- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
uniknya derby merseyside, liverpool vs everton!!!


TS
jerrykun08
uniknya derby merseyside, liverpool vs everton!!!

CTRL + D dlu gan



terimakasih udah mampir di thread pertama ane


Spoiler for bukti no repsol:
Spoiler for bukti:

Spoiler for lagi gan:

Quote:
disini ane mau ngebahas tentang uniknya derby merseyside anatara liverpool dan everton, soalnya derby tadi malam seru banget 

Spoiler for beritanya:
VIVAbola - Daniel Sturridge akhirnya menjadi penyelamatLiverpool setelah mencetak gol penyeimbang di akhir babak kedua. Dengan gol itu, Everton dan Liverpool berbagi satu angka karena pertandingan berakhir dengan skor 3-3.
Dalam laga yang digelar di Goodison Park, Sabtu 23 November 2013, Liverpool sebenarnya mampu unggul di babak pertama dengan skor 1-2 dari tuan rumah, Everton. Gol di babak pertama tercipta lewat Philippe Coutinho (menit 5), Kevin Mirallas (menit 8), dan Luis Suarez (menit 19).
Namun, pada paruh kedua, jalannya pertandingan berubah ketikaEverton mampu membuat gol penyeimbang lewat Romelu Lukaku di menit 72. Lukaku yang berkali-kali membombardir gawang Simon Mignolet akhirnya mampu mencetak gol usai memanfaatkan kemelut di depan gawang Liverpool.
Empat menit berselang, Lukaku kembali mencetak gol yang membawa timnya unggul 3-2. Umpan dari sepak pojok ditanduknya dengan sempurna. Mignolet yang sudah mati langkah, hanya mampu melihat bola meluncur deras ke gawangnya.
Tidak mau pulang tanpa poin, manajer Brendan Rodgers pun membuat perubahan dengan memasukkan Sturridge. Hasilnya, Sturridge mampu mencetak gol penyeimbang di menit 89.
Sepakan bebas Steven Gerrard, diteruskan olehnya dengan kepala. Bola yang meluncur deras sama sekali tidak bisa dibendung oleh Tim Howard. Hingga akhir laga, skor 3-3 bertahan.
Dengan hasil ini, Liverpool masih tertahan di peringkat 2 klasemen sementara dengan perolehan 24 poin. Posisi mereka rawan dikudeta oleh Southampton atau Chelsea jika mereka mampu menang dari lawannya masing-masing.
Sementara Everton, mereka kini naik satu tingkat ke peringkat 5, menggusur Manchester United dengan perolehan poin yang sama, 21.
Susunan Pemain
Everton (4-4-2): Tim Howard (GK); Leighton Baines (Gerard Deulofeu 50'), Phil Jagielka, Sylvain Distin, Seamus Coleman; James McCarthy, Gareth Barry, Steven Pienaar (John Stones 84'), Ross Barkley; Kevin Mirallas (Leon Osman 88'), Romelu Lukaku.
Liverpool (4-4-1-1): Simon Mignolet (GK); Glenn Johnson, Martin Skrtel, Daniel Agger, Jon Flanagan; Jordan Henderson, Lucas Leiva Daniel Sturridge 76'), Steven Gerrard, Joe Allen (Victor Moses 68'); Philippe Coutinho; Luis Suarez.
sumber
Dalam laga yang digelar di Goodison Park, Sabtu 23 November 2013, Liverpool sebenarnya mampu unggul di babak pertama dengan skor 1-2 dari tuan rumah, Everton. Gol di babak pertama tercipta lewat Philippe Coutinho (menit 5), Kevin Mirallas (menit 8), dan Luis Suarez (menit 19).
Namun, pada paruh kedua, jalannya pertandingan berubah ketikaEverton mampu membuat gol penyeimbang lewat Romelu Lukaku di menit 72. Lukaku yang berkali-kali membombardir gawang Simon Mignolet akhirnya mampu mencetak gol usai memanfaatkan kemelut di depan gawang Liverpool.
Empat menit berselang, Lukaku kembali mencetak gol yang membawa timnya unggul 3-2. Umpan dari sepak pojok ditanduknya dengan sempurna. Mignolet yang sudah mati langkah, hanya mampu melihat bola meluncur deras ke gawangnya.
Tidak mau pulang tanpa poin, manajer Brendan Rodgers pun membuat perubahan dengan memasukkan Sturridge. Hasilnya, Sturridge mampu mencetak gol penyeimbang di menit 89.
Sepakan bebas Steven Gerrard, diteruskan olehnya dengan kepala. Bola yang meluncur deras sama sekali tidak bisa dibendung oleh Tim Howard. Hingga akhir laga, skor 3-3 bertahan.
Dengan hasil ini, Liverpool masih tertahan di peringkat 2 klasemen sementara dengan perolehan 24 poin. Posisi mereka rawan dikudeta oleh Southampton atau Chelsea jika mereka mampu menang dari lawannya masing-masing.
Sementara Everton, mereka kini naik satu tingkat ke peringkat 5, menggusur Manchester United dengan perolehan poin yang sama, 21.
Susunan Pemain
Everton (4-4-2): Tim Howard (GK); Leighton Baines (Gerard Deulofeu 50'), Phil Jagielka, Sylvain Distin, Seamus Coleman; James McCarthy, Gareth Barry, Steven Pienaar (John Stones 84'), Ross Barkley; Kevin Mirallas (Leon Osman 88'), Romelu Lukaku.
Liverpool (4-4-1-1): Simon Mignolet (GK); Glenn Johnson, Martin Skrtel, Daniel Agger, Jon Flanagan; Jordan Henderson, Lucas Leiva Daniel Sturridge 76'), Steven Gerrard, Joe Allen (Victor Moses 68'); Philippe Coutinho; Luis Suarez.
sumber
Spoiler for cekibroot gan:
Spoiler for Merseyside:
Merseysidemerupakan sebuah county di Inggris yang memiliki luas wilayah 645 km² dan populasi 1.365.900 jiwa (2005). Ibu kotanya ialah Liverpool. County (dibaca 'kaunti'), secara umum adalah sub-unit dari pemerintahan daerah yang memiliki yurisdiksi sendiri, atau di Indonesia yang pada zaman kolonial Belanda dan pada awal kemerdekaan Indonesia (sebelum berdirinya Republik Indonesia Serikat) dikenal dengan sebutan “Karesidenan”. Pada awalnya, di Eropa, county merupakan wilayah di bawah yurisdiksi seorang count (istrinya disebut dengan countess), penguasa suatu wilayah dan mengelolanya bagi kepentingan bangsawan penguasa daerah yang lebih besar. Di wilayah berbahasa Jerman, county disebut sebagai Grafschaft dan padanan count adalah Graf, sedangkan dalam bahasa Jerman padanannya adalah comte. Dalam bahasa Indonesia, seorang count (dalam pengertian awal) dapat disebut sebagai “tuan tanah.” (seperti DIY di kalo di Indonesia CMIIW)
Spoiler for Liverpool:
Liverpooladalah sebuah kota dan distrik metropolitan di Merseyside, Inggris. Liverpool terletak di sebelah tebing timur Muara Sungai Mersey di bagian barat laut Inggris. Liverpool dibangun di kawasan berbukit rendah, dengan kawasan Bukit Everton setinggi 70 meter sebagai kawasan tertinggi. Kawasan perkotaan Liverpool memanjang sampai ke Bootle and Crosby dalam daerah Sefton di sebelah utara, dan sampai ke kawasan Huyton dan prescot dalam daerah Knowsley dis ebelah Timur. Liverpool menghadap Wallasey dan Birkenhead di seberang Sungai Mersey di sebelah Barat. Pusat kota Liverpool terletak sekitar 8 kilometer dari Teluk Liverpool dan Laut Irlandia. Liverpool dikelola oleh Dewan Kota Liverpool, satu dari 5 Dewan di dalam Wilayah Metropolitan Merseyside. Liverpool adalah termasuk salah satu kota utama di Inggris dan mempunyai `jumlah penduduk ke lima terdbesar dengan populasi sebanyak 441,477 dalam tahun 2002, dan untuk konurbasi Merseyside, populasinya mencapai 1,362,026. Penduduk Liverpool dipanggil Liverpudlians dan dijuluki "Scousers", yang merujuk kepada 'scouse', sebuah masakan yang dikukus. Scouse kini lebih dikaitkan dengan logat orang-orang Liverpool. Pada akhir abad ke-19, Liverpool mengklaim dirinya sebagai "Pelabuhan Kedua Kerajaan Britania" (Second Port of the Empire) karena mengendalikan jumlah kargo paling banyak kedua setelah London. Liverpool juga menjadi pusat perindustrian, tetapi dalam abad ke-20, Liverpool kehilangan dasar perindustriannya dan perekonomiannya merosot. Kini ekonomi Liverpool telah naik kembali. Liverpool terkenal sebagai pusat budaya, khususnya kaitannya dengan musik pop; Liverpool adaah tempat lahirnya The Beatles, Cilla Blackdan Gerry and The Pacemakers. Pada tahun 2008, Liverpool memegang gelar "Ibukota Budaya Eropa" (European Capital of Culture). (nah ini baru Yogyakartanya gan CMIIW)
Derby Merseyside adalah derby paling menjengkelkan buat saya. Niat untuk menonton langsung tak pernah kesampaian. Setidaknya tiga kali saya sudah datang ke stadion, sekali di Anfield dan dua kali di Goodison Park, tiga kali pula saya mundur teratur.
Saya pikir kemampuan saya untuk selalu mendapatkan tiket di pertandingan apapun sudah lumayan hebat. Dibantu kemampuan tawar-menawar istri saya yang orang Padang, yang katanya jagoan alami untuk urusan tawar menawar ini, mudahlah untuk mendapat tiket dengan harga yang masuk akal. Ternyata salah. Gabungan kemampuan kami berdua tak berguna di Liverpool. Harga tiket di pasar gelap tetap membubung tinggi tak terjangkau kantong.
Meminta tolong jaringan kawan pendukung Liverpool dan Everton di London sama saja. Mereka hanya angkat bahu dan "Its Liverpool,"’ jawab pendukung Everton, atau "Its Everton," jawab pendukung Liverpool. Seolah jawaban singkat itu sudah menjelaskan semuanya.
Pertandingan Everton-Liverpool harus diakui memang agak berbeda dengan derby lain yang ada di Inggris ini. Penggemar kedua klub ini atau penggemar sepakbola Inggris saya yakin sudah tahu bagaimana pilin kelindan sejarah dua klub ini. Keduanya lahir dari rahim yang sama di Anfield. Everton dan Liverpool selayak saudara kandung yang berselisih.
Perselisihan itu mungkin saja sudah 120 tahun silam ketika Everton menolak kenaikan uang sewa Anfield dan memilih pindah, dan pemilik Anfield kemudian mendirikan Liverpool. Tetapi 120 tahun tidaklah bisa disebut lama dalam perputaran waktu. Apalagi untuk kota sekecil Liverpool yang penduduknya hingga sekarang tak lebih dari 500 ribu orang itu. Kalau melebar hingga ke kawasan sekitarnya bisa mencapai lebih satu juta.
Sangat gampang bagi cerita perselisihan itu untuk lestari hingga kini. Guratnya masih membekas dalam. Orang bilang perselisihan antarkelompok meninggalkan bekas, perselisihan saudara menghunjam ke ulu hati. Serapah "greedy bastard" -- haram jadah rakus -- dari 120 tahun yang lalu masih biasa saling mereka lontarkan. Siapa yang rakus tentu saja tergantung di mana anda berdiri dan klub mana yang anda dukung.
Mengingatkan akan adanya perselisihan itu juga sangat gampang. Stadion kedua klub hanya sepelemparan batu jauhnya. Hanya terpisahkan oleh sebuah taman kota, Stanley Park yang tak lebih dari 500 meter persegi besarnya. Goodison Park di barat laut Stanley Park, sementara Anfield di tenggara. Bagi penduduk Liverpool kedua stadion itu adalah monumen pengabadian perselisihan yang terjadi di masa lalu.
Pertandingan antara kedua klub ini karenanya membawa nuansa yang sangat "pribadi", khas Liverpool. Saya tak ingin melakukan penilaian dengan mengatakan kedua pendukung klub menyeret sejarah perselisihan dari masa lalu dalam rivalitas modern. Tetapi, beradalah sehari atau dua di Liverpool menjelang pertandingan, sangat sulit untuk tidak merasakan getarnya. Kota itu seperti terserang demam.
Karenanya, mereka yang mempunyai tiket jarang sekali yang mau melepaskannya, kecuali dengan harga yang tidak masuk akal seperti yang saya alami. Ini persoalan keluarga, orang lain tak perlu ikut bersaksi.
Mereka yang mempunyai tiket ingin menjadi saksi penuntasan perselisihan itu di lapangan. Membuktikan bahwa klub merekalah yang layak jadi penguasa Liverpool. Minimal penguasa hingga ke pertandingan berikutnya.
Namun, di samping warisan perselisihan yang tajam itu, derby Merseyside juga menghadirkan keharuan dan "kebingungan". Ini lagi-lagi khas derby Merseyside. Ia membelah kesetiaan keluarga, bapak dan anak, sepupu, saudara dekat dan jauh, kakek dan cucu, dan antarteman dekat dengan sangat nyata.
Dulu, di awal-awal pindahnya Everton dan berdirinya Liverpool, konon membelah pendukung kedua klub masih gampang. Mereka terpecah antara yang setuju dengan kepindahan Everton dari Anfield dan pendukung pemilik Anfield untuk mendirikan klub sendiri. Dan pendukung Everton sebagai klub yang lebih tua tentu saja lebih banyak. Akan tetapi, seiring waktu terjadi "perkimpoian campur" antar pendukung kedua klub. Liverpool seperti saya katakan bukanlah kota yang besar dengan jumlah penduduk yang tak terlalu besar. Hingga tahun 1970an perkimpoian masih lazim terjadi antar sesama penduduk kota. Dan menjadi pendukung klub berbeda tentu saja tidak cukup menjadi landasan bagi cinta untuk kandas. Muncullah generasi baru keluarga campuran. Bisa saja Ayah dan Ibu mendukung klub berbeda dan anak-anaknya juga mendukung klub yang berbeda-beda pula. Berbeda dalam pengertian Everton dan Liverpool tentunya. Jalinan itu menggurita ke seluruh Liverpool dan daerah sekitarnya.
Keluarga campuran seperti itu saya saksikan sendiri ketika tiga kali saya ke Liverpool berusaha menonton. Sambil menunggu pintu stadion dibuka seperti biasa, penonton menyempatkan diri minum segelas dua gelas bir di pub-pub yang bertebaran di sekitar stadion. Kakak adik, saudara, sepupu, ayah, ibu dan teman dengan atribut klub yang berbeda tampak akrab bercanda. Saya yakin penggemar bola di Indonesia juga tidak sekali dua kali menangkap gambar di televisi, penonton dengan atribut Everton dan Liverpool duduk bersandingan. Karena memang derby ini berbeda dengan yang lain tidak menerapkan pemisahan pendukung. Lha, bagaimana mau dipisah kalau mereka satu keluarga? Tak heran kalau pertandingan antara kedua klub yang bisa jadi sangat panas di lapangan disebut "friendly derby". Memang agak membingungkan, tapi itulah yang terjadi. Campur baur kesetiaan juga terasa aneh kalau melihat mereka yang turun ke lapangan. Leighton Baines dan Leon Osman misalnya adalah pendukung Liverpool tetapi mereka menjadi pemain pilar Everton untuk saat ini.
Sementara Jamie Carragher yang pendukung Everton malah menjadi pemain Liverpool. Seperti juga Ian Rush, Robbie Fowler, Michael Owen dan Steve McManaman, di masa lalu kesemuanya adalah pendukung Everton tetapi menjadi legenda di Liverpool. Untuk kasus pemain lebih gampang dijelaskan karena memang nasib sebagai pemain siapa yang tahu. Mereka akan bermain untuk siapa saja yang bersedia menampung mereka. Karenanya, saran saya, kalau anda penggemar bola punya nasib baik dalam hidup bisa menonton langsung pertandingan Everton dan Liverpool, jangan lewatkan. Sejujurnya saya iri dengan anda. Anda akan bisa menyaksikan perselisihan 120 tahun mewujud di lapangan dengan kerasnya, atmosfer penonton yang tidak kalah panasnya, tetapi sangat aman karena ada balut keakraban dan kekeluargaan yang sangat. Aneh memang. Tapi justru karena itulah ini derby yang terunik di mata saya.
Spoiler for ini klubnya:
Spoiler for everton:
Everton Football Club adalah sebuah klub sepak bola profesional yang bermarkas di Kota Liverpool, Inggris, dan merupakan klub rival dari klub sekota Liverpool. Didirikan pada tahun 1878 dan menjadi salah satu pendiri dari Liga Sepak Bola (Football League) pada tahun 1888 serta Liga Primerpada tahun 1992. Saat ini berkompetisi di Liga Utama Inggris, divisi teratas Liga Inggris. Mereka telah berkompetisi di divisi teratas dengan rekor 108 musim, menjadi klub yang paling lama bermain di divisi teratas kompetisi sepak bola Inggris.
Sejarah
Pada saat didirikan klub ini bernama St. Domingo F.C. dengan tujuan agar jemaah disekitar Gereja St. Domingo dapat mengikuti olah raga di luar musim panas saat mereka jeda bermain kriket. Diawal pembentukan Everton, tim ini bermain lapangan Stanley Park tanpa ada ruang ganti dan harus membawa tiang gawang sendiri ke lapangan. Klub berubah nama menjadi Everton setahun kemudian, agar bisa menampung orang dari luar jamaah yang ingin berpartisipasi. Seragam “Royal Blue” baru dikampanyekan penggunaannya pada musim 1901/1902. Gelar liga pertama mereka raih pada musim 1890-91. Bergabungnya Dixie Dean pada tahun 1925 mempengaruhi kesuksesan "The Toffees" menjuarai kompetisi musim 1927-28. Dan setelah lima gelar liga dan dua trofi Piala FA kemudian, pretasi Everton seperti berhenti dan baru bangkit lagi pada tahun1960-an. Dua gelar liga dan satu trofi Piala FA menjadi bukti kesuksesan pada periode tersebut. Pada tahun 1980-an, Everton kembali menikmati periode keemasan. Setelah penunjukan manajer Howard Kendall pada tahun 1981, Toffees berhasil meraih dua gelar liga pada musim 1984-85 dan 1986-87 dan satu trofi Piala FA 1984. Gelar domestik tersebut dilengkapi pula dengan trofi Piala Winners UEFA 1984-85, yang menjadi satu-satunya gelar Eropa yang pernah direngkuh Everton hingga saat ini. Akibat Tragedi Heysel, Everton tidak dapat ikut berkompetisi di Eropa. Tragedi tersebut membuat klub-klub Inggris tidak diperbolehkan mengikuti kompetisi Eropa selama lima tahun. Everton pun gagal memperoleh peluang mengulangi sukses tim-tim Inggris di kejuaraan antarklub Eropa selama periode 1980-an. Ketika larangan tersebut dicabut oleh UEFA dan Inggris memasuki era Liga Primer, prestasi Everton mulai menurun. Setelah menjuarai Piala FA 1995, prestasi Everton cendrung menurun. Kedatangan manajer Joe Royle pada tahun 1994 sempat membuat klub disegani dan Everton sukses menduduki peringkat keenam Liga Primer musim 1995-96. Penampilan Everton kembali menurun, hingga akhirnya David Moyes datang. Manajer asal Skotlandia ini menyelamatkan Everton dari ancaman degradasi pada musim 2001-02. Tangan dingin Moyes berhasil mengangkat kembali penampilan tim.
Sejarah
Pada saat didirikan klub ini bernama St. Domingo F.C. dengan tujuan agar jemaah disekitar Gereja St. Domingo dapat mengikuti olah raga di luar musim panas saat mereka jeda bermain kriket. Diawal pembentukan Everton, tim ini bermain lapangan Stanley Park tanpa ada ruang ganti dan harus membawa tiang gawang sendiri ke lapangan. Klub berubah nama menjadi Everton setahun kemudian, agar bisa menampung orang dari luar jamaah yang ingin berpartisipasi. Seragam “Royal Blue” baru dikampanyekan penggunaannya pada musim 1901/1902. Gelar liga pertama mereka raih pada musim 1890-91. Bergabungnya Dixie Dean pada tahun 1925 mempengaruhi kesuksesan "The Toffees" menjuarai kompetisi musim 1927-28. Dan setelah lima gelar liga dan dua trofi Piala FA kemudian, pretasi Everton seperti berhenti dan baru bangkit lagi pada tahun1960-an. Dua gelar liga dan satu trofi Piala FA menjadi bukti kesuksesan pada periode tersebut. Pada tahun 1980-an, Everton kembali menikmati periode keemasan. Setelah penunjukan manajer Howard Kendall pada tahun 1981, Toffees berhasil meraih dua gelar liga pada musim 1984-85 dan 1986-87 dan satu trofi Piala FA 1984. Gelar domestik tersebut dilengkapi pula dengan trofi Piala Winners UEFA 1984-85, yang menjadi satu-satunya gelar Eropa yang pernah direngkuh Everton hingga saat ini. Akibat Tragedi Heysel, Everton tidak dapat ikut berkompetisi di Eropa. Tragedi tersebut membuat klub-klub Inggris tidak diperbolehkan mengikuti kompetisi Eropa selama lima tahun. Everton pun gagal memperoleh peluang mengulangi sukses tim-tim Inggris di kejuaraan antarklub Eropa selama periode 1980-an. Ketika larangan tersebut dicabut oleh UEFA dan Inggris memasuki era Liga Primer, prestasi Everton mulai menurun. Setelah menjuarai Piala FA 1995, prestasi Everton cendrung menurun. Kedatangan manajer Joe Royle pada tahun 1994 sempat membuat klub disegani dan Everton sukses menduduki peringkat keenam Liga Primer musim 1995-96. Penampilan Everton kembali menurun, hingga akhirnya David Moyes datang. Manajer asal Skotlandia ini menyelamatkan Everton dari ancaman degradasi pada musim 2001-02. Tangan dingin Moyes berhasil mengangkat kembali penampilan tim.
Spoiler for everton:

Spoiler for stadionnya:

Spoiler for Liverpool:
Liverpool Football Clubadalah Salah satu klub tersukses di Inggris Raya. Didirikan pada 1892 akibat perseteruan John Holding dengan Everton FC, Liverpool menjelma kekuatan serius di kompetisi sepakbola Inggris. Klub sempat diberi nama Everton FC and Athletic Grounds, Ltd., atau diringkas Everton Athletic, namun FA menolak mengakui dua tim bernama Everton. Houlding pun akhirnya memilih nama Liverpool FC.
Tak butuh lama bagi Liverpool untuk mencicipi gelar di liga. Pada 1900/01, Liverpool sukses menjuarai Divisi Satu dan mengulanginya lagi lima tahun kemudian. Final Piala FA pertama dilakukan pada 1914, meski mereka dikalahkan Burnley 1-0. Liverpool sempat terseok-seok sebelum Bill Shankly datang sebagai manajer pada 1959. Shankly membenahi tim secara besar-besaran dan menggunakan sebuah ruangan bernamaThe Boot Room untuk menggelar rapat pelatih. Kejayaan Liverpool bersama Shankly dilanjutkan Bob Paisley, yang antara lain sukses membawa The Reds merengkuh trofi Eropa pertama. Pada 1972/73, Liverpool menyabet Piala UEFA dan menyusul Piala Champions empat tahun berikutnya. Periode keemasan Liverpool pun dimulai. Sayangnya, catatan keemasan itu sedikit ternoda oleh insiden Heysel dan Hillsborough pada 1980-an. Kedua insiden mengerikan tersebut memakan korban nyawa penonton sepakbola dan masih terus dikenang hingga saat ini. Kali terakhir Liverpool menjuarai liga adalah musim 1989/90 dan sudah terlalu lama mereka menunggu untuk mencicipi sukses pertama di era Liga Primer. Kedatangan pelatih baru Roy Hodgson diharapkan dapat mengulangi prestasi gemilang tersebut.
Tak butuh lama bagi Liverpool untuk mencicipi gelar di liga. Pada 1900/01, Liverpool sukses menjuarai Divisi Satu dan mengulanginya lagi lima tahun kemudian. Final Piala FA pertama dilakukan pada 1914, meski mereka dikalahkan Burnley 1-0. Liverpool sempat terseok-seok sebelum Bill Shankly datang sebagai manajer pada 1959. Shankly membenahi tim secara besar-besaran dan menggunakan sebuah ruangan bernamaThe Boot Room untuk menggelar rapat pelatih. Kejayaan Liverpool bersama Shankly dilanjutkan Bob Paisley, yang antara lain sukses membawa The Reds merengkuh trofi Eropa pertama. Pada 1972/73, Liverpool menyabet Piala UEFA dan menyusul Piala Champions empat tahun berikutnya. Periode keemasan Liverpool pun dimulai. Sayangnya, catatan keemasan itu sedikit ternoda oleh insiden Heysel dan Hillsborough pada 1980-an. Kedua insiden mengerikan tersebut memakan korban nyawa penonton sepakbola dan masih terus dikenang hingga saat ini. Kali terakhir Liverpool menjuarai liga adalah musim 1989/90 dan sudah terlalu lama mereka menunggu untuk mencicipi sukses pertama di era Liga Primer. Kedatangan pelatih baru Roy Hodgson diharapkan dapat mengulangi prestasi gemilang tersebut.
Spoiler for liverpool:

Spoiler for stadionnya:

Spoiler for ini derbynya gan, mesti baca!!!:
Derby Merseyside adalah derby paling menjengkelkan buat saya. Niat untuk menonton langsung tak pernah kesampaian. Setidaknya tiga kali saya sudah datang ke stadion, sekali di Anfield dan dua kali di Goodison Park, tiga kali pula saya mundur teratur.
Saya pikir kemampuan saya untuk selalu mendapatkan tiket di pertandingan apapun sudah lumayan hebat. Dibantu kemampuan tawar-menawar istri saya yang orang Padang, yang katanya jagoan alami untuk urusan tawar menawar ini, mudahlah untuk mendapat tiket dengan harga yang masuk akal. Ternyata salah. Gabungan kemampuan kami berdua tak berguna di Liverpool. Harga tiket di pasar gelap tetap membubung tinggi tak terjangkau kantong.
Meminta tolong jaringan kawan pendukung Liverpool dan Everton di London sama saja. Mereka hanya angkat bahu dan "Its Liverpool,"’ jawab pendukung Everton, atau "Its Everton," jawab pendukung Liverpool. Seolah jawaban singkat itu sudah menjelaskan semuanya.
Pertandingan Everton-Liverpool harus diakui memang agak berbeda dengan derby lain yang ada di Inggris ini. Penggemar kedua klub ini atau penggemar sepakbola Inggris saya yakin sudah tahu bagaimana pilin kelindan sejarah dua klub ini. Keduanya lahir dari rahim yang sama di Anfield. Everton dan Liverpool selayak saudara kandung yang berselisih.
Perselisihan itu mungkin saja sudah 120 tahun silam ketika Everton menolak kenaikan uang sewa Anfield dan memilih pindah, dan pemilik Anfield kemudian mendirikan Liverpool. Tetapi 120 tahun tidaklah bisa disebut lama dalam perputaran waktu. Apalagi untuk kota sekecil Liverpool yang penduduknya hingga sekarang tak lebih dari 500 ribu orang itu. Kalau melebar hingga ke kawasan sekitarnya bisa mencapai lebih satu juta.
Sangat gampang bagi cerita perselisihan itu untuk lestari hingga kini. Guratnya masih membekas dalam. Orang bilang perselisihan antarkelompok meninggalkan bekas, perselisihan saudara menghunjam ke ulu hati. Serapah "greedy bastard" -- haram jadah rakus -- dari 120 tahun yang lalu masih biasa saling mereka lontarkan. Siapa yang rakus tentu saja tergantung di mana anda berdiri dan klub mana yang anda dukung.
Mengingatkan akan adanya perselisihan itu juga sangat gampang. Stadion kedua klub hanya sepelemparan batu jauhnya. Hanya terpisahkan oleh sebuah taman kota, Stanley Park yang tak lebih dari 500 meter persegi besarnya. Goodison Park di barat laut Stanley Park, sementara Anfield di tenggara. Bagi penduduk Liverpool kedua stadion itu adalah monumen pengabadian perselisihan yang terjadi di masa lalu.
Pertandingan antara kedua klub ini karenanya membawa nuansa yang sangat "pribadi", khas Liverpool. Saya tak ingin melakukan penilaian dengan mengatakan kedua pendukung klub menyeret sejarah perselisihan dari masa lalu dalam rivalitas modern. Tetapi, beradalah sehari atau dua di Liverpool menjelang pertandingan, sangat sulit untuk tidak merasakan getarnya. Kota itu seperti terserang demam.
Karenanya, mereka yang mempunyai tiket jarang sekali yang mau melepaskannya, kecuali dengan harga yang tidak masuk akal seperti yang saya alami. Ini persoalan keluarga, orang lain tak perlu ikut bersaksi.
Mereka yang mempunyai tiket ingin menjadi saksi penuntasan perselisihan itu di lapangan. Membuktikan bahwa klub merekalah yang layak jadi penguasa Liverpool. Minimal penguasa hingga ke pertandingan berikutnya.
Namun, di samping warisan perselisihan yang tajam itu, derby Merseyside juga menghadirkan keharuan dan "kebingungan". Ini lagi-lagi khas derby Merseyside. Ia membelah kesetiaan keluarga, bapak dan anak, sepupu, saudara dekat dan jauh, kakek dan cucu, dan antarteman dekat dengan sangat nyata.
Spoiler for respect:

Dulu, di awal-awal pindahnya Everton dan berdirinya Liverpool, konon membelah pendukung kedua klub masih gampang. Mereka terpecah antara yang setuju dengan kepindahan Everton dari Anfield dan pendukung pemilik Anfield untuk mendirikan klub sendiri. Dan pendukung Everton sebagai klub yang lebih tua tentu saja lebih banyak. Akan tetapi, seiring waktu terjadi "perkimpoian campur" antar pendukung kedua klub. Liverpool seperti saya katakan bukanlah kota yang besar dengan jumlah penduduk yang tak terlalu besar. Hingga tahun 1970an perkimpoian masih lazim terjadi antar sesama penduduk kota. Dan menjadi pendukung klub berbeda tentu saja tidak cukup menjadi landasan bagi cinta untuk kandas. Muncullah generasi baru keluarga campuran. Bisa saja Ayah dan Ibu mendukung klub berbeda dan anak-anaknya juga mendukung klub yang berbeda-beda pula. Berbeda dalam pengertian Everton dan Liverpool tentunya. Jalinan itu menggurita ke seluruh Liverpool dan daerah sekitarnya.
Keluarga campuran seperti itu saya saksikan sendiri ketika tiga kali saya ke Liverpool berusaha menonton. Sambil menunggu pintu stadion dibuka seperti biasa, penonton menyempatkan diri minum segelas dua gelas bir di pub-pub yang bertebaran di sekitar stadion. Kakak adik, saudara, sepupu, ayah, ibu dan teman dengan atribut klub yang berbeda tampak akrab bercanda. Saya yakin penggemar bola di Indonesia juga tidak sekali dua kali menangkap gambar di televisi, penonton dengan atribut Everton dan Liverpool duduk bersandingan. Karena memang derby ini berbeda dengan yang lain tidak menerapkan pemisahan pendukung. Lha, bagaimana mau dipisah kalau mereka satu keluarga? Tak heran kalau pertandingan antara kedua klub yang bisa jadi sangat panas di lapangan disebut "friendly derby". Memang agak membingungkan, tapi itulah yang terjadi. Campur baur kesetiaan juga terasa aneh kalau melihat mereka yang turun ke lapangan. Leighton Baines dan Leon Osman misalnya adalah pendukung Liverpool tetapi mereka menjadi pemain pilar Everton untuk saat ini.
Sementara Jamie Carragher yang pendukung Everton malah menjadi pemain Liverpool. Seperti juga Ian Rush, Robbie Fowler, Michael Owen dan Steve McManaman, di masa lalu kesemuanya adalah pendukung Everton tetapi menjadi legenda di Liverpool. Untuk kasus pemain lebih gampang dijelaskan karena memang nasib sebagai pemain siapa yang tahu. Mereka akan bermain untuk siapa saja yang bersedia menampung mereka. Karenanya, saran saya, kalau anda penggemar bola punya nasib baik dalam hidup bisa menonton langsung pertandingan Everton dan Liverpool, jangan lewatkan. Sejujurnya saya iri dengan anda. Anda akan bisa menyaksikan perselisihan 120 tahun mewujud di lapangan dengan kerasnya, atmosfer penonton yang tidak kalah panasnya, tetapi sangat aman karena ada balut keakraban dan kekeluargaan yang sangat. Aneh memang. Tapi justru karena itulah ini derby yang terunik di mata saya.
Spoiler for respect:

Spoiler for respect:

Spoiler for respect:

Spoiler for respect:

Spoiler for respect:

Spoiler for respect:

Spoiler for respect:

Spoiler for respect:

Spoiler for respect:

Spoiler for respect:

Spoiler for respect:

Spoiler for tempat ngutip:
[URL="http://sport.detik..com/aboutthegame/read/2013/05/03/123107/2237222/1489/3/derby-merseyside-jangan-belah-kota-kami"]sumber[/URL]
Quote:
Satu kesimpulan besar yang bisa menjadi pelajaran: Everton dan Liverpool adalah rival besar, secara tradisi berdasarkan fanatisme lokal mereka. Tapi, di sana ada sebuah RESPECT yang menjembatani keduanya. Suporter mereka bisa mengatakan saling membenci, tapi juga tidak menolak untuk bersatu ketika punya alasan untuk itu. Semangat sportivitas yang keren, cuma bertarung saat duel di lapangan, anda bisa lihat panasnya derby merseyside.
AGAN & AGANWATI PENDUKUNG YG MANA ? sekian thread dari ane gan, semoga bermanfaat 
dan comment

Spoiler for ts berharap:

Spoiler for ts tdk berharap:

Spoiler for jgn lupa gan:


Diubah oleh jerrykun08 24-11-2013 09:09
0
5.5K
Kutip
46
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan