leylam4ajnunAvatar border
TS
leylam4ajnun
"One man, one vote", Sulitlah Capres non-Jawa spt Ical, Hatta, Paloh, JK bisa Menang!
Data DPT untuk Pemilu dan Pilpres 2014 sampai akhir Oktober 2013


source pic: http://data.kpu.go.id/dpt.php

"DPT Idealnya 70 Persen dari Jumlah Penduduk"
Jum'at, 25 Oktober 2013 06:47 wib



JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhirnya menunda pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT), setelah KPU mendapat desakan dari sejumlah partai peserta pemilu dan juga rekomendasi dari Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu). Ketua DPP Gerindra Bidang Advokasi, Habiburokhman, mengatakan, penundaan yang diundur dua minggu ini, tidaklah cukup memperbaiki DPT. "Angka ideal DPT adalah sekitar 65 sampai dengan 70 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 170 juta," kata Habib, melalui rilis yang diterima Okezone, Kamis (24/10/2013).

Dia pun meminta kepada KPU untuk mendiskusikan dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dan lembaga demografi terkiat jumlah pemilih yang berbeda antara data Daftar Penduduk Potensial Pemilih (DP4) 190 juta, eKTP 147 juta, dan DPT 187 juta. "Idealnya ketiga angka ini harus sama," jelasnya. Habib pun meminta kepada KPU untuk terjun lagi ke lapangan karena adanya perbedaan data dalam penetapan DPT tersebut. "Diperkirakan sekitar 17 juta data DPT harus dicoret dan sekitar 10 juta pula pemilih belum terdaftar," tambahnya.
http://pemilu.okezone.com/read/2013/...umlah-penduduk

Jelang Pemilu 2014, DPT Nasional Sudah 185 Juta, Tapi Papua Barat Masih Kosong
Jumat, 18/10/2013 13:30 WIB

Jakarta - KPU menerapkan Sistem Informasi Daftar Pemilih (Sidalih) yang salahsatu fungsinya untuk mengupdate jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) secara nasional. Hingga siang ini jumlah DPT sudah terekap 185 juta dari seluruh kabupaten/kota, namun DPT Propinsi Papua Barat masih kosong. Update DPT dalam Sidalih dilakukan secara online oleh KPU Kabupten/Kota, yaitu setelah melakukan pemutakhiran daftar pemilih mereka langsung mengunggahnya di website KPU. Sehingga secara berkala jumlah DPT akan bertambah secara nasional.

Nah, dalam sistem informasi daftar pemilih yang bisa diakses melalui website KPU www.data.kpu.go.idsudah ada 185.296.741 pemilih yang fiks dari 33 propinsi. Tapi dalam data itu seluruh kabupaten/kota di Papua Barat masih kosong. Ada apa? "Jaringan di Papua dan Papua Barat belum begitu bagus, bahkan di pusat kotanya masih sangat lambat. Ini kendala akses. Bahkan sudah kita kirim tim untuk membantu, tapi nggak bisa juga," kata komisioner KPU Arief Budiman di kantornya, Jalan Imam Bonjol, Jakpus, Jumat (18/10/2013).

Menurut Arief, beberapa propinsi lain juga ada yang belum masuk seluruh DPTnya, misal di Maluku dan Maluku Utara. Lagi lagi soal akses internet, lainnya karena kendala operator. "Mereka akhirnya data ke sini (KPU pusat) dan diunggah di sini," ucapnya. Hal senada disampaikan oleh komisioner KPU lainnya Ferry Kurnia Rizkiyansyah soal alasan keterlambatan masuknya data. Menurutnya, tim KPU dari Propinsi Papua Barat sudah tiba di KPU pusat sejak Rabu (16/10) kemarin untuk melakukan pengunggahan data DPT. "Saat ini mereka masih entry data di sini, mereka datang sejak Rabu. Selain jaringan yang susah di sana, banyak juga yang masih tulis tangan," kata Ferry. "Saat ini sudah 185 juta yang masuk Sidalih, asumsinya 187 juta. Jadi tinggal sedikit lagi, mudah-mudahan bisa selesai," imbuh mantan ketua KPU Jawa Barat itu.
[url]http://news.detik..com/read/2013/10/18/133041/2389260/10/dpt-nasional-sudah-185-juta-tapi-papua-barat-masih-kosong?nd771104bcj[/url]

Ruhut Sitompul:
Non Jawa Jangan Bermimpi Jadi Presiden
Kamis, 13 Januari 2011 , 08:37:00 WIB

RMOL. Urusan Jawa dan non Jawa agaknya masih penting untuk dibicarakan di atas pentas politik Indonesia. Setidaknya demikian menurut Jurubicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul. Seperti dimuat Harian Rakyat Merdeka edisi hari ini (Kamis, 13/1), Ruhut menyarankan agar politisi non Jawa jangan bermimpi jadi presiden. Politisi-politisi non Jawa itu dimintanya untuk bersabar dulu, dan jangan nggege mongso (memaksakan kehendak) karena "Belanda masih jauh." “Ini bukan SARA tapi realitas politik. Kita sudah dua kali lakukan pemilihan presiden langsung, tapi yang masuk tiga besar, calon-calon dari Jawa,” ujar Ruhut.

Menurut Ruhut, apa yang disampaikannya bukan asal bicara, tapi realitas yang dirasakan. Kata dia, jangankan dipilih langsung rakyat, di internal partai saja, calon dari luar Jawa selalu kalah. Sebagai contoh, Ruhut menunjuk bekas Ketua Umum Golkar Akbar Tandjung. Akbar, sudah pernah berjuang habis-habisan pasang badan untuk Golkar tapi dalam konvensi capres Golkar, dia kalah oleh Wiranto yang tokoh Jawa. “Ini bukti yang tidak bisa dihindari. Saya bisa ngomong begini, karena jadi saksi hidup pada konvensi Capres Golkar. Ketika itu saya masih di Golkar dan menjadi salah satu panitia konvensi, kata Ruhut dengan enteng.

Pernyataan Ruhut ini disampaikan untuk menanggapi pernyataan politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Muhammad Nadjib. Menurut Nadjib, tidak tertutup kemungkinan Partai Demokrat akan mengambil bos PAN Hatta Rajasa yang lahir di Palembang tahun 1953 silam sebagai Capres maupun Cawapres. Menurut Najib, kemungkinan itu bisa dilihat dari beberapa indikasi, di antaranya, pada Pilpres 2009, Hatta ditunjuk sebagai ketua tim sukses SBY-Boediono. Selain itu, lanjutnya, Hatta pernah jadi menteri dan sekarang malah menjabat Menko Perekonomian. “Jadi, saya pikir Hatta sudah pantas dijadikan Capres,” katanya.

Politisi PAN itu mengakui, hingga saat ini belum ada pembicaraan sama sekali dengan Demokrat atau partai lain untuk mengajukan Hatta sebagai Capres atau Cawapres. Sementara menurut Ruhut, Demokrat belum memutuskan masalah Capres, masih menunggu keputusan majelis tinggi. Tapi Ruhut yakin, tak mungkin Demokrat mencalonkan Hatta Rajasa sebagai presiden, karena masih banyak kader Demokrat yang pantas. Dia menyebut tiga nama yakni Ani Yudhoyono, Pramono Edy Wibowo dan Anas Urbaningrum. "Kayaknya, Demokrat akan memprioritaskan kader dari dalam," kata Ruhut. Pernyataan Ruhut ini tentu juga menyentil Parpol lain yang sudah memunculkan sejumlah nama Capres dari non Jawa
http://www.rakyatmerdekaonline.com/n...s.php?id=14855

Capres Asal Jawa Dominasi Pilpres 2014
Minggu, 06 Oktober 2013 05:54 WIB

JAKARTA - Pemerhati Budaya dari Lentera Perindo, Adi Adrian mengatakan pada Pemilu 2014 mendatang, sejumlah tokoh yang maju sebagai calon presiden dari berbagai Partai Politik (Parpol) masih didominasi dari kebudayaan jawa. "Prediksi saya budayawan asal Jawa tetap kuat, dan makin akan mewarnai di 2014," ujar Adi usai acara diskusi seni dengan tema "Perspektif Politik dalam Kebudayaan" di Jakarta, Sabtu (5/10/2013).

Namun, dia meyakini bila sentimen Jawa dan non-Jawa akan luntur bila capres yang diusung memiliki kapasitas yang mumpuni. "Penerimaan capres non Jawa sudah mulai bergerak, tapi yang penting kapasitas dan kemampuan, lama-lama luntur sentimen Jawa dan lain-lain," jelasnya.
http://theglobejournal.com/politik/c...2014/index.php

Bukan orang Jawa, Ical mimpi jadi capres 2014
Jumat, 13 Juli 2012 11:43

Merdeka.com - Pemilihan calon presiden pada 2014 masih dua tahun lagi. Tapi masing-masing partai sudah sibuk menyiapkan sosok yang diperkirakan dapat mendulang suara. Di antara partai besar, baru Partai Golkar yang mendeklarasikan calonnya Aburizal Bakrie. Menurut Ketua DPP Bidang Kominfo Partai Demokrat Ruhut Sitompul, untuk nyapres di Indonesia, ada kriteria yang wajib dipenuhi calon, yakni berasal dari suku Jawa. "Tapi untuk presiden, bukan aku SARA, sekali lagi aku ingatkan, kalau dari suku non Jawa, saya mohon paling enggak bekerjalah, lobi lah untuk wapres ya. Kita sudah buktikan Pak SBY, dua-duanya Jawa loh, SBY Boediono, bahkan menangnya satu putaran," kata Ruhut kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (12/7).

Ruhut menambahkan, fenomena kepemimpinan suka Jawa itu tak hanya terjadi di Pilpres saja, tapi juga sampai ke tingkat kepala daerah. "Yang selalu mengangkat unsur calon presiden, saya kan selalu mengulang yang ngomong ini Ruhut orang Batak, sekarang pemilihan presiden, pemilihan gubernur, bupati, kota, langsung dipilih oleh rakyat," tambahnya. Lebih jauh Ruhut menjelaskan, bahwa kultur Jawa masih sangat kental di kalangan pemerintah Indonesia. Maka itu dia menyarankan, jika ada seseorang maju dalam Pilpres namun bukan berasal dari suku Jawa, ada baiknya meningkatkan kualitas kinerjanya agar dilirik publik.

Bahkan dikatakannya, kegagalan Golkar di Pilgub DKI kemarin menjadi bukti bahwa partai berlambang beringin itu harus berpikir dua kali untuk mengajukan calon yang bukan dari suku Jawa saat Pilpres nanti. "Mereka (suku Jawa) orang yang betul-betul sangat low profile. Jadi jangan main-main kalau non Jawa mau jadi calon presiden. Saya mohon introspeksi atau kalau pun boleh kan ditanya, gimana dong bang suku lain. Suku lain bisa, tapi nilai yang bersangkutan plus plus plus, tiga kali plusnya. Kalau tidak itu yang namanya mimpi kali ye," sindir Ruhut sambil tertawa.
http://www.merdeka.com/politik/ruhut...pres-2014.html

Ical alias ARB:
Capres Jawa-Non Jawa Itu Isu Elit
"Di grassroot tidak ada Jawa-non Jawa. Itu hanya ada di elit."
Kamis, 27 Juni 2013, 15:10 wib

VIVAnews - Capres Partai Golkar Aburizal Bakrie menilai isu capres harus orang Jawa hanya isu yang beredar di kalangan elit saja. Menurut dia, di kalangan masyarakat bawah tidak mempermasalahkan hal itu. "Di grassroot tidak ada Jawa-non Jawa. Itu hanya ada di elit. Mereka mempersoalkan kehidupan mereka. Minta perbaikan hidup," kata Aburizal, dalam silaturahmi dan dialog dengan karyawan Bakrie Land, di Marketing Office South Gate, Rasuna Epicentrum, Jakarta.

ARB, sapaan Aburizal, mengatakan dirinya telah berkeliling ke setiap pelosok negeri, terutama ke wilayah pulau Jawa. Bagi mereka, isu kesukuan capres itu tidak penting, sebab mereka berharap capres bisa membawa kesejahteraan. "Mereka tidak memandang dari suku mana, tapi mereka menanyakan bisa memberikan kesejahteraan apa tidak. Hidup mereka bisa berubah atau tidak," ungkapnya.

Meski demikian ARB mengatakan orang Jawa mayoritas dan memiliki suara mayoritas dalam pemilu. Namun dia yakin, orang Jawa bijak dan mau memilih pemimpin bukan dari melihat suku. Kebijaksanaan orang Jawa itu, kata ARB, dibuktikan orang Jawa dalam perjalanan sejarah bangsa ini. "Dulu meski Jawa mayoritas, mereka tidak memaksakan Bahasa Jawa sebagai bahasa nasional, tapi menerima bahasa melayu sebagai bahasa nasional, demi persatuan bangsa," ujarnya. "Tadinya saya pikir begitu (dikotomi capres Jawa-Non Jawa)tapi begitu saya keliling ternyata tidak begitu. Tapi istri saya juga orang Jawa, saya juga lebih fasih berbahasa Jawa dari istri saya," imbuhnya.
http://politik.news.viva.co.id/news/...a-itu-isu-elit

Mayoritas Pemilih Jawa ‘Alergi’ dengan Aburizal Bakrie
Rabu, 25 Januari 2012 00:47 WIB

lensaindonesia..com: Ketua Balitbang Partai Golkar, Indra J. Piliang membuat heboh. Ia menyatakan elektabilitas Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie rendah. Dan kalau rendah, buat apa Partai Golkar mencalonkan Ical, panggilan akrab Aburizal Bakrie menjadi capres untuk berlaga di Pemilu 2014. Pengamat politik dan kepolisian dari Point Indonesia, Karel Harto Susetyo mengatakan, elektabiltas dan akseptabilitas Ical bisa sangat rendah karena buruknya penyelesaian kasus Lapindo. “Kasus tersebut menjadi memori buruk kolektif atas model kepemimpinan dan tanggung jawab bisnis Ical,” katanya kepada LICOM, Selasa (24/1).

Selain, sambung Karel, figur Ical yang non Jawa, juga memiliki pengaruh dominan bagi mayoritas pemilih yang berbasis Jawa. Karel juga mengimbau Ical agar bersikap negarawan. Maksudnya, mau bersikap rasional dalam menghitung segala potensi menjadi capres. “Sebaiknya Ical menjadi king maker dan mengambil posisi sebagai negarawan. Seorang pemimpin kan harus memikirkan kelangsungan organisasinya. Justru dengan inilah, Ical akan dikenang dalam lintasan sejarah bangsa,” demikian Karel
[url]http://www.lensaindonesia..com/2012/01/25/sudah-jelas-elektabilitas-ical-rendah-buat-apa-golkar-calonkan-dia.html[/url]

----------------------------------

Menurut catatan CIA dalam CIA Factbooks 2013, jumlah penduduk INDONESIA mencapai 251.160.124 jiwa (July 2013, estimasi) yang bila dipilah berdasarkan etnisnya adalah sbb: Javanese 40.6%, Sundanese 15%, Madurese 3.3%, Minangkabau 2.7%, Betawi 2.4%, Bugis 2.4%, Banten 2%, Banjar 1.7%, other or unspecified 29.9% (2000 census). lalu berdasarkan agamnya adalah sbb: Muslim 86.1%, Protestant 5.7%, Roman Catholic 3%, Hindu 1.8%, other or unspecified 3.4% (2000 census). Dalam prinsip pemilihan langsung ala Demokrasi kita saat ini, dimana diberlakukan sistem ‘one man, one vote‘, secara teori atau hitungan diatas kertas, hanya calon pemimpin yang berasal dari etnis yang dominan saja yang akan selalu keluar sebagai pemenang dalam setiap pemilu atau pilpres. Hal itu disebabkan karena sudah menjadi kebiasaan suatu suku di manapun di dunia ini, yaitu mereka memiliki kecendrungan secara psikologis untuk memilih pemimpin dari kalangan sukunya sendiri (coba explore referensi ini). Sebenarnya untuk Indonesia, urut-urutan skala pilihan pemilih itu berturut-turut adalah: agama, gender, suku, kharismatik, asal-usul dinasti keturunan, baru kekayaan dan lain-lainnya. Juga sangat ditentukan oleh struktur usia pemilih yang umumnya di dominasi oleh pemilih baru dan pemilih muda.

Akan halnya calon-calon Capres, khususnya yang berasal dari luar jaawa (etnis non-jawa) seperti Ical, Hatta Radjasa, Surya Paloh dan Jusuf Kalla, untuk memenangi pilihan Capres 2014, dengan analisa sederhana saja, sangat kecil kemungkinannya akan dipilih rakyat. Kalau untuk jabatan Wapres, masih mungkin, sebab dimasa lalu banyak Wapres dari luar jawa (etnis non-jawa). Kok bisa begitu? Diskriminatif? Alasan pemilih jelas banyak. Dari segi suku saja, capres-capres yang bukan etnis jawa dipastikan tidak akan banyak menarik pemilih terbesar yang umumnya beretnis jawa dan tinggal di pulai jawa dan juga di luar jawa. Harap dimaklumi saja bahwa orang jawa itu, kalau memilih elit pemimpin yang akan memimpin mereka, pastilah mereka cenderung untuk memilih orang jawa jua, yang mereka kenali dari namanya khasnya itu, yang umumnya berakhiran konsonan huruf “O” (Sukarno, Suharto, Susilo, Yudhoyono, Sukarwo, Prabowo, Wiranto).

Dalam tabel KPU tentang DPT diatas itu, kalau di jumlah, pemilih di pulau Jawa mencapai sekitar 109 juta pemilih atau sekitar 60% dari pemilih untuk Pemilu dan Pilpres 2014. Dipastikan terbesar dari mereka itu adalah pemilih beretnis Jawa. Itu belum di hitung pemilih di luar Jawa yang berasal dari jawa dan beretnis jawa pula, seperti di Sumut, Bali, Lampung, Sulut, Kalimantan, dan Papua, baik migran biasa maupun bekas para transmigran di masa lalu. Jumlah mereka diperkirakan cukup besar, setidaknya diperkirakan sekitar 30-40% dari total penduduk asli se tempat.

Lalu apakah pemilih di Sumataera pasti akan mau memilih Ical dan Hatta Radjasa karena berasal dari sana, atau memilih Jusuf Kalla untuk semua pemilih di Sulawesi? Tapi saya juga tidak yakin. Mungkin etnis di Lampung (asal Ical) akan memilih Ical, dan orang Sumatera Selatan (Palembang), asal tempatnya Hatta Rajasa, akan memilih dia. Begitu pula dengan orang Bugis di Sulsel, cenderung akan memilih nama JK dulu seperti zaman Pilpres 2009 lalu. Tapi bagaimana dengan orang Banjar yang fanatik agamanya itu, biasanya hanya mau memilih nama-nama berbau muslim yang saleh saja. Artinya, pola pemilihan karena pertimbangan sentimen kesukuan itu oleh pemilih di akar rumput umumnya, untuk etnis yang jumlahnya kecil, jumlahnya pasti tidak signifikan, kecuali utnuk etnis jawa yang jumlahnya memang besar.

Untunglah pola semacam itu tak berlaku untuk Pemilu Legislatif, dimana jumlah keterwakilan anggota DPR Pusat yang berasal dari pemilihan di Jawa dan Luar Jawa, hampir berimbang jumlahnya. Mungkin itulah rahasia mengapa para 'Foundhing Father" kita dulu menghendaki sistem politik yang berazaskan Perwakilan dan Musyawarah untuk memilih Pimpinan nasional melalui Lembaga MPR, bukan seperti sekarang ini, menganut sistme Demokrasi Barat yang memberlakukan "One man, One Vote" itu. Sekiranya UUD 1945 tak diobrak-abrik MPR di zaman Amien Rais sebagai ketuanya dulu, boleh jadi pemilihan Presiden sangat ideal karena anggota MPR yang terdiri dari anggota DPR (jumlah anggotanya, fifty-fifty, antara asal jawa dan luar jawa), ditambah utusan golongan dari semua penjuru Nusantara. Dalamjumlah anggota MPR yang beragam seperti itu, perwujudan perwakilan 250 juta rakyat Indonesia .... maka bisa diharapkan Pemimpin Nasional yang akan terpilih sebagai Presiden RI, bisa dari etnis mana saja, agama mana saja, dan dari golongan mana saja, asalh disetujui sebagian besar anggota MPR itu. Tapi sekarang? Ngimpi kaleee yeeee !

Dan yang penting pula, usia pemilih pada pemilu dan Pilpres 2014 kelak, yang di dominasi oleh pemilih pemula (kelahiran pasca krismon 1997 atau generasi Reformasi), anak-anak remaja dan pasangan muda (kelahiran 1970-an sampai 1990-an), serta generasi tua yang lahir tahun 1960-an. Generasi tahun 1960-an itu, yang kini banyak menduduki posisi strategis, tahu persis sejarah ORBA dan GOLKAR di masa lalu. Mereka juga merasakan pahitnya Krismon 1997 dulu sebagai akibat perbuatan ORBA yang salah satu pendukung utamanya adalah Golkar. Komposisi secara nasional untuk generasi 1960-an sampai 1997-an itu, di prediksi hampir 90% pemilih aktif pada tahun 2014. Sulit bagi Ical dan Golkar untuk meyakinkan mereka, apalagi internet setiap hari terus ‘menguliti’ dosa dan kesalahan Golkar di masa lalu dan dosa Ical seputar lumpur lapindo, pajak, gaya hidup keluarganya yang hedon, dan lainya, hampir setiap hari.



emoticon-Turut Berduka
0
3.4K
28
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan