mminternetindoAvatar border
TS
mminternetindo
Gula Ilegal Marak Di Perbatasan
Kadin Indonesia mendesak pemerintah dan aparat hukum untuk segera mengevaluasi regulasi perdagangan dan mengusut tuntas masalah penggelapan gula di Kawasan Perbatasan Indonesia-Malaysia, khususnya di daerah Kalimantan Barat.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pembangunan Ekonomi Kawasan Perbatasan, Endang Kesumayadi mengatakan harga gula saat ini di perbatasan sudah mencapai harga Rp 25.000/kg. Kementerian Perdagangan telah menunjuk Industri Gula Nusantara (IGN) untuk bertanggungjawab dalam pengadaan gula di perbatasan. Namun, pihaknya mengamini adanya dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh IGN.

“Masalahnya adalah karena IGN diduga membeli gula ilegal dari Malaysia. Mereka sering mengatakan, bahwa kebutuhan menjelang natal dan tahun baru tersedia dan harga bisa di kisaran Rp 11.500, tapi kami menyangsikannya,” ungkap Endang.

Selain memantau kondisi ekonomi dan infrastruktur, pihaknya mengaku bersama Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) telah memantau pula kondisi perdagangan di kawasan perbatasan yang sarat dengan barang ilegal.

Menurut Endang, permasalahan seperti ini sudah seharusnya diperhatikan dengan baik oleh pemerintah. Dia menilai, selama ini Kementerian Perdagangan belum berhasil menangani masalah perdagangan di kawasan perbatasan, dan hanya mengeluarkan kebijakan yang tidak pro-rakyat dengan melakukan pembiaran harga-harga kebutuhan di daerah melambung berkali lipat jika dibandingkan di Jawa atau daerah lainnya.

“Kebijakan perdagangan oleh pusat tidak sesuai jika diterapkan di kawasan perbatasan. Oleh karenanya, kita meminta pada pemerintah untuk memberikan perlakuan khusus bagi kawasan perbatasan,” kata Endang.

Dia menjelaskan, barang-barang kebutuhan konsumsi harganya bisa jauh lebih mahal jika didatangkan dari Pulau Jawa karena berkenaan dengan biaya logistik yang masih mahal. Sementara perjanjian perdagangan antara Indonesia-Malaysia sifatnya terbatas pada kuota yang ditentukan, sementara kebutuhan lebih dari ketentuan itu. “Semua dibiarkan masuk ilegal, bahkan pemasok gula IGN juga diduga membeli gula ilegal dari Malaysia,” kata Endang.

Pihaknya mengaku, mendapat laporan tersebut dari masyarakat perbatasan bahwa IGN sekalipun melakukan tindakan ilegal dengan membeli gula Malaysia yang kemudian diganti kemasannya untuk didistribusikan di kawasan perbatasan, khususnya di lima daerah di Kalimantan Barat.

“Kami inginkan supaya kebijakan pemerintah ke depan bisa menghapuskan perdagangan ilegal, sehingga para pelaku usahanya juga tidak melakukan tindak melawan hukum,” kata Endang.

Pemerintah, lanjut dia, hendaknya memberikan kuota impor gula dari Malaysia yang jelas lebih murah disesuaikan dengan kebutuhan perbatasan. Disamping memberikan pemasukan bagi negara atas bea masuk, hal itu juga bisa menghindari tindakan-tindakan ilegal yang selama ini terjadi.

Kasus Rembes Rafinasi

5 April 2008, Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jawa Barat H Anwar Asmali mengungkapkan gula rafinasi rembes ke pasar-pasar umum di Jawa Barat. Kasus rembesan ini langsung disampaikan ke Wakil Presiden Yusuf Kalla saat berkunjung ke Cirebon.

Pada 2009, juga terjadi pelanggaran pengiriman gula rafinasi dengan modus yang sama sebanyak empat kasus.

25 Nopember 2010, Polresta Banjarmasin mengamankan 3700 ton gula rafinasi di wilayah pelabuhan Trisakti di dalam 15 peti kemas dan tidak mengantongi izin resmi oleh instansi terkait. Dalam hal ini tidak dilengkapi surat persetujuan perdagangan gula rafinasi antar-pulau.

24 Juni 2011, pemerintah, dalam hal ini Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Deddy Saleh mengungkapkan gula rafinasi merembes ke pasar untuk konsumsi rumah tangga di pulau-pulau di luar Jawa. Perembesan gula kristal rafinasi banyak terdapat di Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan Barat.

Januari 2012 gula rafinasi merek SUJ dan Angels Products dari Banten rembes ke pasar konsumsi wilayah timur Indonesia khususnya Makassar. Gula rafinasi SUJ dan Angels Products ini mengisi kekosongan pasar gula konsumsi di kawasan timur kala itu.

Catatan APEGTI, sepanjang 2012, rembesan gula rafinasi mencapai 250.000 ton. Diduga ini dilakukan oleh perusahaan pelat merah. Sementara itu sepanjang 2013, disinyalir rembesannya mencapai 350.000 ton oleh tiga perusahaan yang izinnya mengolah tebu kemudian berubah menjadi impor raw sugar.

September 2013, rembesan gula rafinasi juga ditemukan di Banjarnegara, Gunung Kidul. Harganya juga sangat murah bila dibandingkan gula pasir tebu. APTRI melaporkan kasus ini ke DPR-RI. Kementerian Perdagangan mengakui ada rembesan rafinasi di tingkat pengecer. Untuk jumlah dan siapa masih diaudit pihak auditor yang dilakukan PT Sucofindo (persero). Pertengahan November 2013 ini hasil audit akan keluar.


Sumber: http://www.agrofarm.co.id/read/perta.../#.UoMhYBDHaM8
0
805
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan