- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Pura Luhur Rambut Siwi


TS
kuartet800
Pura Luhur Rambut Siwi

Pura Luhur Rambut Siwi terdapat di Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali, + 18 km Timur Kota Negara. Pura Rambut Siwi sudah sangat terkenal. Pada saat piodalan, umat dari berbagai penjuru memadati Pura yang berlokasi di tepi laut.
Pura Rambut Siwi
Piodalan Pura Luhur Rambut Siwi jatuh setiap 210 hari pada Buda (rabu), Umanis, Wuku Prangbakat. Odalan yang jatuh pada hari biasa akan dilakukan Odalan Madia (menengah). Tapi, jika bertepatan pada saat Bulan Purnama atau Tilem maka akan dilaksanakan Odalan Tingkatan Utama (Odalan Nadi).
Sejarah Pura Luhur Rambut Siwi
Sejarah Pura ini tertuang di dalam Dwijendra Tattwa. Menurut Mangku Gede Pura Luhur Rambut Siwi Ida Bagus Kade Ordo, Pura ini tidak terlepas dari kedatangan Danghyang Dwijendra. Mengutip Dwijendra Tattwa, ia meneritakan setelah beberapa lama di Gelgel, Danghyang Dwijendra ingin menikmati Bali. Beliau pun berangkat ke arah barat sampai ke daerah Jembrana, berbelok ke selatan dan berbalik lagi ke timur menyusuri pantai.
Saat menyusuri pantai tersebut, Beliau bertemu dengan seorang tukang sapu di sebuah parahyangan. Tukang sapu tersebut sedang duduk di luar parahyangan. Ketika Sang Pandita lewat, tukang sapu itu menyapa dan minta sang Pandita agar tidak tergesa-gesa dan berhenti sejenak.
Tukang sapu itu mengatakan, parahyangan merupakan tempat yang angker dan keramat. Barang siapa yang lewat di sini dan tidak bersembahyang akan diterkam harimau. Untuk itulah, dia mohon sang Pandita sembahyang di parahyangan.
Danghyang Dwijendra pun menuruti keinginan si tukang sapu. Beliau lalu diantar masuk ke parahyangan. Di depan sebuah bangunan pelinggih, Danghyang Dwijendra melakukan yoga, mengheningkan cipta menatap ujung hidung (Angghsana Cika) dan menunggalkan jiwatman-Nya kepada Hyang Widhi.
Ketika Beliau sedang asyik melakukan yoga, tiba-tiba gedong pelinggih tempat menyembah itu roboh. Peristiwa itu dilihat oleh tukang sapu. Dia lalu menangis dan mohon ampun kepada sang Pandita. Tukang sapu itu merasa bersalah karena memaksa sang Pandita menyembah parahyangan. Tukang sapu juga mohon dengan hormat disertai belas kasih sang Pandita agar parahyangan diperbaiki lagi. Tukang sapu ingin parahyangan dikembalikan seperti semula supaya ada tempat pemujaan setiap hari.
Danghyang Dwijendra merasa kasihan juga karena melihat bangunan pelinggih itu roboh, ditambah lagi adanya tangisan tukang sapu. Beliau pun berkenan, akan memperbaiki bangunan itu seperti sedia kala. Selanjutnya Danghyang Dwijendra melepaskan gelung hingga rambutnya terurai. Beliau mencabut sehelai rambutnya dan diberikan kepada tukang sapu. Danghyang Dwijendra berkata, bahwa rambut tersebut agar diletakkan di pelinggih yang ada di parahyangan dan disiwi atau disungsung atau disembahyangi agar semua mendapat kerahayuan. Tukang sapu menuruti apa yang disampaikan Danghyang Dwijendra dan dia juga menuruti semua nasihat Danghyang Dwijendra. dari sinilah awal nama Pura Rambut Siwi.
Karena hari itu sudah hampir tengah malam, Danghyang Dwijendra pun berniat bermalam di pura Rambut Siwi. Kehadiran Danghyang Dwijendra ternyata menyedot banyak orang. Berduyun-duyun orang datang kesana. Mereka datang untuk memohon nasihat agama dan mohon penyembuhan. Beliau lalu menyampaikan ajaran-ajaran agama, terutama mengenai bakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan Betara-Batari leluhurnya agar hidup sejahtera di dunia. Beliau juga mengingatkan agar setiap Hari Rabu Umanis Prangbakat mengadakan pujawali di Pura Rambut Siwi untuk keselamatan desa.
Delapan Pura
Sampai saat ini pemedek yang tangkil ke Pura Rambut Siwi bukan hanya warga setempat saja. Banyak orang dari luar Jembrana, maupun dari luar Bali datang ke pura untuk sembahyang dan mohon keselamatan serta kesejahteraan. Sekaa subak, baik subak sawah maupun subak abian (tegalan) juga banyak yang melakukan persembahyangan di pura ini.
Di sekitar Pura Luhur Rambut Siwi terdapat tujuh pura atau delapan pura termasuk Pura Luhur. Bagi Umat yang pedek tangkil diharapkan mengikuti urutan tersebut. Pertama, persembahyangan di Pura Pesanggrahan yang terletak di pinggir Jalan Raya Denpasar - Gilimanuk. Kedua, Persembahyangan dilanjutkan ke Pura Taman yang berada di sebelah timur jalan masuk ke lokasi Pura Rambut Siwi.
Selesai di Pura Taman, pemedek menuju pura ketiga yaitu Pura Penataran. Lokasinya berada di timur Pura Luhur dan turun kebawah. Selanjutnya yang ke empat, persembahyangan dilanjutkan ke Pura Goa Tirta. Naik ke atas Pura Melanting, Kemudian persembahyangan dilanjutkan ke Pura Gading Wani yang letaknya ada di sebelah barat Pura Melanting atau di pintu masuk sebelah barat. Selanjutnya persembahyangan dilanjutkan ke Pura Ratu Gede Dalem Peed yang terletak di timur Pura Melanting tepatnya sebelum Pura Luhur. Di Pura Ratu Gede Dalem Peed pemedek akan mendapatkan Gelang Tridatu (hitam, merah, putih). Setelah itu, persembahyangan diakhiri di Pura Luhur Rambut Siwi.
Di kawasan pura ini, Pura Penataran dan Pura Luhur merupakan Pura Inti, sedangkan yang lainnya merupakan pesanakan. Di Pura Luhur terdapat 13 bangunan. bangunan itu antara lain Padma, Pengayeng Gunung Agung, Meru Tiga Linggih Ida Batara Sakti Wawu Rauh, Gedong, Palinggih Ratu Nyoman Sakti, Palinggih Rambut Sedana, Taksu, Pepelik, Piasan, Peselang, Bale Gong dan Gedong Pesimpenan Busana.
Memuja Dewanya Pertanian
Pura Rambut Siwi + 17 km di Timur Kota Negara) adalah pura untuk memja Tuhan sebagai Dewanya Pertanian. Di bawah, dibagian tenggara Pura Rambut Siwi terdapat Pura Segara. Pura ini ada juga menyebutnya Pura Taman. Bersebelahan dengan Pura Segara itu terdapat Pura Penataran. Dalam acara persembahyangan apalagi kalau ada pujawali atau piodalan, ketiga pura itu sangat nampak keterkaitannya. Pujawali diadakan setiap enam bulan wuku yaitu pada hari Buda Umanis Prangbakat. Umumnya kalo kita bersembahyang ke Pura Rambut Siwi ini pasti juga dilakukan persembahnyangan di Pura Segara dan Pura Penataran. Naik ke atas ke barat dayanya barulah Pura Rambut Siwi berdiri megah. Memperhatikan susunan letak tiga pura tersebut nampak pura tersebut sangat tua umurnya. Karena sebelum Mpu Kuturan mengajarkan pembangunan Kahyangan Tiga di setiap desa pekraman, sudah ada tiga jenis pura di setiap kerajaan di Bali yaitu Pura Segara, Pura Penataran, dan Pura Puncak. Pura Rambut Siwi ini tergolong Pura Puncak-Nya karena letaknya di puncak atau di dataran tinggi kalau dilihat dari Pura Segara dan Penataran. Hal ini melambangkan pemujaan Tuhan menjiwai Bhur Loka, Bhuwah Loka dan Swah Loka. Tiga pura tersebut melukiskan bahwa Tuhan itu ada di mana-mana, di alam bawah, tengah maupun di alam atas.
Di samping itu, tiga pura ini sebagai media untuk memohon kedamaian Tri Loka yang dinyatakan dalam mantra Atharvaveda. Kalau langit, udara dan tanah serta air di bumi dalam keadaan damai, maka kehidupan agraris yang berpangkal pada eksistensi pertanian pasti berlangsung dengan baik. Masyarakat di daerah jembrana memohon kepada Tuhan di Pura Rambut Siwi dengan Pura Penataran dan Pura Segara-Nya agar bumi, udara dan langit tidak terganggu fungsinya menjadi sumber kehidupan ekonomi agraris di jembrana. Kemakmuran ekonomi itu sangat tergantung pada terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan makan, minum, sandang dan papan. Kalau tanah dan air rusak, udara kotor penuh polusi maka pertanian tentu akan gagal.
Saat Mpu Dang Hyang Nirartha ke Bali yang berkuasa di jembrana adalah I Gusti Ngurah Rangsasai. Konon penguasa ini menganut ajaran Bairawa. Ajaran Bairawa ini bersumber dari ajaran Tantrayana. pada Zaman dahulu banyak yang menyalahartikan ajaran Tantrayana ini. Misalnya salah satu ajarannya ada yang menyatakan tentang maituna yang diartikan sebagai hubungan seks seara bebas dan erotis. Hakikat ajaran maituna adalah suatu sikap yoga untuk menguatkan dan meningkatkan hubungan purusa dengan pradana dalam diri. Dari hubungan tersebut akan muncul daya spiritual dari dalam diri yang lebih hebat. Daya spiritual itu akan mampu mengekspresikan kesucian Atman mencapai Brahman/ keadaan diri yang seperti itu akan berdaya guna untuk membangun jati diri yang sehat jasmani dan rohani. Dalam Mahanirwana Tantra dinyatakan bahwa Tantrayana itu menguatkan kekuatan Guna Sattwam dan Rajas secara seimbang menguasai pikiran. Pikiran yang dikuatkan oleh Guna Sattwam dan Rajas itu akan mampu membuat manusia berniat baik dan berbuat baik secara nyata.
Nampaknya ajaran Tantranyana inilah yang diluruskan oleh Mpu Dang Hyang Nirartha ketika datang di jembrana dan di bali pada umumnya.
(sumber : buku mengenal pura Sad Kahyangan & Kahyangan Jagat, penerbit Pustaka Bali Post)









Diubah oleh kuartet800 19-09-2014 09:56
0
3.3K
5


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan