Supari, 31 tahun, salah seorang TKI overstayer di Arab Saudi asal Desa Luwungbata, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Brebes, menunjukkan stempel exit permit dalam Surat Perjalanan Laksana Paspornya (SPLP). TEMPO/Dinda Leo Listy
Quote:
Tenaga kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi harus punya banyak koneksi agar bisa kabur dari satu majikan ke majikan lain. Saran ini disampaikan Supari, bekas TKI di Saudi asal Desa Luwungbata, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Senin 18 November 2013.
Lima tahun di Saudi, Supari dan istrinya, Karsi, 30 tahun, berganti majikan hingga tujuh kali. Setelah dideportasi, dia kapok bekerja di Saudi. “Mereka hanya baik di awal, sudah itu keluar sifat aslinya, kejam,” ujarnya.
Supari mengisahkan memanfaatkan pekerjaannya sebagai sopir untuk menghapal rute di Riyad sampai Jeddah. Tiap bertemu pekerja lain, warga asing, maupun warga Arab, dia minta alamat dan nomor telepon agar sewaktu-waktu bisa dimintai bantuan. Supari dan Karsi memang belum pernah menerima hukuman fisik dari majikan, tapi mereka kenyang diperlakukan semena-mena. Selain hukuman potong gaji, mereka dibebani pekerjaan tambahan tanpa imbalan.
Dengan majikan pertama, Supari dan Karsi bertahan sembilan bulan. Mereka dilelang di Maktab Amal Riyadh (dinas tenaga kerja Saudi) senilai 5 ribu real (Rp 67,5 juta) dan ditebus majikan lain di Kota Riyad. Pada majikan kedua, mereka bertahan 21 bulan sebelum memutuskan kabur.
Sebelum kabur, Supari menghubungi kenalannya, warga Saudi. Dengan mobil sedan, Supari, Karsi, dan koper bawaannya dijemput dini hari. “Dia meminta ongkos 2.000 real (sekitar Rp 5,4 juta) untuk membawa saya dari Riyad ke Jedah,” kata Supari.
Karena uangnya tinggal 500 real (Rp 1,3 juta), Supari bersedia digaji rendah oleh majikan ketiga di Khalidiyah, Jedah. Supari dan Karsi hanya bertahan 1,5 bulan. Gaji bulan pertamanya sebagai sopir dan istrinya sebagai pembantu rumah tangga untuk modal kabur lagi.
Dari kenalannya juga dia ditampung majikan baru di Faisaliyah, Jedah. Tapi hanya bertahan empat bulan dan mereka pindah ke majikan kelima. Mereka kabur lagi dan ditampung seorang janda dengan perangai jauh lebih baik.
Tapi, ketika pemerintah Saudi melarang warganya mempekerjakan warga asing berstatus ilegal pada tahun ini, majikan yang ini memecat Supari dan Karsi. “Dia takut kena sanksi denda 10 ribu real (Rp 27 juta),” ujar Supari.
Dia memperoleh majikan baru keturunan Yaman, tapi hanya bertahan 5,5 bulan sebelum akhirnya mengurus amnesti.
Menurut bendahara Brebes Migran Center, Cahyo, banyak TKI di Saudi terpaksa pindah majikan karena lemahnya perlindungan pemerintah Indonesia. “Hukum Arab Saudi untuk membela warganya sendiri. Sementara diplomasi pemerintah Indonesia masih lemah,” kata Cahyo.
sumber:
TEMPO
kasihan ya mendengar kisahnya, aku kira banyak TKI yang ga bener makanya majikannya geram eh ternyata banyak majikannya yang kurang ajar
