karatemasterAvatar border
TS
karatemaster
Kenapa harus ada Adegan Lempar Tepung di Acara Komedi??


TOLONG BANTU RATE GAN emoticon-Malu (S)


Saya benar-benar geram melihat acara komedi.emoticon-Cape d... (S)Dalam program komedi (?) yang ditayangkan secara live atau tidak live adegan murahan digunakan untuk memancing tawa penonton. emoticon-Cape d... (S)

Trik tepung atau bedak sebenarnya telah lama menjadi bagian dari panggung komedi Indonesia. Dulu Srimulat sesekali memunculkan trik tersebut untuk adegan minum. Dalam Srimulat trik ini biasanya dilakukan oleh seorang pembantu kepada sang majikan. Dalam adegan pembantu akan menyodorkan gelas yang diam-diam berisi tepung atau bedak, bukan air. Momen yang dipilih pun sangat cerdas yakni ketika sang majikan sedang terlibat pembicaraan atau sedang marah dengan lawan mainnya. Maka ketika tiba-tiba disodorkan sebuah gelas ia akan segera mengangkat dan berusaha menenggaknya tanpa banyak melihat. Saat itulah tepung seketika berhamburan ke mukanya. Sebuah trik yang cerdas dan menjadi ice breaking yang mengejutkan bagi penonton. Trik tepung ini pun mengandung pesan dan maksud bahwa ketika sedang dilanda emosi, seseorang perlu untuk sejenak menarik amarahnya atau bahkan menghilangkan unsur amarah dalam komunikasi.

Tapi kecerdasan trik tepung kini telah hilang. Trik tepung telah berubah menjadi “Komedi Tepung”. Semburan tepung tak lagi digunakan sebagai ice breaking yang disampaikan secara cerdas dan cermat, tapi telah menjadi sebuah menu utama dan wajib bagi sebuah acara komedi. Parahnya itu dilakukan dengan tidak memandang situasi dan dilakukan dengan cara yang amat melecehkan dan merusak kaidah tontonan komedi.

Fesbuker di ANTV mungkin boleh dianggap sebagai inisiator boomingnya “Komedi Tepung”. Gaya lawakan murahan ini kemudian diadopsi oleh banyak acara sejenis dan terbaru muncul dalam YKS di Trans TV dan OVJ di trans 7. Tidak mengherankan sebenarnya karena pelaku dari Komedi Tepung di sejumlah stasiun TV juga itu-itu saja yakni Olga & Friends (Olga, Denny Cagur, Raffi Ahmad, Sapri dkk.). Meski formasi Olga & Friends tak selalu sama di setiap acara komedi, tapi hampir bisa dipastikan jika mereka ada maka komedi yang akan mereka bawakan tak akan jauh-jauh dari “Komedi Tepung”.

Kita tinggalkan para aktivis “Komedi Tepung” tersebut karena hal yang lebih penting dan mendesak untuk kita kritisi adalah pelecehan tersamar dan tawa yang menyakitkan di balik “Komedi Tepung” tersebut.

Sejak awal kemunculan Fesbuker dan sejumlah “komedi tepung” lainnya, saya memilih untuk men-skip tontonan tersebut. Saya hampir tak bisa tertawa setiap ketika melihat adegan itu. Beda ketika trik tersebut disisipkan secara cerdas oleh pelawak-pelawak Srimulat dulu. Maka saya heran bagaimana bisa banyak penonton di studio itu begitu renyah tertawanya setiap kali “prosesi penepungan” itu digelar. Terlepas dari mereka adalah penonton bayaran, tapi pada akhirnya Komedi Tepung ini dianggap wajar oleh banyak masyarakat penonton lainnya. Mereka menjadi terbiasa dan memakluminya. Padahal adegan-adegan dalam Komedi Tepung sebenarnya sangat melecehkan.

Seorang pemain yang akan dikorbankan atau dengan sukarela menjadi korban biasaanya akan diperlakukan dengan beberapa bentuk prosesi pemanasan seperti dibekap, dirangkul kuat bahkan setengah dicekik, sering juga kepalanya dijitak atau diuyel-uyel terlebih dahulu. Lalu dengan penuh persiapan dan antusias pemain lainnya menyemprotkan tepung atau bedak ke arah kepala hingga wajah. Penonton pun “tertawa”, padahal mereka sedang “disakiti” pikirannya.

Tak hanya dilakukan sekali. Komedi Tepung digelar berkali-kali baik pada segmen yang sama maupun segmen-segmen berikutnya. Kita tentu tak bisa menyepelekan dampak tepung atau bedak bagi kesehatan organ mata maupun pernafasan meski adegan itu dilakukan “suka sama suka”. Jika pelakunya tak peduli, maka televisi dalam hal ini acara komedia tersebut seharusnya mencerminkan sikap manusiawinya karena penonton yang melihatnya termasuk anak-anak akan terbiasa dan mengadopisnya sebagai candaan kepada sesamanya. Ini jelas membahayakan.

Kita tak bisa beralasan bahwa tak ada yang salah dengan “Komedi Tepung” karena nyatanya rating atau sharing acara-acara komedia itu cukup besar. Fesbuker bahkan mememangan sebuah award penting beberapa saat lalu. Dalam hal ini saya harus mengatakan kemenangan Fesbuker atau acara-acara komedi serupa, juga kemenangan-kemenangan komedia aktivis Komedi Tepung sebenarnya adalah bentuk pelcehan bagi dunia penyiaran Indonesia dan menyakitkan bagi penonton Indonesia. Jika banyak penonton yang suka itu lebih disebabkan karena pembiaran dan eksploitasi yang terus menerus dilakukan pada akhirnya membuat secata tidak sadar masyarakat menjadi terbiasa dan menganggapnya wajar. “Kebiasaan” menonton Komedi Tepung karena mereka tak memiliki banyak pilihan, hampir semua tayangan komedian seperti demikian.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Taufik dkk. dari Universitas Sebelas Maret dengan responden mahasiswa menunjukkan bahwa tingkat kepuasan penonton terhadap acara komedi salah satunya Fesbuker ANTV ternyata di bawah 30% alias rendah. Jangan bandingkan hasil ini dengan angka lembaga rating karena survey yang dilakukan lembaga rating memang sudah lama bermasalah dan dikritik menyesatkan.

“Komedi Tepung” telah keluar dari spirit humor sebuah komedi. Apalagi dalam Komedi Tepung biasanya disertai cacian-cacian atau gerakan-gerakan tarian yang tidak elegan. Sebagai sebuah bentuk hiburan dan komunikasi, komedi pada dasarnya digunakan untuk menyampaikan pesan secara persuasif dan ringan. Humor dalam komedi diharapkan mendatangkan impresi yang diwujudkan dalam bentuk tawa namun bertujuan untuk mempengaruhi atau mengajak penonton menerima anjuran yang disampaikan. Dari makna ini bisa kita boleh khawatir dengan kuat bahwa Komedi Tepung akan menciptakan bentuk baru bullying di sekolah atau lingkungan pergaulan nyata.

“Komedi Tepung” ini juga tak berbeda jauh dari “Candaan Gabus” di mana para komedian “memasyaratkan” simulasi kekerasan dengan benda-benda yang terbuat dari stereofoam. Dalih “properti yang digunakan” tidak berbahaya justru mendatangkan bahaya karena yang ditangkap oleh penonton terutama anak-anak seringkali bukan propertinya tapi bentuk dan cara-cara “mengerjai” orang. Pun demikian stereofoam sangat tidak dianjurkan untuk digunakan dalam jumlah besar karena sebagai sampah barang itu hampir tidak bisa diurai.

Sebagai sebuah humor, komedi memang penting untuk membuat orang tersenyum atau tertawa. Tapi siapapun yang memperhatikan “Komedi Tepung” mungkin akan menangkap perbedaan rasa tertawa yang lahir dari adegan-adegan penepungan tersebut. Tawa-tawa itu sesungguhnya tawa yang menyakitkan.

Humor adalah sarana komunikasi alternatif. Sebuah kelucuan dalam komedi tetap perlu mengandung sebuah pesan. Jika sebuah komedi yang disajikan secara “berlebihan” membuat komunikasi menjadi kabur. Jadi pesan dan komunikasi model apa yang bisa ditonton dari sebuah “Komedi Tepung”??. Kecuali kita sedang menertawakan sebuah pelecehan dan menerima sebuah kesakitan.

“Komedi Tepung” seakan mengklarifikasi kembali betapa ruang tontonan masyarakat kita terutama televisi sebenarnya sedang sakit parah. Sebuah komedi yang dipentaskan untuk memunculkan impresi melalui canda berubah menjadi adegan-adegan yang memaksa tawa. Canda-canda itu hanya melahirkan tawa-tawa yang menyakitkan. Melalui “Komedi Tepung”, tepung dan bedak telah berubah menjadi barang yang membahayakan dan menyakitkan.

inilah beberapa cuplikan adegan acara komedi yang lempar tempung, bagi yang mau nambahkan silahkan.
Spoiler for lempar tepung:


Spoiler for nyiksa:


yang mau kasih ane silahkan
Spoiler for buka:


jangan kasih ane
Spoiler for buka:


Spoiler for utamakan:


Spoiler for mampir thread ane yang lain nya..:


Kripik pedas dari agan2 tentang Lempar tepung
Spoiler for kripik:
Diubah oleh karatemaster 25-10-2013 15:08
0
6.2K
72
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan