- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Psikolog: Anak Boleh Tonton Video Porno, asalkan...


TS
Xandikha
Psikolog: Anak Boleh Tonton Video Porno, asalkan...
Maaf klo thread ini acak acakan soalnya ON di HP + pertama kali buat thread
.
Langsung aja ke topik pembicaraan,,,
Rabu, 30 Oktober 2013 | 11:44 WIB
KOMPAS.com — Masa remaja
merupakan masa seseorang
mengalami fase pubertas, yaitu
transisi dari anak-anak menjadi
dewasa. Pada masa ini, umumnya
seseorang memiliki rasa
keingintahuan sangat tinggi, terutama
pada perubahan-perubahan yang
terjadi pada dirinya.
Oleh karenanya menjadi hal yang
wajar apabila mereka mulai tertarik
mengeksplorasi hal-hal yang berbau
seks. Pasalnya, pada masa tersebut,
organ-organ seksuallah yang paling
menunjukkan perkembangan.
"Wajar saja jika anak remaja memiliki
rasa ingin tahu yang lebih terhadap
seks. Mereka sedang mengalami
pematangan organ seksual, dan
umumnya, keingintahuan pada hal
yang baru juga tinggi," papar psikolog
anak dan remaja Indri Savitri saat
dihubungi Kompas Health , Selasa
(29/10/2013).
Namun jika dieksplorasi dengan cara
yang salah, maka rasa keingintahuan
remaja dapat berimbas negatif.
Seperti baru-baru ini, kasus video
asusila dari salah satu SMP di
Jakarta. Menurut Indri, itu adalah
salah satu bentuk eksplorasi seks
yang salah kaprah dan cenderung
berlebihan.
Kesalahan dalam mengeksplorasi
seksualitas, kata Indri, merupakan
hasil dari edukasi seks yang tidak
diterapkan secara baik dan
menyeluruh. Menurut dia, jika edukasi
seks hanya berupa larangan-larangan
tanpa memberi tahu apa yang
seharusnya dilakukan, maka anak
justru akan semakin ingin tahu dan
cenderung mengeksplorasinya dengan
cara yang salah.
"Kalau hanya dilarang, bagaimana
anak bisa tahu dasar dari seks itu
sendiri. Karena itu, perlu dikenalkan
dari awal, sedini mungkin, terutama
untuk menjaga organ paling intim dari
gangguan orang lain," tuturnya.
Pengajaran untuk menjaga organ
paling intim, papar Indri, merupakan
salah satu upaya untuk menghargai
diri sendiri. Menurut dia, jika bisa
menghargai diri sendiri, maka orang
lain pun akan cenderung mampu
menghargai kita. Dengan demikian,
pelecehan seksual pun dapat dicegah.
Indri menjelaskan, sejak baru bisa
bicara, dan mengerti perkataan
orangtua, anak sebaiknya sudah
dikenalkan dengan daerah-daerah
pribadi pada tubuhnya. Orangtua juga
harus menekankan, organ tersebut
tidak boleh disentuh atau dilihat oleh
orang lain, kecuali oleh ibu atau
bapak, misalnya.
Selain itu, imbuh dia, anak perlu
diajarkan untuk berpakaian secara
pantas, menutup daerah-daerah
pribadi pada tubuhnya dengan baik
agar tidak mudah dilihat dan diganggu
orang lain.
"Ajarkan pula bahwa tempat melepas
dan memakai baju tidak boleh
sembarangan, perlu dilakukan di
tempat tertutup," tekannya.
Dengan begitu, anak benar-benar tahu
mana yang harus dijaga untuk
mempertahankan harga dirinya. Selain
itu tentu saja, mereka mengerti bahwa
sudah sepatutnya merasa risih dan
malu jika tubuhnya terekspos.
Pendampingan Oorangtua
Tak dipungkiri, kemajuan teknologi
saat ini memudahkan anak dan
remaja mengakses berbagai macam
informasi, termasuk materi pornografi.
Bahkan, hanya melalui telepon pintar,
anak sudah dapat menonton materi
berbau seksual dengan mudah.
Menurut Indri, di sinilah pentingnya
peran dan pendampingan para
orangtua. Pelarangan mengakses
media bukanlah solusi yang terbaik.
Bukan tidak mungkin, pelarangan akan
membuat anak menjadi penasaran dan
memicu mereka untuk lebih "liar" lagi
memuaskan keingintahuannya.
Untuk itu, Indri menganjurkan para
orangtua untuk selalu mendampingi
dan menjelaskan apa yang mereka
lihat dengan cara berdiskusi atau
berdialog.
"Orangtua perlu membahas
setelahnya. Apa yang sebenarnya
mereka tonton dan menanyakan apa
yang mereka rasakan saat
menontonnya, dan menjelaskan reaksi
tersebut," tutur Manajer Divisi
Konseling dan Edukasi Lembaga
Psikologi Terapan Universitas
Indonesia ini.
Dengan pembahasan tersebut, kata
Indri, anak tidak lagi penasaran dan
"curi-curi" untuk melihat video atau
gambar porno. Sebaliknya, anak bisa
menjadi lebih bijak dan mengerti cara
bersikap menghadapi hal itu, yang
mungkin ada di lingkungan
pergaulannya.
Terkait video mesum yang beredar
baru-baru ini, menurut Indri, itu adalah
bentuk ekspresi keliaran remaja.
Kembali lagi, bisa jadi hal itu
dipengaruhi dari aktivitas menonton
video porno yang cenderung
menunjukkan adegan-adegan yang
terkesan liar.
Kendati demikian, Indri tak menampik
adanya kemungkinan-kemungkinan
lain anak melakukan hal tersebut.
Misalnya, anak tidak tahu apa yang
sebenarnya dilakukan, atau memenuhi
tantangan dari teman sebaya tanpa
tahu konsekuensi setelahnya.
Sumber : Kompas.com
Sorry klo repost, klo repost delet aja ini thread.

Langsung aja ke topik pembicaraan,,,
Rabu, 30 Oktober 2013 | 11:44 WIB
KOMPAS.com — Masa remaja
merupakan masa seseorang
mengalami fase pubertas, yaitu
transisi dari anak-anak menjadi
dewasa. Pada masa ini, umumnya
seseorang memiliki rasa
keingintahuan sangat tinggi, terutama
pada perubahan-perubahan yang
terjadi pada dirinya.
Oleh karenanya menjadi hal yang
wajar apabila mereka mulai tertarik
mengeksplorasi hal-hal yang berbau
seks. Pasalnya, pada masa tersebut,
organ-organ seksuallah yang paling
menunjukkan perkembangan.
"Wajar saja jika anak remaja memiliki
rasa ingin tahu yang lebih terhadap
seks. Mereka sedang mengalami
pematangan organ seksual, dan
umumnya, keingintahuan pada hal
yang baru juga tinggi," papar psikolog
anak dan remaja Indri Savitri saat
dihubungi Kompas Health , Selasa
(29/10/2013).
Namun jika dieksplorasi dengan cara
yang salah, maka rasa keingintahuan
remaja dapat berimbas negatif.
Seperti baru-baru ini, kasus video
asusila dari salah satu SMP di
Jakarta. Menurut Indri, itu adalah
salah satu bentuk eksplorasi seks
yang salah kaprah dan cenderung
berlebihan.
Kesalahan dalam mengeksplorasi
seksualitas, kata Indri, merupakan
hasil dari edukasi seks yang tidak
diterapkan secara baik dan
menyeluruh. Menurut dia, jika edukasi
seks hanya berupa larangan-larangan
tanpa memberi tahu apa yang
seharusnya dilakukan, maka anak
justru akan semakin ingin tahu dan
cenderung mengeksplorasinya dengan
cara yang salah.
"Kalau hanya dilarang, bagaimana
anak bisa tahu dasar dari seks itu
sendiri. Karena itu, perlu dikenalkan
dari awal, sedini mungkin, terutama
untuk menjaga organ paling intim dari
gangguan orang lain," tuturnya.
Pengajaran untuk menjaga organ
paling intim, papar Indri, merupakan
salah satu upaya untuk menghargai
diri sendiri. Menurut dia, jika bisa
menghargai diri sendiri, maka orang
lain pun akan cenderung mampu
menghargai kita. Dengan demikian,
pelecehan seksual pun dapat dicegah.
Indri menjelaskan, sejak baru bisa
bicara, dan mengerti perkataan
orangtua, anak sebaiknya sudah
dikenalkan dengan daerah-daerah
pribadi pada tubuhnya. Orangtua juga
harus menekankan, organ tersebut
tidak boleh disentuh atau dilihat oleh
orang lain, kecuali oleh ibu atau
bapak, misalnya.
Selain itu, imbuh dia, anak perlu
diajarkan untuk berpakaian secara
pantas, menutup daerah-daerah
pribadi pada tubuhnya dengan baik
agar tidak mudah dilihat dan diganggu
orang lain.
"Ajarkan pula bahwa tempat melepas
dan memakai baju tidak boleh
sembarangan, perlu dilakukan di
tempat tertutup," tekannya.
Dengan begitu, anak benar-benar tahu
mana yang harus dijaga untuk
mempertahankan harga dirinya. Selain
itu tentu saja, mereka mengerti bahwa
sudah sepatutnya merasa risih dan
malu jika tubuhnya terekspos.
Pendampingan Oorangtua
Tak dipungkiri, kemajuan teknologi
saat ini memudahkan anak dan
remaja mengakses berbagai macam
informasi, termasuk materi pornografi.
Bahkan, hanya melalui telepon pintar,
anak sudah dapat menonton materi
berbau seksual dengan mudah.
Menurut Indri, di sinilah pentingnya
peran dan pendampingan para
orangtua. Pelarangan mengakses
media bukanlah solusi yang terbaik.
Bukan tidak mungkin, pelarangan akan
membuat anak menjadi penasaran dan
memicu mereka untuk lebih "liar" lagi
memuaskan keingintahuannya.
Untuk itu, Indri menganjurkan para
orangtua untuk selalu mendampingi
dan menjelaskan apa yang mereka
lihat dengan cara berdiskusi atau
berdialog.
"Orangtua perlu membahas
setelahnya. Apa yang sebenarnya
mereka tonton dan menanyakan apa
yang mereka rasakan saat
menontonnya, dan menjelaskan reaksi
tersebut," tutur Manajer Divisi
Konseling dan Edukasi Lembaga
Psikologi Terapan Universitas
Indonesia ini.
Dengan pembahasan tersebut, kata
Indri, anak tidak lagi penasaran dan
"curi-curi" untuk melihat video atau
gambar porno. Sebaliknya, anak bisa
menjadi lebih bijak dan mengerti cara
bersikap menghadapi hal itu, yang
mungkin ada di lingkungan
pergaulannya.
Terkait video mesum yang beredar
baru-baru ini, menurut Indri, itu adalah
bentuk ekspresi keliaran remaja.
Kembali lagi, bisa jadi hal itu
dipengaruhi dari aktivitas menonton
video porno yang cenderung
menunjukkan adegan-adegan yang
terkesan liar.
Kendati demikian, Indri tak menampik
adanya kemungkinan-kemungkinan
lain anak melakukan hal tersebut.
Misalnya, anak tidak tahu apa yang
sebenarnya dilakukan, atau memenuhi
tantangan dari teman sebaya tanpa
tahu konsekuensi setelahnya.
Sumber : Kompas.com
Sorry klo repost, klo repost delet aja ini thread.
0
3.1K
20


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan