Kaskus

News

mminternetindoAvatar border
TS
mminternetindo
Awas Tsunami Gula Impor
Arum Sabil, Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI)


Banyak kepentingan di balik bocornya gula rafinasi ke pasar. Terindikasi oknum-oknum penentu kebijakan di negeri ini terlibat dalam impor raw sugar yang diperkirakan mencapai 3,5 juta ton. Bahkan tahun 2014 bakal terjadi tsunami gula impor lantaran makin besarnya kapasitas produksi gula rafinasi.

Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil mengatakan, banjirnya gula rafinasi yang bahan bakunya dari gula mentah (raw sugar) impor itu tidak bisa terkendali. Itu karena banyak pihak yang berkepentingan terlibat dalam peredaran gula rafinasi. Terindikasi ada oknum-oknum penentu kebijakan di balik impor raw sugar untuk diproses menjadi gula rafinasi.

Diperkirakan negara dirugikan dari skandal impor gula mentah itu cukup besar. Ini tidak bisa diterima dengan akal sehat impor raw sugar tahun ini mencapai 3,5 juta ton. Padahal untuk kebutuhan industri makanan dan minuman sekitar 2,1 sampai 2,2 juta ton.

Sementara kebutuhan konsumsi gula nasional adalah 17 kilogram (kg) per kapita per tahun. Ini dikalikan 250 juta jiwa diperoleh angka 4 juta ton. Rinciannya 9 kg per kapita per tahun untuk konsumsi langsung, 5 kg per kapita per tahun industri menengah dan besar serta 3 kg per kapita per tahun untuk industri rumah tangga dan industri kecil.

Kebutuhan konsumsi langsung hanya 2,2 juta ton dan produksi gula tahun 2012 sebesar 2,55 juta ton. “Artinya kita masih surplus terhadap kebutuhan gula langsung. Kemudian untuk menutupi permintaan industri harus diimpor karena kebutuhan industri hanya 2,2 juta ton. Anehnya, impor gula mentah mencapai 3,5 juta ton. Ini setara dengan 3,2 juta ton gula konsumsi. Sehingga ada kelebihan gula sebanyak 1 juta ton,” katanya.

Inilah yang menekan harga gula di tingkat petani. Ini modus pertama dalam pemburuan rente dari fee impor itu. Importir disinyalir memberi fee untuk para penentu kebijakan. “Nilainya Rp 1000 per kilogram dikalikan 3,5 juta ton, mencapai angka Rp 3,5 triliun. Ini bisa dijadikan alasan impor raw sugar sangat besar,” tukasnya.

Ini kontradiktif dengan pernyataan pemerintah untuk menciptakan kemandirian pangan. Tapi di sisi lain pendirian pabrik-pabrik gula rafinasi berbahan baku raw sugar. Dulunya ada delapan produsen gula rafinasi, sekarang meningkat menjadi 13 produsen gula rafinasi di bawah naungan Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI). “Mereka adalah 13 naga yang menguasai gula di negara ini,” tukasnya.

Bahkan, 13 naga ini juga dapat mengontrol harga gula di dalam negeri. “Ini sangat bahaya dan menjadi mimpi buruk bagi para petani dan industri gula nasional,” kata Arum pada Agrofarm.

Modus kedua, pendirian pabrik gula baru adalah kedok untuk melakukan impor gula mentah yang akan dijadikan gula kristal putih (GKP). Sehingga sudah tidak ada alasan tidak dapat dirazia di lapangan. Ini sudah diperbolehkan.“Misalnya ada satu pendirian pabrik gula baru dengan kapasitas produksi 6.000 ton, namun izin impor gula mentah mencapai ratusan ribu ton. Ini sudah marak di Indonesia, dan parahnya lagi direstui oleh pemerintah,” tuturnya.

Terkesan pemerintah telah menciptakan mesin pembunuh petani tebu dan industri gula. Sebenarnya Indonesia bisa swasembada gula. Luas areal tebu mencapai 451.000 ha, produktivitas tebu rata-rata nasional 80 ton per ha. Jika ada kemauan baik dari pemerintah untuk melakukan revitalisasi tanaman tebu dengan varietas unggul, maka produktivitas dapat meningkat menjadi 100 ton per ha.

Luas areal 450.000 ha bisa ditambah areal 300.000 ha, menjadi 750.000 ha dikalikan produktivitas tebu sebesar 100 ton, maka akan menghasilkan tebu sebanyak 75 juta ton. Rendemen gula sekitar 7,5% dinaikkan menjadi 10% saja, alhasil Indonesia akan menghasilkan gula sebesar 7,5 juta ton. “Sementara kebutuhan gula nasional 4,2 juta ton, kita bisa surplus dan swasembada gula. Indonesia pun dapat menjadi negara eksportir,” katanya.

Untuk mencapai hal itu ada dua cara yang harus dilakukan. Pertama, revitalisasi pabrik gula yang sekarang berjumlah 62 unit. Fokusnya meningkatkan kapasitas terpasang. Kemudian peningkatan kualitas gula. Pabrik gula pun musti didesain secara terintegrasi agar tidak ada limbah karena dijadikan produk sampingan yang bernilai ekonomi tinggi.

Kedua, melakukan revitalisasi perkebunan tebu, menggantinya dengan varietas unggul. Irigasi pengairan yang sudah rusak segera diperbaiki. Dua hal ini penting dilakukan oleh pemerintah agar dalam empat tahun mendatang swasembada bisa tercapai. “Ini sesesuatu yang impossible untuk dilakukan, jika tidak ada niat baik dari pemerintah dan para pemburu rente. Jadi jangan harap swsembada gula bisa terrealisasi,” paparnya.

Rembesnya gula rafinasi di pasaran, imbasnya gula di tingkat petani jatuh. Harga gula tahun ini saja ada selisih Rp 1.200 per kilogram dari tahun lalu. Harga lelang gula tahun lalu, Oktober sekitar Rp 10.200 per kilogram, tahun ini hanya Rp 9.000 per kilogram. Ini akan terus terjadi penurunan harga gula, bila gula rafinasi tidak segera dikendalikan.

Menurutnya, revitalisasi pabrik gula jangan setengah hati. Mustinya pembiayaan disiapkan dari APBN agar utuh dan terintegrasi programnya. Kemudian ada reward and punishment bagi sumber daya manusia di pabrik gula milik BUMN. Sumber daya manusia yang mengelola pabrik harus ahlinya. Riset yang terkait pabrik gula itu dihidupkan. Parahnya, kalangan peneliti yang ada sekarang terabaikan untuk menghasilkan varietas-varietas unggul.

Program bongkar ratoon cukup baik, kalau dilaksanakan dengan benar. Akan tetapi yang terjadi saat ini tidak tepat sasaran. Bahkan tender pengadaan bibit tebu bermasalah, karena tidak diberi pada ahlinya ke Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3Gi). Pemerintah malah memberinya kepada perusahaan yang tidak mengerti tanaman tebu. Sebagian besar adalah belantik-belantik tebu. Akibatnya program bongkar ratoon tahun ini gagal.

Dia meminta aparat hokum, Kepolisian, Kejaksaan dan KPK dapat melakukan penyelidikan terhadap tender bibit bongkar ratoon, karena diduga ada penyimpangan program bongkar ratoon. Tahun ini rawan penyimpangan dengan anggaran sekitar Rp 300 miliar. Ini uang negara berasal dari APBN, padahal ini untuk kepentingan swasembada gula.

Arum memperkirakan, tahun 2014 kapasitas produksi gula rafinasi mencapai 9,5 juta ton. Ditambah GKP sebanyak 2,5 juta ton. Diperkirakan tahun depan ada sekitar 12 juta ton. Tahun depan akan terjadi tsunami gula impor. Imbasnya, petani akan malas menanam tebu, secara otomatis pabrik gula akan mati. Indonesia pun bakal menjadi negara ketergantungan gula impor.

Petani tidak hanya menjadi korban, juga seluruh masyarakat Indonesia. Di saat itulah kendali harga gula ada di tangan produsen-produsen negara penghasil gula yakni Brazil, Thailand dan India. Maka 1,2 juta petani tebu akan menganggur. “Padahal petani dan pabrik gula merupakan motor pengerak perekonomian pedesaan,” ujar Arum.

Jadi gula impor ibarat teror yang menakutkan para petani tebu. Terorisnya para oknum-oknum pengambil kebijakan dan para importir gula mentah tanpa melihat kuota kebutuhan di dalam negeri. “Seharusnya pemerintah menentukan kuota kebutuhan gula di dalam negeri, bukan berdasarkan kapasitas terpasang,” ujarnya.

Produksi turun akibat anomali iklim, ini tidak bisa dijadikan kambing hitam. “Jawabanya ada di riset, kita bisa menghasilkan varietas tebu tahan kekeringan dan iklim basah. Ini bisa dilakukan syaratanya para peneliti digaji dua kali menteri. Jadi tidak aneh ahli-ahli kita dibajak keluar negeri,” ungkapnya.

Menurutnya, ini memang disengaja. Kalau Indonesia bisa swasembada gula, maka mafia impor tidak memperoleh rente lagi. Ini sudah terjadi pada daging sapi. Ini menjadi pembuka untuk skandal pangan lain seperti gula, beras dan jagung. beledug bantolo


sumber http://agrofarm.co.id/read/pertanian.../#.UoRvFXAmQrU

follow juga twitter kami di @AgroFarm_ dan @geoenergindo
emoticon-Kissemoticon-Kissemoticon-Kiss
0
1.3K
10
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan