- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Layar Ponsel Makin Lebar, Makin Disukai


TS
noviaputrii
Layar Ponsel Makin Lebar, Makin Disukai

Quote:
Jika berbicara soal perangkat multifungsi atau two-in-one, jangan lupakan telepon seluler cerdas yang juga berfungsi sebagai tablet, atau dikenal dengan istilah phablet.
Menurut pemerhati pasar gadget di Tanah Air, Herry Setiadi Wibowo, pengguna phablet di Indonesia kini tak hanya datang dari kelas atas, tapi dari semua lapisan masyarakat.
Kepada Satwika Movementi dari Tempo, Herry menjelaskan alasan produk ini sangat digemari dan seperti apa tren penggunaan phablet di Indonesia.
Seperti apa tren perangkat two-in-one ini?
Orang memilih perangkat two-in-one karena ingin merasa nyaman saat bekerja namun tetap enak dibawa ke mana saja. Sebab, dalam satu perangkat ada dua fungsi sekaligus. Tingginya permintaan akan produk ini membuat produksi ponsel berlayar lebar atau phablet akan terus tumbuh.
Sebenarnya batasan antara ponsel cerdas dan phablet semakin kabur. Ada produsen yang memproduksi gadget dengan layar seluas 6 inci, tapi masih menyebutnya sebagai ponsel cerdas. Di lain pihak, ada juga ponsel 5 inci yang sudah dikatakan mengarah ke tablet. Sebenarnya itu tidak terlalu tepat.
Samsung saat ini adalah pemimpin pasar gadget dunia. Apa yang mereka produksi cenderung akan diikuti oleh produsen lain. Ibaratnya, jika nanti Samsung memproduksi perangkat dengan ukuran layar lebih besar, produsen lain akan mengikuti.
Apa daya tarik sebuah phablet?
Phablet sangat praktis. Orang tidak perlu membawa ponsel dan tablet sekaligus untuk melakukan pekerjaan. Dari segi fitur, perangkat ini juga tak kalah dengan tablet. Misalnya, aplikasi Word juga sudah bisa diakses tanpa harus menggunakan tablet.
Kalau dibandingkan dengan ponsel cerdas biasa tentu sangat menarik. Sebab, dengan layar yang lebar, pengguna akan puas mengakses beragam aplikasi. Tetapi akan berbeda jika dibandingkan dengan tablet. Justru ini menjadi kelemahannya.
Seperti apa kelemahannya?
Kelemahan terutama dari sisi kenyamanan. Sekalipun kini banyak pekerjaan yang bisa dilakukan secara mobile, tidak semuanya nyaman diakses melalui phablet. Bayangkan kalau kita harus mengedit pekerjaan dengan format Excel lewat layar berukuran 6 inci. Ini pasti tidak nyaman.
Seperti apa tren phablet di Indonesia?
Orang Indonesia sangat mudah diarahkan. Maksudnya, mau seperti apa trennya pasti mereka ikuti. Semahal apa pun harganya, pasti ada saja peminatnya di Indonesia. Apalagi sekarang sedang tren ponsel atau phablet yang layarnya lebar. Mereka akan dengan mudah diarahkan.
Bisa dibilang saat ini yang dicari orang Indonesia adalah ponsel dengan layar lebar. Makin lebar layarnya, makin disukai.
Siapa target pengguna paling potensial?
Secara global tergantung dari mereknya. Yang pasti target utamanya adalah pekerja yang rutin bekerja di luar kantor. Konsumen seperti ini tidak bermasalah dengan duit, yang penting punya perangkat yang memenuhi kebutuhan kerja dan hiburan.
Berikutnya adalah orang dengan orientasi lifestyle. Mereka tidak terlalu paham mengenai fungsi fitur di perangkat two-in-one. Tapi, demi gaya, misalnya untuk foto, mereka rela membelinya.
Ada juga kelas menengah sampai bawah yang ingin membeli phablet tetapi terbentur harga yang mahal. Untuk kalangan ini, mereka memilih beli produk dengan jenis atau merek menengah. Demi punya phablet, mereka siap berkompromi dengan kenyamanan.
Bagaimana dengan vendor lokal, apakah mereka mampu membidik konsumen tersebut?
Bisa saja, terutama untuk kelas pemula sampai menengah. Sampai sekarang perangkat two-in-one yang paling laku harganya di kisaran Rp 1-2,5 juta.
Menurut pemerhati pasar gadget di Tanah Air, Herry Setiadi Wibowo, pengguna phablet di Indonesia kini tak hanya datang dari kelas atas, tapi dari semua lapisan masyarakat.
Kepada Satwika Movementi dari Tempo, Herry menjelaskan alasan produk ini sangat digemari dan seperti apa tren penggunaan phablet di Indonesia.
Seperti apa tren perangkat two-in-one ini?
Orang memilih perangkat two-in-one karena ingin merasa nyaman saat bekerja namun tetap enak dibawa ke mana saja. Sebab, dalam satu perangkat ada dua fungsi sekaligus. Tingginya permintaan akan produk ini membuat produksi ponsel berlayar lebar atau phablet akan terus tumbuh.
Sebenarnya batasan antara ponsel cerdas dan phablet semakin kabur. Ada produsen yang memproduksi gadget dengan layar seluas 6 inci, tapi masih menyebutnya sebagai ponsel cerdas. Di lain pihak, ada juga ponsel 5 inci yang sudah dikatakan mengarah ke tablet. Sebenarnya itu tidak terlalu tepat.
Samsung saat ini adalah pemimpin pasar gadget dunia. Apa yang mereka produksi cenderung akan diikuti oleh produsen lain. Ibaratnya, jika nanti Samsung memproduksi perangkat dengan ukuran layar lebih besar, produsen lain akan mengikuti.
Apa daya tarik sebuah phablet?
Phablet sangat praktis. Orang tidak perlu membawa ponsel dan tablet sekaligus untuk melakukan pekerjaan. Dari segi fitur, perangkat ini juga tak kalah dengan tablet. Misalnya, aplikasi Word juga sudah bisa diakses tanpa harus menggunakan tablet.
Kalau dibandingkan dengan ponsel cerdas biasa tentu sangat menarik. Sebab, dengan layar yang lebar, pengguna akan puas mengakses beragam aplikasi. Tetapi akan berbeda jika dibandingkan dengan tablet. Justru ini menjadi kelemahannya.
Seperti apa kelemahannya?
Kelemahan terutama dari sisi kenyamanan. Sekalipun kini banyak pekerjaan yang bisa dilakukan secara mobile, tidak semuanya nyaman diakses melalui phablet. Bayangkan kalau kita harus mengedit pekerjaan dengan format Excel lewat layar berukuran 6 inci. Ini pasti tidak nyaman.
Seperti apa tren phablet di Indonesia?
Orang Indonesia sangat mudah diarahkan. Maksudnya, mau seperti apa trennya pasti mereka ikuti. Semahal apa pun harganya, pasti ada saja peminatnya di Indonesia. Apalagi sekarang sedang tren ponsel atau phablet yang layarnya lebar. Mereka akan dengan mudah diarahkan.
Bisa dibilang saat ini yang dicari orang Indonesia adalah ponsel dengan layar lebar. Makin lebar layarnya, makin disukai.
Siapa target pengguna paling potensial?
Secara global tergantung dari mereknya. Yang pasti target utamanya adalah pekerja yang rutin bekerja di luar kantor. Konsumen seperti ini tidak bermasalah dengan duit, yang penting punya perangkat yang memenuhi kebutuhan kerja dan hiburan.
Berikutnya adalah orang dengan orientasi lifestyle. Mereka tidak terlalu paham mengenai fungsi fitur di perangkat two-in-one. Tapi, demi gaya, misalnya untuk foto, mereka rela membelinya.
Ada juga kelas menengah sampai bawah yang ingin membeli phablet tetapi terbentur harga yang mahal. Untuk kalangan ini, mereka memilih beli produk dengan jenis atau merek menengah. Demi punya phablet, mereka siap berkompromi dengan kenyamanan.
Bagaimana dengan vendor lokal, apakah mereka mampu membidik konsumen tersebut?
Bisa saja, terutama untuk kelas pemula sampai menengah. Sampai sekarang perangkat two-in-one yang paling laku harganya di kisaran Rp 1-2,5 juta.
sumber: TEMPO
memang sih karena layar besar itu lebih puas

Quote:
Permintaan Phablet Naik, Aksesori Ikut Terkerek
Pemerhati pasar gadget, Herry Setiadi Wibowo, menilai telepon seluler cerdas yang sekaligus berfungsi sebagai tablet, atau dikenal dengan istilah phablet, menjadi perangkat bergerak yang paling disukai saat ini, termasuk di Indonesia.
Di sisi lain, lantaran phablet mulai menyundul pasar tablet, ia memprediksi ukuran layar sabak ajaib ini bakal bertambah luas. “Mungkin tablet 10-14 inci malah akan populer,” kata dia. Nah, semakin tingginya permintaan perangkat bergerak ini akan menyebabkan tingginya kebutuhan aksesori pendamping.
Herry menyebutkan aksesori yang banyak diburu adalah headset Bluetooth berbentuk pena. Contohnya adalah perangkat buatan Samsung, yaitu HM5000 Pen Type Bluetooth 3.0 Headset. Samsung memproduksi aksesori tersebut untuk memudahkan penggunanya dalam berkomunikasi ketika sedang bergerak.
Tak seperti headset Bluetooth pada umumnya, yang digunakan dengan cara dijepit di telinga, pena tersebut lebih praktis. “Cukup diselipkan di saku kemeja seperti pena biasa dan tidak banyak yang tahu kalau ini untuk menelepon,” ucap Herry.
Meski penggunaan perangkat Bluetooth di Indonesia masih kurang lazim, menurut dia, aksesori semacam itu akan disukai masyarakat. “Orang Indonesia senang mencoba beragam teknologi terbaru, dari yang murah sampai yang paling mahal.”
Dari sisi bisnis, Herry memperkirakan aksesori tersebut nantinya juga akan dibuat oleh pihak ketiga. “Jadi bukan hanya oleh vendor atau produsen yang menyediakan teknologi,” kata dia.
Peluang inilah yang harus dimanfaatkan oleh produsen lokal guna memperluas pangsa pasar. Sejumlah produsen perangkat bergerak dalam negeri sudah berhasil menyasar konsumen. Kini saatnya produsen menciptakan aksesori pendamping seperti yang sudah diperkenalkan oleh merek global.
Meski tidak mudah, hal tersebut tidaklah mustahil, mengingat orang Indonesia senang akan hal baru. “Orang Indonesia ibaratnya terombang-ambing, jadi tinggal diarahkan saja ke tren yang mana,” kata Herry.
sumber: TEMPO
Pemerhati pasar gadget, Herry Setiadi Wibowo, menilai telepon seluler cerdas yang sekaligus berfungsi sebagai tablet, atau dikenal dengan istilah phablet, menjadi perangkat bergerak yang paling disukai saat ini, termasuk di Indonesia.
Di sisi lain, lantaran phablet mulai menyundul pasar tablet, ia memprediksi ukuran layar sabak ajaib ini bakal bertambah luas. “Mungkin tablet 10-14 inci malah akan populer,” kata dia. Nah, semakin tingginya permintaan perangkat bergerak ini akan menyebabkan tingginya kebutuhan aksesori pendamping.
Herry menyebutkan aksesori yang banyak diburu adalah headset Bluetooth berbentuk pena. Contohnya adalah perangkat buatan Samsung, yaitu HM5000 Pen Type Bluetooth 3.0 Headset. Samsung memproduksi aksesori tersebut untuk memudahkan penggunanya dalam berkomunikasi ketika sedang bergerak.
Tak seperti headset Bluetooth pada umumnya, yang digunakan dengan cara dijepit di telinga, pena tersebut lebih praktis. “Cukup diselipkan di saku kemeja seperti pena biasa dan tidak banyak yang tahu kalau ini untuk menelepon,” ucap Herry.
Meski penggunaan perangkat Bluetooth di Indonesia masih kurang lazim, menurut dia, aksesori semacam itu akan disukai masyarakat. “Orang Indonesia senang mencoba beragam teknologi terbaru, dari yang murah sampai yang paling mahal.”
Dari sisi bisnis, Herry memperkirakan aksesori tersebut nantinya juga akan dibuat oleh pihak ketiga. “Jadi bukan hanya oleh vendor atau produsen yang menyediakan teknologi,” kata dia.
Peluang inilah yang harus dimanfaatkan oleh produsen lokal guna memperluas pangsa pasar. Sejumlah produsen perangkat bergerak dalam negeri sudah berhasil menyasar konsumen. Kini saatnya produsen menciptakan aksesori pendamping seperti yang sudah diperkenalkan oleh merek global.
Meski tidak mudah, hal tersebut tidaklah mustahil, mengingat orang Indonesia senang akan hal baru. “Orang Indonesia ibaratnya terombang-ambing, jadi tinggal diarahkan saja ke tren yang mana,” kata Herry.
sumber: TEMPO
alhamdulilah banyak yang terkena rezeki juga apalagi banyak startup lokal yang bisa dibilang berjaya karena kemajuan teknologi

0
7.2K
Kutip
116
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan