SuaraKontak.com- The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) yang dibentuk pada tahun 1967 awalnya memiliki 5 negara anggota, yaitu : Indonesia, Malaysia, Philippina, Singapura dan Thailand. Pada tahun 1984 Brunei Darusslam bergabung bersama ASEAN, diikuti oleh Vietnam yang baru ikut serta setelah merdeka dari jajahan Inggris pada tanggal 28 Juli 1995, Laos dan Myanmar bergabung pada tanggal 23 juli 1997 yang bertepatan dengan hari jadi ASEAN yang ke 30, Kamboja bergabung menjadi anggota ASEAN pada tanggal 30 April 1999.
Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN IV (KTT ASEAN IV) di Singapura pada tahun 1992 yang dihadiri oleh masing-masing Kepala Negara anggota ASEAN menghasilkan kesepakatan untuk membentuk AFTA (Asean Free Trade Area). AFTA adalah kawasan bebas perdagangan yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi kawasan ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia yang akan dicapai dalam jangka waktu 15 tahun.
Perkembangan terakhir terkait AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi ke sepuluh Negara anggota ASEAN,
Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan hadirnya AFTA membawa peluang besar bagi Indonesia untuk memperbaiki standar ekonomi. Keutungan yang diperoleh dari jenis produk dengan harga dan mutu yang beragam tersedia di pasar domestik semakin banyak, dan yang paling penting kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan negara anggota ASEAN lainnya. Tetapi apakah Indonesia sudah siap dalam menghadapi AFTA ?
Dirjen IKM Kementerian Perindustrian Euis Saedah megatakan "Kita akan mengikuti AEC 2015, bisa jadi negara tetangga sudah intip-intip kelemahan ke kita. Kita juga perlu intip-intip negara lain atau biasa disebut industry Intelligent," ungkap Euis saat berdiskusi interaktif kekayaan intelektual sebagai aset masa depan bangsa di Gedung Kementerian Perindustrian Jakarta, Kamis (25/04/2013).
Sumber Daya Manusia di Indonesia dituntut secara berkala meningkatkan kemampuan dalam menjalankan bisnis secara professional. Hal ini berguna untuk memenangkan kompetisi yang tercipta antara negara anggota ASEAN lainnya baik dalam memanfaatkan peluang pasar domestik maupun pasar negara anggota ASEAN lainnya.
Berkaca dari pernyataan diatas, keadaan masyarakat Indonesia dirasa belum siap untuk menghadapi persaingan AFTA. Salah satu diantaranya Rancangan Undang-undang tentang Keinsinyuran yang saat ini dibahas di Badan Legislatif (Baleg), dianggap penting untuk menghadapi persaingan dan perdagangan bebas ASEAN (AFTA) 2015. Sebagian infrastruktur hasil kerja para insinyur di Indonesia masih dianggap banyak persoalan. Belum lagi, Kaum Intelektual seperti mahasiswa yang belum memenuhi Kriteria sebagai pribadi yang siap untuk ikut serta dalam ketatnya persaingan AFTA. Rendahnya jumlah mahasiswa yang lancar berbahasa internasional (Bahasa Inggris) secara aktif menjadi salah satu faktor utama.
Bahasa merupakan perangkat utama dalam menghadapi persaingan AFTA. Jika mahasiswa tidak menguasai bahasa asing, bagaimana caranya mereka bisa menjalankan bisnis mereka secara professional?
Lepas dari faktor kebahasaan, faktor mental juga dirasa sangat penting dalam menghadapi persaingan AFTA. Jika pribadi tersebut tidak memiliki mental yang kuat, tentulah ia akan mudah menyerah. Sedangkan AFTA menuntut untuk terus berinovasi dan berkreasi agar tidak kalah saing dengan competitor yang ada.
Untuk itu, wadah mahasiswa (universitas) untuk mendapatkan semua ilmu untuk menghadapi persaingan yang akan terjadi nanti haruslah membentuk mahasiswa/I menjadi pribadi yang siap bersaing di kancah internasional. Dengan mengedepankan praktek di atas teori dirasa akan sangat membantu mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmu yang sudah mereka terima.(BELLA )