Kabul, Sejak penyiraman air keras yang dilakukan oleh sepupunya, wajah Akhtara tak lagi seperti dulu. Separuh wajah perempuan berusia 29 tahun rusak akibat cairan itu. Kini ibu empat anak asal Kabul, Afghanistan, itu kerap menyembunyikan wajahnya yang rusak dengan cadar.

Pria penyiram air keras itu ternyata orang yang sama dengan orang yang telah membunuh suami Akhtara. Menurut Akhtara, ia menikah saat masih berusia 10 tahun dengan seorang pria dewasa yang kaya. Sepupunya itu cemburu, hingga nekat membunuh suaminya dan juga menyiram air keras ke wajahnya.

Sepupu itu bernama Amanullah. Setelah membunuh suami Akhtara beberapa tahun lalu, ia melarikan diri ke Pakistan. Tiga tahun kemudian ia kembali ke rumah ibunya. Suatu hari ia berkunjung ke rumah Akhtara. Malang tak dapat ditolak, saat membuka pintu Amanullah langsung menyiramkan air keras ke wajah Akhtara. Amanullah kemudian langsung kabur, meninggalkan Akhtara yang wajahnya melepuh dan terluka parah.

"Di malam ketika suami saya meninggal, Amanullah datang dan bertanya pada saya. Apakah saya akan menjanda hingga mati, atau saya mau menikah dengan dia. Dia berjanji memberi saya uang, dan sesekali mengunjungi saya," tutur Akhtara kepada Voice of America, yang dilansir Daily Mail, Selasa (26/11/2013).

Saat mendengar ketukan di pintu rumahnya, Akhtara mengira Amanullah datang untuk meminta maaf dan menyesali tindakannya yang telah membunuh suaminya. Ternyata Amanullah justru datang dan membuat hidup Akhtara semakin susah. Kini Akhtara tidak bisa memperoleh pekerjaan. Pilihan terakhir bagi Akhtara adalah mengemis di pinggir jalan agar tetap dapat merawat keempat anaknya yang masih kecil. Ia pun terpaksa bepergian dengan mengenakan cadar untuk menutupi bekas luka di wajahnya.

Wajah Akhtara pertama kali dipublikasikan oleh PBB atau United Nations General Assembly, pada International Day for the Elimination of Violence Against Women, atau Hari Penghapusan Kekerasan terhadap Wanita Internasional. Sekretari Jenderal PBB, Ban Ki-moon mengatakan bahwa melakukan kekerasan terhadap wanita dan anak perempuan sama saja dengan merusak kemanusiaan. Pernyataan tersebut diamini oleh UN Women Executive Director, Phumzile Mlambo-Ngcuka.

"Kita butuh melakukan edukasi di sekolah-sekolah, tentang hak asasi manusia dan rasa saling menghargai. Ini akan menginspirasi generasi muda untuk menjadi pemimpin yang mengutamakan kesetaraan manusia," ucapnya.