Saat itu terlihat tanda tanda gawat janin, terjadi mekonium atau bayi mengeluarkan feses saat persalinan sehingga diputuskan melakukan bedah sesar. Sayangnya tak lama bayinya berhasil diselamatkan, Siska meninggal dunia," jelasnya beberapa waktu lalu.
sumber
Lanjutan di post #27
Semoga bermanfaat gan!
boleh dong minta rate

ama cendolnya gan

jangan lupa ninggalin jejak gan...

Diubah oleh bakaymen 27-11-2013 13:48
0
4.1K
Kutip
31
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan