- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Ekonomi Syariah Jangan Basa-Basi
TS
kemalmahendra
Ekonomi Syariah Jangan Basa-Basi
Ekonomi syariah yang dicerminkan dengan perbankan syariah bukan baru dilaksanakan di Indonesia. Tahun 1992 di era Presiden Soeharto, kita sudah meresmikan sistem perbankan syariah dengan mendirikan Bank Muamalat. Bahkan secara informal sistem perdagangan Islam sudah diperkenalkan KH Samanhudi kepada masyarakat Indonesiaa sejak didirikannya Sarikat Dagang Islam pada tahun 1911.
Namun dalam praktiknya kita tidak pernah secara sungguh-sungguh mengembangkan sistem ekonomi syariah. Kita cenderung untuk ikut arus besar perekonomian global yang menjadikan kapital sebagai dewa.
Setelah krisis global yang mengguncang perekonomian Amerika Serikat, baru orang menyadari bahwa ekonomi tidak hanya sekadar bertumpu kepada tujuan penumpukan kapital semata. Ketika untung menjadi tujuan, maka orang cenderung menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
Itulah yang kemudian melahirkan kerakusan pada diri para pengusaha. Ketika kerakusan tidak bisa dikendalikan lagi dan segala cara dianggap benar, maka terjadilah malapetaka ekonomi yang hingga lima tahun ini belum bisa diperbaiki.
Orang baru sadar bahwa etika tetap penting dalam menjalankan bisnis. Sikap itulah yang kemudian membuat orang mencari sistem ekonomi yang lebih beretika dan ekonomi syariah merupakan salah satu pilihan terbaik.
Pertanyaannya, apakah kita menyadari kenyataan itu dan menjadi ekonomi syariah sebagai pilar perekonomian nasional? Kita harus berani mengatakan tidak. Kita belum juga meyakini bahwa ekonomi syariah termasuk perbankan syariah merupakan pilar yang sungguh-sungguh kita ingin tegakkan.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika mencanangkan Gerakan Ekonomi Syariah hari Minggu memang mengatakan bahwa Indonesia akan dijadikan pusat ekonomi syariah di dunia. Namun pernyataan itu hanya sebuah basa-basi karena kenyataannya baik infrastruktur maupun peraturan yang ada jauh dari kebutuhan itu.
Kita tidak bisa hanya terpukau dengan peningkatan aset perbankan syariah yang mencapai 14 kali dalam sembilan tahun terakhir. Peningkatan itu terlihat tinggi karena berawal dari basis yang rendah. Aset pada bank-bank syariah belum ada apa-apanya dibandingkan dengan penumpukan aset yang ada pada bank-bank konvensional.
Bahkan pimpinan Majelis Ulama Indonesia, KH Maruf Amin pernah menyindir kesungguhan pemerintah dalam mendorong perbankan syariah. Ketika pemerintah memilih untuk memindahkan dana haji dari bank syariah ke bank konvensional menunjukkan bahwa pemerintah tidak berpihak kepada perbankan syariah.
Tidak usah heran apabila dana dari negara-negara Islam tidak masuk ke sistem perbankan Indonesia. Justru negara tetangga seperti Malaysia yang menikmati aliran dana milik negara-negara Islam karena memiliki sistem perbankan syariah yang lebih solid dan didukung penuh oleh pemerintahnya.
Benar bahwa kita adalah negara dengan pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Benar bahwa kita memiliki kelas menengah yang tumbuh secara pesat. Namun sekali lagi kita belum menjadi negara yang menerapkan sistem syariah yang kuat, karena kita masih setengah hati mengembangkannya.
Oleh karena itu perbankan syariah pun hanya sekadar nama, tetapi praktiknya masih tidak ubahnya seperti bank konvensional. Bahkan perilaku para pegawai perbankan syariah masih sama saja dengan perbankan konvensional, di mana dana nasabah pun bisa mereka salah gunakan.
Baru saja terjadi penyalahgunaan dana nasabah di Bank Syariah Mandiri di Bogor. Miliaran dana nasabah diselewengkan oleh pegawai bank di kota itu dan dipakai untuk membeli mobil-mobil mewah.
Bersyukur bahwa kasus itu berhasil diungkap dan aset-asetnya bisa disita oleh polisi. Namun kasus itu menunjukkan bahwa prinsip perbankan syariah yang menempatkan etika di posisi yang paling tinggi, belum disadari oleh mereka yang menjalankan sistem perbankan syariah itu.
Kita tentu mendukung dikembangkan sistem perbankan syariah. Kita bahkan menilai tepat apabila kita ingin menjadi pusat ekonomi syariah dunia. Tetapi itu tidak cukup hanya diomongkan, tetapi harus diikuti dengan tindakan yang menunjukkan bahwa kita memang serius untuk mengembangkan itu.
Pemerintah harus lebih aktif untuk mendukung dan mensosialisasikan, karena sistem ekonomi syariah tidak ada hubungannya dengan agama Islam. Ini sistem yang lebih mengutamakan etika di mana perekonomiaan dibangun atas basis kebersamaan dan untuk kesejahteraan seluruh bangsa. Ini sebenarnya sejalan dengan semangat berbangsa dan bernegara yang ingin kita laksanakan sejak Indonesia Merdeka.
Namun dalam praktiknya kita tidak pernah secara sungguh-sungguh mengembangkan sistem ekonomi syariah. Kita cenderung untuk ikut arus besar perekonomian global yang menjadikan kapital sebagai dewa.
Setelah krisis global yang mengguncang perekonomian Amerika Serikat, baru orang menyadari bahwa ekonomi tidak hanya sekadar bertumpu kepada tujuan penumpukan kapital semata. Ketika untung menjadi tujuan, maka orang cenderung menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
Itulah yang kemudian melahirkan kerakusan pada diri para pengusaha. Ketika kerakusan tidak bisa dikendalikan lagi dan segala cara dianggap benar, maka terjadilah malapetaka ekonomi yang hingga lima tahun ini belum bisa diperbaiki.
Orang baru sadar bahwa etika tetap penting dalam menjalankan bisnis. Sikap itulah yang kemudian membuat orang mencari sistem ekonomi yang lebih beretika dan ekonomi syariah merupakan salah satu pilihan terbaik.
Pertanyaannya, apakah kita menyadari kenyataan itu dan menjadi ekonomi syariah sebagai pilar perekonomian nasional? Kita harus berani mengatakan tidak. Kita belum juga meyakini bahwa ekonomi syariah termasuk perbankan syariah merupakan pilar yang sungguh-sungguh kita ingin tegakkan.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika mencanangkan Gerakan Ekonomi Syariah hari Minggu memang mengatakan bahwa Indonesia akan dijadikan pusat ekonomi syariah di dunia. Namun pernyataan itu hanya sebuah basa-basi karena kenyataannya baik infrastruktur maupun peraturan yang ada jauh dari kebutuhan itu.
Kita tidak bisa hanya terpukau dengan peningkatan aset perbankan syariah yang mencapai 14 kali dalam sembilan tahun terakhir. Peningkatan itu terlihat tinggi karena berawal dari basis yang rendah. Aset pada bank-bank syariah belum ada apa-apanya dibandingkan dengan penumpukan aset yang ada pada bank-bank konvensional.
Bahkan pimpinan Majelis Ulama Indonesia, KH Maruf Amin pernah menyindir kesungguhan pemerintah dalam mendorong perbankan syariah. Ketika pemerintah memilih untuk memindahkan dana haji dari bank syariah ke bank konvensional menunjukkan bahwa pemerintah tidak berpihak kepada perbankan syariah.
Tidak usah heran apabila dana dari negara-negara Islam tidak masuk ke sistem perbankan Indonesia. Justru negara tetangga seperti Malaysia yang menikmati aliran dana milik negara-negara Islam karena memiliki sistem perbankan syariah yang lebih solid dan didukung penuh oleh pemerintahnya.
Benar bahwa kita adalah negara dengan pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Benar bahwa kita memiliki kelas menengah yang tumbuh secara pesat. Namun sekali lagi kita belum menjadi negara yang menerapkan sistem syariah yang kuat, karena kita masih setengah hati mengembangkannya.
Oleh karena itu perbankan syariah pun hanya sekadar nama, tetapi praktiknya masih tidak ubahnya seperti bank konvensional. Bahkan perilaku para pegawai perbankan syariah masih sama saja dengan perbankan konvensional, di mana dana nasabah pun bisa mereka salah gunakan.
Baru saja terjadi penyalahgunaan dana nasabah di Bank Syariah Mandiri di Bogor. Miliaran dana nasabah diselewengkan oleh pegawai bank di kota itu dan dipakai untuk membeli mobil-mobil mewah.
Bersyukur bahwa kasus itu berhasil diungkap dan aset-asetnya bisa disita oleh polisi. Namun kasus itu menunjukkan bahwa prinsip perbankan syariah yang menempatkan etika di posisi yang paling tinggi, belum disadari oleh mereka yang menjalankan sistem perbankan syariah itu.
Kita tentu mendukung dikembangkan sistem perbankan syariah. Kita bahkan menilai tepat apabila kita ingin menjadi pusat ekonomi syariah dunia. Tetapi itu tidak cukup hanya diomongkan, tetapi harus diikuti dengan tindakan yang menunjukkan bahwa kita memang serius untuk mengembangkan itu.
Pemerintah harus lebih aktif untuk mendukung dan mensosialisasikan, karena sistem ekonomi syariah tidak ada hubungannya dengan agama Islam. Ini sistem yang lebih mengutamakan etika di mana perekonomiaan dibangun atas basis kebersamaan dan untuk kesejahteraan seluruh bangsa. Ini sebenarnya sejalan dengan semangat berbangsa dan bernegara yang ingin kita laksanakan sejak Indonesia Merdeka.
0
1.4K
9
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan