JANGAN KRIMINALISASI DOKTER DAN PROFESI KESEHATAN LAINNYA.
TS
KodokBuluw
JANGAN KRIMINALISASI DOKTER DAN PROFESI KESEHATAN LAINNYA.
maaf agan-agan kaskuser semuanya, ane kaga tahu mo naro di thread di kategori mana, jadi ane taro di lounge karna ane anggappaling rame pengunjungnya dan tujuan ane bikin thread, khususnya informasi ini semakin banyak yang tahu,
ane kaga ngarap , ane kaga ngarep , apa lagi
namun jika sekiranya hal tersebut diatas membuat thread ini semakin banyak yang baca silahkan lakukan.
langsung aja gan. thread ane bermula dari kasus yang ramai di bicarakan di media masa akhir2 ini. buat agan yang belum tahu silahkan ke thread ini:
maaf buat agan2 ts di atas ane comot Thread ente2 tanpa ijin.
karna hal2 yang disebutkan di thread-thread tersebut diatas maka ane berniat utk membuat thread tambahan, kebetulan ane ketemu artikel nya.
Spoiler for STOP KRIMINALISASI DOKTER part 1:
Stop Kriminalisasi Dokter!
Tlg Sebarkan ini ke semua masyarakat. Ada yang harus diketahui masyarakat awam tentang hukum kedokteran:
- Bahwa dokter hy berusaha semaksimal mgkn, bukan menjanjikan hasil. Krn ad yg namanya risiko medis aplg yg menyangkut tindakan operasi dll yg dpt menimbulkan efek berbahaya sampai kematian.
- Bahwa dlm tindakan kedokteran dpt tjd kelalaian jk melanggar standar prosedur tp ini jg hrs mengingat kondisi kedaruratan di mana kdg prosedur bisa dilewatkan krn keterbatasan sarana dan waktu, termasuk tdk perlu meminta izin pasien.
- Bahwa hukuman pidana mjd jalan terakhir krn hukumannya berat (bisa sampai dipenjara) shg bukti hrs kuat dan konkrit pdhl membuktikan sebab kematian tdklah mudah.
- Bahwa tindak pidana pada dokter plg jelas kalau dia sengaja melakukannya spt aborsi tanpa indikasi medis dll. Kalau mengobati pasien dan ternyata gagal, bisa jd itu risiko medis shg dokter tak bisa dipidana, bisa jadi itu lalai shg dokter hrs memberikan ganti rugi. Pemidanaan dokter yg lalai hy jk kelalaiannya berat.
- Bahwa pemidanaan thd dokter akan berdampak buruk bagi masyarakat krn dokter akan melakukan “defensive medicine” alias takut melakukan tindakan shg pasien darurat bisa tak selamat. Minat org mjd dokter (aplg dokter bedah dan kandungan) akan semakin kecil shg merugikan masyarakat. Dan ini sudah tjd di USA dll
- Bahwa di USA saja, dokter tak bisa dipidana ketika lalai dlm bekerja tp hy sampai tingkat perdata ganti rugi
- Bahwa persoalan hukuman penjara utk dokter yg tdk berizin, itu sudah direvisi oleh Mahkamah Konstitusi pada thn 2007 dgn hukuman denda saja. Lbh baik pemerintah fokus pada penertiban pengobatan alternatif yg lbh berbahaya lagi bagi masyarakat. Lebih baik lagi kalau pemerintah menyiapkan sistem kesehatan yg baik tanpa hrs selalu menyudutkan dokter. Lbh baik lg bagi aparat penegak hukum utk dpt memahami hukum kedokteran yg berbeda dgn bidang hukum lainnya.
(Pokja Perlindungan Profesi dan Hukum Kesehatan Gerakan Moral Dokter Indonesia Bersatu)
Spoiler for STOP KRIMINALISASI DOKTER part 2 ( opini dari rekan-rekan dokter):
Opini dari rekan dokter
PLEASE #LIKE #SHARE This Truth:
Dukun Alternatif dan Dukun Beranak tidak punya SIP tidak pernah tersangkut malpraktek. Dokter yang belajar bertahun-tahun untuk gelar profesi, melewati sekian tahap ujian kompetensi, menolong pasien yang akhirnya meninggal karena risiko medis dan komplikasi, dikatakan Malpraktek oleh praktisi hukum yang tidak mengerti duduk permasalahannya.
Semoga mereka yg mendiskreditkan profesi ini tidak akan pernah sakit dan mencari dokter….
#PrayForOurCollagues. Dr Ayu, SpOG dkk
*
[Eka E. P]
Tiga dokter kandungan, dr. A, dr. HS1 dan HS2 dinyatakan bersalah melakukan malpraktik thd perempuan Julia Fransiska Makatey. Dr. A saat ini bertugas di Balikpapan, teman Put dan 2 yuniornya masing2 dijatuhi hukuman 10 bulan penjara.
Disebutkan tgl 10 April 2010 ketiga terdakwa yg masih status bersekolah spesialis tsb melakukan operasi sectio caesaria thd korban. Krn masih sekolah sebagaimana calon2 dokter spesialis lainnya selama bekerja kurang lebih 5 tahun tentu saja mereka tak dibayar krn dianggap masa pengabdian.
Setelah operasi tiba2 pasien mengalami gagal jantung. Oleh saksi ahli diperkirakan oleh emboli/sumbatan bekuan darah/udara di paru2 shg gagal napas yg berlanjut gagal jantung. Emboli diketahui bisa tjd pd siapapun yg mengalami trauma, baik trauma fisik akibat operasi atau kecelakaan at trauma kimia dll.
Di pengadilan negeri manado ketiganya dinyatakan tak bersalah dan divonis bebas krn semua tindakan dilakukan sesuai prosedur. Akan tetapi setelah kasasi ke MA ketiganya di vonis bersalah hy krn disebutkan “tidak memberi tau tt kemungkinan pasien meninggal setelah operasi” juga dlm operasi darurat tsb tdk dilakukan pemeriksaan lengkap thd jantung dan pemeriksaan spesifik lainnya.
Semua dokter tau bahwa emboli paru tak ada hubungannya dg bentuk jantung/paru atau bahkan fungsi apapun. Bahkan anak yg khitan/sunat memiliki resiko yg sama tjd emboli paru. Dan utk melakukan pemeriksaan penunjang tambahan apalagi khusus biasanya dokter akan mempertimbangkan semua aspek, mulai waktu yg diharuskan cepat dlm keadaan darurat, untung rugi bagi pasien dan tentunya efek thd finansial pasien.
Pertanyaannya? Pantaskah dr. A, dkk dihukum penjara 10 bulan krn gagal menolong (ingat mereka tak dibayar sepeserpun!). Kalau saya yg disuruh menjawab saya akan katakan dg lantang dan jelas. Penolong yg menggunakan seluruh kemampuan terbaiknya untuk menolong dan gagal TIDAK PANTAS DIPENJARA!!!
Loh apa bedanya dg sopir yg nabrak orang dipenjara? Yo jelas beda jauh. Selama si sopir memiliki kapasitas utk menyopir (bukti SIM) dan dia menyopir dg benar tiba2 muncul seseorang yg menyerobot jalannya dan tertabrak, maka sang sopir bebas dari hukuman. Lah Afriani? Tentu saja Anda2 jauh lbh tau dari saya. Apalagi sang dokter berniat sungguh2 utk menolong! Ingat menolong!
Lalu adilkah hukuman itu? Jelas TAK ADIL! Bukan krn saya kenal baik dg ybs atau krn saya seorang dokter. Saya berkata sbg anggota masy yg peduli. Siapa yg akan menanggung kerugian akibat ketidakadilan hakim ini? Kita semua! Semua elemen bangsa ini akan dirugikan keputusan yg mungkin “melegakan” bagi sebagian orang yg senang dg kenyataan bahwa tyt “dokter bisa dipenjara” dan juga LSM ttt yg sgt gigih memperjuangkan “hukuman yg memuaskan” tsb hingga kasasi ke MA.
Apa harga yg harus dibayar :
1. Teror thd para dokter akan merugikan semua! Apakah anda puas kl Indonesia menjd smakin Amerika dg tuntut menuntutnya? Para dokter akan menjd was2 dlm menjalankan profesinya. Apakah itu baik? Ya cukup baik, tetapi tak berimbang dg kerugiannya yg sgt besar. Untung ruginya jomplang! Kerugiannya jelas akan ke pasien juga. Dokter akan melakukan praktik defensif medicine. Artinya ia akan meminta tandatangan setiap tindakan sekecil apapun serta perjanjian2 rumit lainnya. Kl si dokter tak yakin ia akan meminta seluruh pemeriksaan detil sebelum mau menolong pasien. Dan ini biayanya tentu sangat2 besar. Kl anda ke singapore cek up, meski anda sehat, mereka akan memeriksa dg “pemeriksaan canggih yg tak perlu” demi mengeruk keuntungan dan memuaskan nafsu dahaga orang2 kaya Indonesia yg paranoid thd kesehatannya.
2. Efek psikologis hub pasien dan dokter yg selama ini di wujudkan dlm bentuk rasa saling percaya akan berubah menjadi rasa saling curiga bahkan ketakutan. Ini akan merugikan semuanya.
3. Bangsa yg memilih utk menghukum penolong dan membebaskan pencuri/koruptor akan menghasilkan bangsa sakit. Bangsa yg paranoid. Tak saling percaya krn seakan2 tak ada lagi hal yg bisa dipercaya. Ini hukuman terberat yg akan kita pikul dalam membawa bangsa dg penduduk 240 juta jiwa ini menuju masa depan.
Lalu apakah dokter tak boleh dipenjara? Sebagai manusia biasa tentu saja sangat boleh. Tetapi harus digarisbawahi ; mereka dipenjara bukan karena gagal menolong!! Dokter dapat dipenjara dg syarat ketat :
1. Mereka melakukan kejahatan dg niat
2. Mereka terbukti benar2 menyalahi prosedur meskipun kesempatan, waktu dan keadaan memungkinkan utk melakukan prosedur yg tepat
3. Terlibat jelas kepentingan utk diri sendiri sang dokter dalam melakukan tindakan yg berakibat fatal eternity
4. Sekurang2nya sang dokter telah terbukti melanggar etika yg disepakati secara nyata.
Diluar itu saya akan berkata dg jelas STOP KRIMINALISASI DOKTER!!! Buat Dr. A, Dr. HS1 dan Dr. HS2, SpOG, kami bersamamu!!!
*
[Mia P]
Contoh kasus: ibu hamil mengalami distress nafas disertai fetal distress yg secara teori diperlukan pelaksanaan cito sectio caesaria. Keluarga pasien tidak ada di tempat. Apa dokter harus menunggu keluarga untuk persetujuan dgn akibat peningkatan resiko kematian sangat besar terhadap ibu dan bayi akibat penundaan sc? Atau dokter harus langsung sc tanpa menunggu keluarga?
Contoh kasus2: pasien serangan jantung mengalami edema paru akut disertai ventrikel fibrilasi yg secara teori perlu pertolongan pemasangan alat bantu nafas dan dc shock jantung. Keluarga pasien tidak ada di tempat. Apa dokter harus menunggu persetujuan keluarga untuk melakukan pertolongan tersebut dengan akibat peningkatan resiko kematian sangat besar pada pasien? Atau dokter harus langsung melakukan pertolongan tanpa menunggu keluarga?
Sebelum menjawab pertanyaan itu, coba kita baca dulu pemikiran sederhana saya di bawah ini.
1. Semua tindakan di bidang medis, baik yg memiliki dasar ilmiah (kedokteran) atau yg bersifat alternatif dgn kata lain belum memiliki dasar ilmiah(contoh herbal yg belum pernah diteliti secara ilmiah, dukun) PASTI memiliki resiko. Itu sebabnya dokter tidak pernah memberikan jaminan bahwa pengobatan pasti berhasil. Yang dokter bisa berikan adalah berdasarkan penelitian maka secara statistik, contohnya penderita penyakit A dengan obat AA sembuh sebesar sekian persen, efek samping sekian persen, dsb.
2. Triage pertolongan gawat darurat dibagi dalam tingkatan hijau (gawat darurat semu=tidak gawat=rawat jalan saja), kuning (gawat darurat ringan), merah (gawat darurat berat), biru (gawat darurat mengancam jiwa). Bila pasien datang dalam tingkat biru, secara otomatis SEHARUSNYA segera dilakukan pertolongan gawat darurat.
3. TIDAK ADA dokter yg berani menjamin pasien akan pulang ke rumah dalam keadaan bernafas (sembuh, atau paliatif) atau justru berpulang ke rahmatullah (meninggal). Bukankah hak mengambil nyawa adalah milik TUHAN semata?
4. Pedoman pengobatan selalu berkembang seiring dengan berkembangnya pemahaman terhadap penyakit. Contoh, di jaman batu tidak ada yg tahu tentang hipertensi dan terapinya. Sekarang,ada pedoman baik nasional maupun internasional tentang terapinya, dan itupun masih akan terus berkembang seiring dgn kemajuan teknologi. Bagaimana dgn obat yg harus digunakan? Dokter tentunya harus terus meng-update ilmu. Bila obat yg paling baik memang tersedia dan disediakan oleh pemerintah negara kita, tentunya dokter dengan senang akan menggunakan obat itu. Bila tidak? Otomatis dokter akan menggunakan jenis obat yg lebih lama. Bagaimana dgn penyakit yg jenis obatnya baru ditemukan? Biasanya, belum ada generiknya, disediakan dalam jumlah terbatas (baik untuk pasien askes atau jamkesmas) yg pemakaianya harus mendapat persetujuan PT Askes. Lalu bagaimana bila PT Askes tidak setuju? Otomatis dokter tidak bisa menggunakanya, pasien akan diminta untuk memakai obat2an jenis lama. Karena tidak mungkin dokter membelikan obat2an dan menanggung biaya pengobatan semua pasien.
Coba, teman2 saya, baik yg dokter maupun non dokter, dipikirkan dengan baik apa jawaban kasus di atas yaa. Sesuai dengan kata hati masing2 yg dilandasi dengan akal sehat. Diskusi dibuka. Mohon advis.
*
[Niken A. Z]
Dokter menolong pasien dan terjadi komplikasi medis di luar kuasa dokter, dituntut sebagai malpraktek. Sedangkan pasien rela datang sendiri ke pengobatan alternatif, rela kehilangan uang berjuta2, lalu kembali ke dokter karena bukannya sembuh tapi malah lebih parah, kok gak pernah nuntut dukun alternatifnya??? Stop kriminalisasi dokter!
*
[Erika S]
kata mama, jd dokter itu apapun judulna pasti makan.. ha3 iya ma, makan ati.. makan gaji suami soalna gaji qta g cukup buat makan..
kata mama, jd dokter tu klo ada kesulitan pasti ditolong ma temen sejawatna.. ha3 ma, ini bu menkes, yg itunganna msh sejawat ya ma, mau mbunuh sodarana pelan2..
Thread ini juga sebagai bentuk keprihatinan adanya kriminalisasi dokter yang menimpa Dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani, Sp.OG oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara sejak tanggal 8 November 2013 karena dituding melakukan kelalaian saat melakukan operasi cesar hingga menyebabkan pasiennya meninggal. Sementara dalam kasus itu jaksa sepertinya tak melihat secara jelas dan gamblang dari sisi pertimbangan medis, baik manfaat dan mudharatnya jika operasi secar itu tidak dilakukan.
Kasus yang dialami dr. Ayu ini sebenarnya dapat dialami oleh semua dokter dimanapun berada ( baik dalam dan luar negeri) dan resiko kematian memang sudah menjadi resiko yang ada dalam sebuah operasi. Sehingga datangnya kematian tak dapat diprediksi, dokter hanya menjalankan tugas sesuai prosedur, sementara hasil akhir Tuhan yang mengatur. Lain halnya jika dokter memang secara sengaja lalai (contoh: melakukan aborsi), layaklah sekiranya dokter semcam itu mendapatkan ganjaran hukuman setimpal.
Semoga keadilan dapat ditegakkan dan dr. Dewa Ayu, Sp.OG dapat segera terbebas dari segala tuntutan dan dikembalikan nama baiknya, sehingga para dokter di Indoensia dapat bekerja dengan nyaman dan tak ditakuti dengan bayang-bayang hukum, karena hal semacam itu akhirnya membuat kinerja dokter bukannya jadi hati-hati tapi justru jadi takut-takut hingga pada akhirnya pasien jualah yang dirugikan. Kasus ini juga telah memunculkan gerakan moral mogok dokter spesialis kandungan di bebeapa daerah sebagai wujud solidaritas bagi dr. Dewa Ayu, Sp.Og.
besok adalah hari aksi solidaritas dan tafakur nasional dari seluruh praktisi kedokteran dan kesehatan lainnya. jadi jangan heran kalo ada melihat pelayan2 kesehatan mengenakan pita hitam saat bertugas.