- Beranda
- Komunitas
- Games
- Can You Solve This Game?
Fake Culture
TS
nakasani
Fake Culture
Quote:
Angin yang terasa berbeda, suasana yang damai dengan warna hijau yang mendominasi di sekelilingku. Aku sangat merindukan suasana ini. Jelas sekali berbeda dengan suasana yang telah kurasakan beberapa tahun ini. Udara yang tak bersahabat, telinga yang selalu terusik, bahkan angin pun tak dapat membuatku merasa lebih nyaman.
Ya, aku sedang berada di kampung halamanku. Kurasa jengah dengan kehidupan di kota, aku memilih cuti untuk beberapa hari sekedar untuk menyegarkan pikiranku.
Aku baru saja tiba di desa yang kecil ini, sembari terus melangkahkan kaki, ku perhatikan sekelilingku. Banyak yang telah berubah, mulai dari bangunan rumah, sampai sesuatu yang membuat sesuatu di dalam dadaku bergetar. Ntah, apa yang telah terjadi, saat itu aku hanya bisa menyalahkan keadaan. Anak-anak disini telah berubah, sangat berbeda dengan anak-anak saat masa kecilku dulu. Hanya beberapa orang yang telah berumur yang kurasa masih sama, tetap ramah, saling peduli, masih seperti dulu.
Waktu terus berjalan, dan kehidupan pun pasti akan berubah seiring berjalannya waktu. Tak salah jika keadaan berubah, semakin maju bebarengan dengan teknologi yang semakin canggih, agar pola pikir kita tidak kolot. Tapi, sayangnya teknologi dan pola pikir tidak seimbang, sehingga kita malah tenggelam dalam kemajuan zaman ini, dimana norma-norma dan kebudayaan yang telah diberikan turun-temurun mulai terkikis, terabaikan, hingga akhirnya terlupakan.
Hal inilah yang membuatku iba.pada bangsa ini dan diriku yang hanya bisa diam melihat semua ini. Bangsa yang kaya akan bahasa dan budaya, namun lambat laun budaya itu semakin memudar bersama nama-nama pahlawan yang telah memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini.
Mungkin, budaya-budaya kita juga akan berakhir sama dengan mereka, hanya dikenang namanya pada sebuah papan jalan.
Kenyataan terkadang memang pahit. Anak-anak di zaman sekarang, mereka langsung melompat ke era baru tanpa melalui kebudayaan yang dulu pernah ada. Bahkan tak sedikit anak yang menjadi manja, mengabaikan norma-norma yang ada, dan seringkali melemparkan masalah kepada orang tuanya jika tak dididik dengan benar.
Aku hanya berharap, masih ada orang-orang yang peduli akan nasib budaya bangsa ini, bersama-sama memperjuangkan kembali kebudayaan kita melawan kerasnya belenggu era baru yang mengekang kesadaran. Meskipun memperjuangkannya tak semudah membalikkan telapak tangan...
Ya, aku sedang berada di kampung halamanku. Kurasa jengah dengan kehidupan di kota, aku memilih cuti untuk beberapa hari sekedar untuk menyegarkan pikiranku.
Aku baru saja tiba di desa yang kecil ini, sembari terus melangkahkan kaki, ku perhatikan sekelilingku. Banyak yang telah berubah, mulai dari bangunan rumah, sampai sesuatu yang membuat sesuatu di dalam dadaku bergetar. Ntah, apa yang telah terjadi, saat itu aku hanya bisa menyalahkan keadaan. Anak-anak disini telah berubah, sangat berbeda dengan anak-anak saat masa kecilku dulu. Hanya beberapa orang yang telah berumur yang kurasa masih sama, tetap ramah, saling peduli, masih seperti dulu.
Waktu terus berjalan, dan kehidupan pun pasti akan berubah seiring berjalannya waktu. Tak salah jika keadaan berubah, semakin maju bebarengan dengan teknologi yang semakin canggih, agar pola pikir kita tidak kolot. Tapi, sayangnya teknologi dan pola pikir tidak seimbang, sehingga kita malah tenggelam dalam kemajuan zaman ini, dimana norma-norma dan kebudayaan yang telah diberikan turun-temurun mulai terkikis, terabaikan, hingga akhirnya terlupakan.
Hal inilah yang membuatku iba.pada bangsa ini dan diriku yang hanya bisa diam melihat semua ini. Bangsa yang kaya akan bahasa dan budaya, namun lambat laun budaya itu semakin memudar bersama nama-nama pahlawan yang telah memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini.
Mungkin, budaya-budaya kita juga akan berakhir sama dengan mereka, hanya dikenang namanya pada sebuah papan jalan.
Kenyataan terkadang memang pahit. Anak-anak di zaman sekarang, mereka langsung melompat ke era baru tanpa melalui kebudayaan yang dulu pernah ada. Bahkan tak sedikit anak yang menjadi manja, mengabaikan norma-norma yang ada, dan seringkali melemparkan masalah kepada orang tuanya jika tak dididik dengan benar.
Aku hanya berharap, masih ada orang-orang yang peduli akan nasib budaya bangsa ini, bersama-sama memperjuangkan kembali kebudayaan kita melawan kerasnya belenggu era baru yang mengekang kesadaran. Meskipun memperjuangkannya tak semudah membalikkan telapak tangan...
disitu ada sebuah permainan.
apa ?
0
1.5K
Kutip
14
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan