- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Bulan Muharram [muslim & muslimah wajib masuk]


TS
sekilasislam
Bulan Muharram [muslim & muslimah wajib masuk]
![Bulan Muharram [muslim & muslimah wajib masuk]](https://s.kaskus.id/images/2013/11/05/6050148_20131105112503.jpg)
Budayakan pelajari ilmunya terlebih dahulu sebelum mengerjakan amal ibadah ya.. 

Quote:
Spoiler for Bulan Muharram:
KEUTAMAAN BULAN MUHARRAM
الله سُبْحَانَهُ وتَعَالَى menamakan bulan ini dengan Muharram untuk semakin memperkuat ke-haram-an yang ditetapkan padanya, Hal ini tidak berarti bahwa hal tersebut dibolehkan pada selain bulan haram, akan tetapi pengkhususan pelarangan pada bulan-bulan haram itu menunjukkan bahwa balasan serta dosa kezholiman yang dilakukan pada bulan-bulan tersebut lebih besar daripada bulan-bulan yang lain.
Imam Qotadah mengatakan: “Sesungguhnya kezholiman pada bulan-bulan haram lebih besar kesalahan dan dosanya daripada kedzaliman yang dilakukan pada bulan-bulan selainnya, walaupun kedzaliman itu pada setiap keadaan adalah dosa, akan tetapi الله سُبْحَانَهُ وتَعَالَى berhak untuk memperbesar suatu perkara sesuai dengan kehendak-Nya.” (Tafsir Ibnu Katsir)
Bulan Muharram adalah bulan yang dengannya dimulai penghitungan tahun Hijriyah sebagaimana telah ditetapkan berdasarkan ijma’ Shabat pada zaman kekhalifahan Umar bin Khoththob. Bulan ini adalah salah satu bulan haram yang disebutkan الله سُبْحَانَهُ وتَعَالَى dalam firman-Nya:
إِن عِدةَ الشهُورِ عِنْدَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدينُ الْقَيمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِن أَنْفُسَكُمْ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian menzhalimi diri-diri kalian.” (QS. At Taubah: 36)
Empat bulan haram tersebut telah diterangkan oleh Rasulullah –Shollallohu’alai wasallam- dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu Bakroh –Rodhiyallohu ‘anhu- bahwasanya Rasulullah –Shollallohu’alai wasallam- bersabda:
السنة اثنا عشر شهراً، منها أربعة حرم: ثلاثة متوالية، ذو القعدة، وذو الحجة، والمحرم، ورجبُ مُضَرَ الذي بين جمادى وشعبان.
“Setahun itu ada dua belas bulan, diantara bulan bulan itu ada empat bulan haram, tiga bulan (datang) berturut-turut, yaitu: Dzul Qo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, dan (satu bulan yang tersisa yaitu
bulan Rojab Mudhor yang terletak antara Jumada dan Sya’ban.” (HR. Bukhori: 3197 dan Muslim: 1679)
Telah diriwayatkan dari Abu Huroiroh bahwa Rasulullah –Shollallohu’alai wasallam- bersabda:
أفضلُ الصيام بعد رمضان شهرُ الله المحرم، وأفضلُ الصلاة بعد الفريضة صلاةُ الليل
“Seutama-utama puasa setelah puasa Romadhon adalah puasa pada Bulan Allah: Muharram, dan seutama-utama sholat setelah sholat wajib adalah sholat malam.” (HR. Muslim: 1163)
Hadits ini dengan jelas menunjukkan keutamaan puasa pada bulan Muharram. Secara dzohir, dipahami bahwa hadits di atas menganjurkan kita untuk puasa sebulan penuh, akan tetapi para ulama menerangkan bahwa maksud hadits adalah anjuran untuk memperbanyak puasa pada bulan ini, bukan untuk puasa sebulan penuh. Sebab telah diriwayatkan dari Aisyah –Rodhiyallohu ‘anha- bahwasanya dia berkata :
ما رأيت رسول الله – صلى الله عليه وسلم – استكمل صيام شهر قط إلا رمضان،
“Tidaklah aku melihat Rasulullah –Shollallohu’alai wasallam- puasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan.” (HR Muslim: 1156)
Jadi, yang merupakan sunnah untuk dilaksanakan pada bulan ini adalah memperbanyak puasa. Selain itu, الله سُبْحَانَهُ وتَعَالَى juga memberikan kekhususan lain pada salah satu hari dari hari-hari yang ada di bulan Muharram dengan pahala yang lebih. Hari tersebut dinamakan Hari ‘Asyuro’.
BID'AH (hal yang mengada-ada) DI BULAN MUHARRAM
Bukan merupakan perkara yang aneh lagi bagi kita, bahwa tidaklah ada suatu ibadah atau sesuatu yang diagungkan oleh Syareat ini kecuali disana bermunculan bid’ah-bid’ah yang diada-adakan oleh para pengikut hawa nafsu dan orang-orang yang beibadah di atas kejahilan, sehingga mereka menganggapnya suatu kebajikan padahal pada hakekatnya adalah suatu kemaksiatan dan kemungkaran. الله سُبْحَانَهُ وتَعَالَ telah berfirman:
قُلْ هَلْ نُنَبئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا ۩ الذِينَ ضَل سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
“Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al-Kahfi: 103-104)
Berikut ini beberapa kebid’ahan yang tersebar di kalangan umat, yang merupakan kewajiban bagi kita untuk meninggalkannya dan memperingatkan manusia darinya :
Bid’ah ini banyak sekali terjadi di masjid-masjid dan organisasi-organisasi keislaman, sehingga mereka membuat agenda khusus untuk merayakannya, baik dengan membuat pengajian-pengajian umum yang mereka sebut “Peringatan Hari Besar Islam” atau acara-acara yang lainnya. Semua ini tidak lain karena jauhnya ilmu syar’y dari mereka dan terpatrinya sikap mengekor terhadap orang-orang kafir. Ketahuilah bahwa perkara ini sama sekali tidak datang dari Rasulullah –Shollallohu’alaihi wasallam-, tidak pula para sahabat beliau yang mulia maupun para ulama yang terdahulu. Perkara ini tidak lain datangnya dari orang-orang yahudi yang dimurkai الله سُبْحَانَهُ وتَعَالَى dan Nasrani yang tersesat dan tidak tahu arah.
Perayaan hari pertama suatu tahun pada asalnya adalah salah satu hari raya orang yahudi yang tertera dalam Taurot mereka. Hari raya ini semisal dengan idul ‘Adha bagi kaum muslimin. Mereka mengatakan bahwa pada hari itu الله سُبْحَانَهُ وتَعَالَى memerintahkan Ibrohim untuk menyembelih Ishaq. Maha suci Alloh dari kebohongan yang mereka ada-adakan.
Kemudian perkara ini ditiru oleh orang-orang Nashrani, sehingga merekapun mengadakan perayaan pada hari pertama tahun masehi dengan kegiatan-kegiatan yang telah mereka susun baik berupa makan-makan, begadang malam, nyanyi-nyanyian, tari-tarian dan kemaksiatan yang lainnya.
Akhirnya, perayaan inipun diambil oleh kaum muslimin, setelah jauhnya mereka dari bimbingan agama yang benar, dan tertanamnya kecintaan terhadap budaya-budaya kekafiran. Peringatan tahun baru hasil adobsi dari yahudi dan nasrani ini pertama kali diadakan atas nama islam pada zaman daulah Fatimiyyah di Mesir, sebagaimana disebutkan oleh imam Al-Maqrizy dalam kitab beliau “Al-Khuthoth wal Atsar” (1/ 490).
Kemudian setelah itu merata di negeri-negeri kaum muslimin. Wallohu musta’an. (lihat: Al-Bida’ Al-Hauliyah: 1/ 297)
Hal ini merupakan perkara yang masyhur, bahkan mungkin tidak ada satu bukupun yang memuat tentang doa-doa kecuali dicantumkan doa ini di dalamnya. Doa tersebut bunyinya sebagai berikut:
اللهم ما عملته في هذه السنة مما نهيتني عنه ولم ترضه، ونسيته ولم تنسه، وحلمت علي في الرزق بعد قدرتك على عقوبتي، ودعوتني إلى التوبة بعد جراءتي على معصيتك، اللهم إني استغفرك منه فاغفر لي، وما عملته فيها من عمل ترضاه ووعدتني عليه الثواب فأسألك يا كريم، يا ذا الجلال والإكرام أن تقبله مني، ولا تقطع رجائي منك يا كريم، وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم.
Mereka mengatakan bahwa jika seseorang membaca doa ini, maka syetan berkata:
“Sungguh aku telah susah payah menggodanya sepanjang tahun kemudian semua itu terhapus dalam sekejap.”
Ketahuilah bahwa doa ini dan doa lainnya yang dikhususkan pada akhir tahun maupun awal tahun sama sekali tidak ada dasarnya dari Rasulullah –Shollallohu’alaihi wasallam-, para sahabatnya maupun ulama-ulama setelah mereka. Semua itu tidak lain adalah kedustaan atas nama Rasulullah –Shollallohu’alaihi wasallam- yang tidak diperbolehkan satu orang muslim pun untuk mengamalkannya.
Orang yang melakukan kebid’ahan ini mendasarkan amalannya pada sebuah hadist yang berbunyi:
من صام آخر يوم من ذي الحجة، وأول يوم من الحرم، فقد ختم السنة الماضية، وافتتح السنة المستقبلة بصوم جعل الله له كفارة خمسين سنة
“Barangsiapa berpuasa pada hari terakhir bulan Dzulhijjah, dan hari pertama bulan Muharram, sungguh dia telah menutup tahun yang telah lalu dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa yang Alloh menjadikannya sebagai penghapus dosa selama lima puluh tahun.”
Hadits palsu ini disebutkan oleh Ibnul Jauzy dalam kitab “Maudhu’at” (2/199) dari jalan pendusta dan pemalsu hadits.
sebelum share atau mengerjakan amal ibadah sebaiknya kita pelajari terlebih dahulu ilmunya, karena kalau tidak, ini peringatanya :
Dari Abdullah bin az-Zubair radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa yang berdusta atas namaku maka hendaknya dia mengambil tempat duduknya di neraka.”
(HR. Bukhari, lihat al-Jam’u Baina ash-Shahihain, hal. 8 )
الله سُبْحَانَهُ وتَعَالَى menamakan bulan ini dengan Muharram untuk semakin memperkuat ke-haram-an yang ditetapkan padanya, Hal ini tidak berarti bahwa hal tersebut dibolehkan pada selain bulan haram, akan tetapi pengkhususan pelarangan pada bulan-bulan haram itu menunjukkan bahwa balasan serta dosa kezholiman yang dilakukan pada bulan-bulan tersebut lebih besar daripada bulan-bulan yang lain.
Imam Qotadah mengatakan: “Sesungguhnya kezholiman pada bulan-bulan haram lebih besar kesalahan dan dosanya daripada kedzaliman yang dilakukan pada bulan-bulan selainnya, walaupun kedzaliman itu pada setiap keadaan adalah dosa, akan tetapi الله سُبْحَانَهُ وتَعَالَى berhak untuk memperbesar suatu perkara sesuai dengan kehendak-Nya.” (Tafsir Ibnu Katsir)
- Bulan Muharram termasuk salah satu dari empat bulan haram.
Bulan Muharram adalah bulan yang dengannya dimulai penghitungan tahun Hijriyah sebagaimana telah ditetapkan berdasarkan ijma’ Shabat pada zaman kekhalifahan Umar bin Khoththob. Bulan ini adalah salah satu bulan haram yang disebutkan الله سُبْحَانَهُ وتَعَالَى dalam firman-Nya:
إِن عِدةَ الشهُورِ عِنْدَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدينُ الْقَيمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِن أَنْفُسَكُمْ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian menzhalimi diri-diri kalian.” (QS. At Taubah: 36)
Empat bulan haram tersebut telah diterangkan oleh Rasulullah –Shollallohu’alai wasallam- dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu Bakroh –Rodhiyallohu ‘anhu- bahwasanya Rasulullah –Shollallohu’alai wasallam- bersabda:
السنة اثنا عشر شهراً، منها أربعة حرم: ثلاثة متوالية، ذو القعدة، وذو الحجة، والمحرم، ورجبُ مُضَرَ الذي بين جمادى وشعبان.
“Setahun itu ada dua belas bulan, diantara bulan bulan itu ada empat bulan haram, tiga bulan (datang) berturut-turut, yaitu: Dzul Qo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, dan (satu bulan yang tersisa yaitu

- Puasa pada bulan Muharram diutamakan.
Telah diriwayatkan dari Abu Huroiroh bahwa Rasulullah –Shollallohu’alai wasallam- bersabda:
أفضلُ الصيام بعد رمضان شهرُ الله المحرم، وأفضلُ الصلاة بعد الفريضة صلاةُ الليل
“Seutama-utama puasa setelah puasa Romadhon adalah puasa pada Bulan Allah: Muharram, dan seutama-utama sholat setelah sholat wajib adalah sholat malam.” (HR. Muslim: 1163)
Hadits ini dengan jelas menunjukkan keutamaan puasa pada bulan Muharram. Secara dzohir, dipahami bahwa hadits di atas menganjurkan kita untuk puasa sebulan penuh, akan tetapi para ulama menerangkan bahwa maksud hadits adalah anjuran untuk memperbanyak puasa pada bulan ini, bukan untuk puasa sebulan penuh. Sebab telah diriwayatkan dari Aisyah –Rodhiyallohu ‘anha- bahwasanya dia berkata :
ما رأيت رسول الله – صلى الله عليه وسلم – استكمل صيام شهر قط إلا رمضان،
“Tidaklah aku melihat Rasulullah –Shollallohu’alai wasallam- puasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan.” (HR Muslim: 1156)
Jadi, yang merupakan sunnah untuk dilaksanakan pada bulan ini adalah memperbanyak puasa. Selain itu, الله سُبْحَانَهُ وتَعَالَى juga memberikan kekhususan lain pada salah satu hari dari hari-hari yang ada di bulan Muharram dengan pahala yang lebih. Hari tersebut dinamakan Hari ‘Asyuro’.
Quote:
Apa itu Hari ‘Asyuro’?
Hari ‘Asyuro’ adalah hari kesepuluh di bulan Muharram. Telah diriwayatkan dari Aisyah -Rodhiyallohu ‘anha- bahwasanya dia berkata:
كان يوم عاشوراء تصومه قريش في الجاهلية، وكان رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يصومه في الجاهلية، فلما قدم المدينة صامه، وأمر بصيامه، فلما فُرِضَ رمضان ترك يوم عاشوراء، فمن شاء صامه، ومن شاء تركه.
“Dahulu pada masa jahiliyyah, orang-orang Quroisy berpuasa pada hari ‘Asyuro’, Rasulullah –Shollallohu’alai wasallam- pada masa jahiliyyah juga berpuasa Hari ‘Asyuro’. Ketika beliau tiba di Madinah, beliau (juga) puasa Hari ‘Asyuro’ dan memerintahkan untuk berpuasa. Ketika telah diwajibkan puasa Ramadhan beliau meninggalkan puasa Hari ‘Asyuro’, barangsiapa yang ingin puasa silakan, yang ingin tinggalkan juga silakan.” (HR. Bukhori: 2002 dan Muslim: 1125).
Keutamaan Puasa ‘Asyuro
Diriwayatkan dari Abu Qotadah bahwasanya Rasulullah –Shollallohu’alai wasallam- ditanya tentang puasa Hari ‘Asyuro’, Beliau menjawab:
يكفر السنة الماضية
“(Puasa hari itu) menghapuskan dosa-dosa satu tahun yang lalu.” (HR. Muslim: 1162)
Karena keutamaan yang besar inilah Rasulullah –Shollallohu’alai wasallam- sangat memperhatikan puasa pada hari itu, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas ketika ditanya tentang puasa hari Asyuro:
ما علمت أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – صام يوماً
يطلب فضله على الأيام إلا هذا اليوم، ولا شهراً إلا هذا الشهر، يعني رمضان
“Tidaklah aku mengetahui Rasulullah –Shollallohu’alai wasallam- puasa pada suatu hari untuk mencari keutamaanya kecuali pada hari ini (yaitu hari Asyuro), dan tidak pula puasa pada suatu bulan kecuali pada bulan ini, yakni bulan Romadhon.” (HR. Bukhory: 2006 danMuslim: 1132)
Dengan ini, tidaklah pantas bagi seorang muslim yang mengaku cinta kepada Rosulnya –Shollallohu’alai wasallam- untuk menyia-nyiakan keutamaan yang besar ini. Kalau Rasulullah –Shollallohu’alai wasallam- yang telah الله سُبْحَانَهُ وتَعَالَى ampuni dosa-dosanya baik yang terdahulu maupun yang akan datang, telah dijamin dengan surga dan aman dari panasnya neraka, sangat bersemangat dalam berpuasa pada hari Asyuro, maka kita yang tidak ada jaminan sedikitpun ini lebih pantas untuk bersungguh-sungguh dalam melaksanakannya.
Kemudian, perlu untuk diketahui bahwa apabila ada dalil-dalil yang menunjukkan bahwa suatu amalan tertentu bisa menghapuskan dosa, seperti puasa Asyuro ini, atau puasa Ramadhan, puasa Arofah, wudhu, atau selainnya, yang dimaksudkan adalah dosa-dosa kecil, berdasarkan sabda Rasulullah –Shollallohu’alai wasallam-:
الصلوات الخمس، والجمعة إلى الجمعة، ورمضان إلى رمضان،
مكفرات ما بينهن إذا اجتنب الكبائر
“Sholat lima waktu, jum’at yang satu sampai jum’at berikutnya, dan Ramadhan yang satu sampai Ramadhan berikutnya, adalah penghapus dosa-dosa yang dilakukan diantara (waktu-waktu tersebut) jika dia menjauhi dosa-dosa besar.” (HR Muslim: 233)
Sisi pendalilan: Jika ibadah-ibadah besar yang wajib seperti salat lima waktu, salat jumat, dan puasa Ramadhan tidak bisa menghapus dosa-dosa besar maka terlebih lagi ibadah-ibadah yang lainnya.
Oleh karena itulah mayoritas ulama menyatakan bahwa dosa-dosa besar seperti riba, zina, pencurian, ghibah dan yang lainnya tidaklah bisa terhapus dengan amalan sholeh. Dosa-dosa tersebut hanya bisa dihapus dengan taubatyang tulus atau dengan penegakan hukum had pada dosa-dosa yang disyareatkan had padanya.
Pada riwayat Muslim dikatakan: “Orang-orang (Yahudi) Khoibar berpuasa pada hari Asyuro dan menjadikannya hari raya, mereka memakaikan hiasan-hiasan pada wanita-wanita mereka.”
Hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa diantara hikmah disyareatkannya puasa Asyuro adalah untuk menyelisihi kebiasaan orang Yahudi yang mereka menjadikannya sebagai hari raya, sebab pada hari raya seseorang tidaklah diperintahkan untuk puasa.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ketika Rasulullah –Shollallohu’alai wasallam- berpuasa pada hari ‘Asyuro dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa hari itu, para sahabat berkata: “Wahai Rosululloh, hari itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani?! Maka Rasulullah –Shollallohu’alai wasallam- menjawab:
فإذا كان العام المقبل – إن شاء الله – صمنا اليوم التاسع
“(Kalau demikian) Insya Allah pada tahun yang akan datang kita puasa pada hari kesembilan.”
Di riwayat yang lain beliau berkata:
“Jika aku masih hidup tahun depan, sungguh aku akan puasa pada hari kesembilan.”
Akan tetapi belum sampai datang tahun tersebut Rasulullah sudah meninggal. (HR Muslim: 1134)
Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang ingin berpuasa ‘Asyuro, disunnahkan juga untuk untuk berpuasa pada hari ke sembilan agar penyelisihan terhadap ibadah orang-orang Yahudi lebih jelas. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu ‘Abbas yang diriwayatkan oleh imam al-Baihaqi (4/287)[1]. bahwa dia berkata:
صوموا التاسع والعاشر خالفوا اليهود
“Puasalah kalian pada hari kesembilan dan kesepuluh, selisihilah orang-orang Yahudi.”
(Atsar ini juga diriwayatkan oleh: Abdurrozzaq (7839) dan Ath-Thohawy (2/78) dengan sanad yang shohih, telah menshohihkannya Syaikh Al-Albany ( lihat: Catatan kaki Shohih Sunan Abi Dawud: 7/207).
* * *
Hari ‘Asyuro’ adalah hari kesepuluh di bulan Muharram. Telah diriwayatkan dari Aisyah -Rodhiyallohu ‘anha- bahwasanya dia berkata:
كان يوم عاشوراء تصومه قريش في الجاهلية، وكان رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يصومه في الجاهلية، فلما قدم المدينة صامه، وأمر بصيامه، فلما فُرِضَ رمضان ترك يوم عاشوراء، فمن شاء صامه، ومن شاء تركه.
“Dahulu pada masa jahiliyyah, orang-orang Quroisy berpuasa pada hari ‘Asyuro’, Rasulullah –Shollallohu’alai wasallam- pada masa jahiliyyah juga berpuasa Hari ‘Asyuro’. Ketika beliau tiba di Madinah, beliau (juga) puasa Hari ‘Asyuro’ dan memerintahkan untuk berpuasa. Ketika telah diwajibkan puasa Ramadhan beliau meninggalkan puasa Hari ‘Asyuro’, barangsiapa yang ingin puasa silakan, yang ingin tinggalkan juga silakan.” (HR. Bukhori: 2002 dan Muslim: 1125).
Keutamaan Puasa ‘Asyuro
Diriwayatkan dari Abu Qotadah bahwasanya Rasulullah –Shollallohu’alai wasallam- ditanya tentang puasa Hari ‘Asyuro’, Beliau menjawab:
يكفر السنة الماضية
“(Puasa hari itu) menghapuskan dosa-dosa satu tahun yang lalu.” (HR. Muslim: 1162)
Karena keutamaan yang besar inilah Rasulullah –Shollallohu’alai wasallam- sangat memperhatikan puasa pada hari itu, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas ketika ditanya tentang puasa hari Asyuro:
ما علمت أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – صام يوماً
يطلب فضله على الأيام إلا هذا اليوم، ولا شهراً إلا هذا الشهر، يعني رمضان
“Tidaklah aku mengetahui Rasulullah –Shollallohu’alai wasallam- puasa pada suatu hari untuk mencari keutamaanya kecuali pada hari ini (yaitu hari Asyuro), dan tidak pula puasa pada suatu bulan kecuali pada bulan ini, yakni bulan Romadhon.” (HR. Bukhory: 2006 danMuslim: 1132)
Dengan ini, tidaklah pantas bagi seorang muslim yang mengaku cinta kepada Rosulnya –Shollallohu’alai wasallam- untuk menyia-nyiakan keutamaan yang besar ini. Kalau Rasulullah –Shollallohu’alai wasallam- yang telah الله سُبْحَانَهُ وتَعَالَى ampuni dosa-dosanya baik yang terdahulu maupun yang akan datang, telah dijamin dengan surga dan aman dari panasnya neraka, sangat bersemangat dalam berpuasa pada hari Asyuro, maka kita yang tidak ada jaminan sedikitpun ini lebih pantas untuk bersungguh-sungguh dalam melaksanakannya.
Kemudian, perlu untuk diketahui bahwa apabila ada dalil-dalil yang menunjukkan bahwa suatu amalan tertentu bisa menghapuskan dosa, seperti puasa Asyuro ini, atau puasa Ramadhan, puasa Arofah, wudhu, atau selainnya, yang dimaksudkan adalah dosa-dosa kecil, berdasarkan sabda Rasulullah –Shollallohu’alai wasallam-:
الصلوات الخمس، والجمعة إلى الجمعة، ورمضان إلى رمضان،
مكفرات ما بينهن إذا اجتنب الكبائر
“Sholat lima waktu, jum’at yang satu sampai jum’at berikutnya, dan Ramadhan yang satu sampai Ramadhan berikutnya, adalah penghapus dosa-dosa yang dilakukan diantara (waktu-waktu tersebut) jika dia menjauhi dosa-dosa besar.” (HR Muslim: 233)
Sisi pendalilan: Jika ibadah-ibadah besar yang wajib seperti salat lima waktu, salat jumat, dan puasa Ramadhan tidak bisa menghapus dosa-dosa besar maka terlebih lagi ibadah-ibadah yang lainnya.
Oleh karena itulah mayoritas ulama menyatakan bahwa dosa-dosa besar seperti riba, zina, pencurian, ghibah dan yang lainnya tidaklah bisa terhapus dengan amalan sholeh. Dosa-dosa tersebut hanya bisa dihapus dengan taubatyang tulus atau dengan penegakan hukum had pada dosa-dosa yang disyareatkan had padanya.
Pada riwayat Muslim dikatakan: “Orang-orang (Yahudi) Khoibar berpuasa pada hari Asyuro dan menjadikannya hari raya, mereka memakaikan hiasan-hiasan pada wanita-wanita mereka.”
Hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa diantara hikmah disyareatkannya puasa Asyuro adalah untuk menyelisihi kebiasaan orang Yahudi yang mereka menjadikannya sebagai hari raya, sebab pada hari raya seseorang tidaklah diperintahkan untuk puasa.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ketika Rasulullah –Shollallohu’alai wasallam- berpuasa pada hari ‘Asyuro dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa hari itu, para sahabat berkata: “Wahai Rosululloh, hari itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani?! Maka Rasulullah –Shollallohu’alai wasallam- menjawab:
فإذا كان العام المقبل – إن شاء الله – صمنا اليوم التاسع
“(Kalau demikian) Insya Allah pada tahun yang akan datang kita puasa pada hari kesembilan.”
Di riwayat yang lain beliau berkata:
“Jika aku masih hidup tahun depan, sungguh aku akan puasa pada hari kesembilan.”
Akan tetapi belum sampai datang tahun tersebut Rasulullah sudah meninggal. (HR Muslim: 1134)
Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang ingin berpuasa ‘Asyuro, disunnahkan juga untuk untuk berpuasa pada hari ke sembilan agar penyelisihan terhadap ibadah orang-orang Yahudi lebih jelas. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu ‘Abbas yang diriwayatkan oleh imam al-Baihaqi (4/287)[1]. bahwa dia berkata:
صوموا التاسع والعاشر خالفوا اليهود
“Puasalah kalian pada hari kesembilan dan kesepuluh, selisihilah orang-orang Yahudi.”
(Atsar ini juga diriwayatkan oleh: Abdurrozzaq (7839) dan Ath-Thohawy (2/78) dengan sanad yang shohih, telah menshohihkannya Syaikh Al-Albany ( lihat: Catatan kaki Shohih Sunan Abi Dawud: 7/207).
* * *
BID'AH (hal yang mengada-ada) DI BULAN MUHARRAM
Bukan merupakan perkara yang aneh lagi bagi kita, bahwa tidaklah ada suatu ibadah atau sesuatu yang diagungkan oleh Syareat ini kecuali disana bermunculan bid’ah-bid’ah yang diada-adakan oleh para pengikut hawa nafsu dan orang-orang yang beibadah di atas kejahilan, sehingga mereka menganggapnya suatu kebajikan padahal pada hakekatnya adalah suatu kemaksiatan dan kemungkaran. الله سُبْحَانَهُ وتَعَالَ telah berfirman:
قُلْ هَلْ نُنَبئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا ۩ الذِينَ ضَل سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
“Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al-Kahfi: 103-104)
Berikut ini beberapa kebid’ahan yang tersebar di kalangan umat, yang merupakan kewajiban bagi kita untuk meninggalkannya dan memperingatkan manusia darinya :
- Bid’ah perayaan tahun baru Hijriyah.
Bid’ah ini banyak sekali terjadi di masjid-masjid dan organisasi-organisasi keislaman, sehingga mereka membuat agenda khusus untuk merayakannya, baik dengan membuat pengajian-pengajian umum yang mereka sebut “Peringatan Hari Besar Islam” atau acara-acara yang lainnya. Semua ini tidak lain karena jauhnya ilmu syar’y dari mereka dan terpatrinya sikap mengekor terhadap orang-orang kafir. Ketahuilah bahwa perkara ini sama sekali tidak datang dari Rasulullah –Shollallohu’alaihi wasallam-, tidak pula para sahabat beliau yang mulia maupun para ulama yang terdahulu. Perkara ini tidak lain datangnya dari orang-orang yahudi yang dimurkai الله سُبْحَانَهُ وتَعَالَى dan Nasrani yang tersesat dan tidak tahu arah.
Perayaan hari pertama suatu tahun pada asalnya adalah salah satu hari raya orang yahudi yang tertera dalam Taurot mereka. Hari raya ini semisal dengan idul ‘Adha bagi kaum muslimin. Mereka mengatakan bahwa pada hari itu الله سُبْحَانَهُ وتَعَالَى memerintahkan Ibrohim untuk menyembelih Ishaq. Maha suci Alloh dari kebohongan yang mereka ada-adakan.
Kemudian perkara ini ditiru oleh orang-orang Nashrani, sehingga merekapun mengadakan perayaan pada hari pertama tahun masehi dengan kegiatan-kegiatan yang telah mereka susun baik berupa makan-makan, begadang malam, nyanyi-nyanyian, tari-tarian dan kemaksiatan yang lainnya.
Akhirnya, perayaan inipun diambil oleh kaum muslimin, setelah jauhnya mereka dari bimbingan agama yang benar, dan tertanamnya kecintaan terhadap budaya-budaya kekafiran. Peringatan tahun baru hasil adobsi dari yahudi dan nasrani ini pertama kali diadakan atas nama islam pada zaman daulah Fatimiyyah di Mesir, sebagaimana disebutkan oleh imam Al-Maqrizy dalam kitab beliau “Al-Khuthoth wal Atsar” (1/ 490).
Kemudian setelah itu merata di negeri-negeri kaum muslimin. Wallohu musta’an. (lihat: Al-Bida’ Al-Hauliyah: 1/ 297)
- Bid’ah doa akhir tahun dan awal tahun.
Hal ini merupakan perkara yang masyhur, bahkan mungkin tidak ada satu bukupun yang memuat tentang doa-doa kecuali dicantumkan doa ini di dalamnya. Doa tersebut bunyinya sebagai berikut:
اللهم ما عملته في هذه السنة مما نهيتني عنه ولم ترضه، ونسيته ولم تنسه، وحلمت علي في الرزق بعد قدرتك على عقوبتي، ودعوتني إلى التوبة بعد جراءتي على معصيتك، اللهم إني استغفرك منه فاغفر لي، وما عملته فيها من عمل ترضاه ووعدتني عليه الثواب فأسألك يا كريم، يا ذا الجلال والإكرام أن تقبله مني، ولا تقطع رجائي منك يا كريم، وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم.
Mereka mengatakan bahwa jika seseorang membaca doa ini, maka syetan berkata:
“Sungguh aku telah susah payah menggodanya sepanjang tahun kemudian semua itu terhapus dalam sekejap.”
Ketahuilah bahwa doa ini dan doa lainnya yang dikhususkan pada akhir tahun maupun awal tahun sama sekali tidak ada dasarnya dari Rasulullah –Shollallohu’alaihi wasallam-, para sahabatnya maupun ulama-ulama setelah mereka. Semua itu tidak lain adalah kedustaan atas nama Rasulullah –Shollallohu’alaihi wasallam- yang tidak diperbolehkan satu orang muslim pun untuk mengamalkannya.
- Bid’ah pengkhususan puasa pada akhir tahun dan awal tahun.
Orang yang melakukan kebid’ahan ini mendasarkan amalannya pada sebuah hadist yang berbunyi:
من صام آخر يوم من ذي الحجة، وأول يوم من الحرم، فقد ختم السنة الماضية، وافتتح السنة المستقبلة بصوم جعل الله له كفارة خمسين سنة
“Barangsiapa berpuasa pada hari terakhir bulan Dzulhijjah, dan hari pertama bulan Muharram, sungguh dia telah menutup tahun yang telah lalu dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa yang Alloh menjadikannya sebagai penghapus dosa selama lima puluh tahun.”
Hadits palsu ini disebutkan oleh Ibnul Jauzy dalam kitab “Maudhu’at” (2/199) dari jalan pendusta dan pemalsu hadits.
- Bid'ah upacara sesajen
sebelum share atau mengerjakan amal ibadah sebaiknya kita pelajari terlebih dahulu ilmunya, karena kalau tidak, ini peringatanya :
Dari Abdullah bin az-Zubair radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa yang berdusta atas namaku maka hendaknya dia mengambil tempat duduknya di neraka.”
(HR. Bukhari, lihat al-Jam’u Baina ash-Shahihain, hal. 8 )
Quote:
Original Posted By cahaya405►jadi kayak mana dong gan dirayain apa kagak taun baru islam?
silahkan dibaca dulu gan

Koleksi Thread yang lain gan
SUMBER

Diubah oleh sekilasislam 18-04-2014 02:30
0
1.9K
Kutip
14
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan