- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Jenis Pajak yang HILANG Terkikis Jaman, di Indonesia


TS
tehe
Jenis Pajak yang HILANG Terkikis Jaman, di Indonesia
Spoiler for Sedikit Tentang Pajak:
Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Berikut ini yang termasuk pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak;
1. Pajak Penghasilan (PPh)
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
4. Bea Meterai
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Sementara yang termasuk pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain:
1. Pajak Propinsi
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
2. Pajak Kabupaten/Kota
a. Pajak Hotel
b. Pajak restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
g. Pajak Parkir.
Berikut ini yang termasuk pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak;
1. Pajak Penghasilan (PPh)
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
4. Bea Meterai
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Sementara yang termasuk pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain:
1. Pajak Propinsi
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
2. Pajak Kabupaten/Kota
a. Pajak Hotel
b. Pajak restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
g. Pajak Parkir.
Tapi yang mau ane bahas bukan itu, mungkin mereka yang lahir sekitar tahun 1980 an atau sebelumnya (kesannya tua banget) masih inget beberapa pajak yang pernah diberlakukan di Indonesia di jaman orde baru, diantaranya; pajak radio, pajak televise, pajak sepeda dan pajak becak. Nah pajak-pajak ini kini telah hilang tak terurus ditelan modernisasi dan demokrasi. Berikut penjelasannya;
Spoiler for Pajak Radio:
Peraturan mengenai pajak radio diatur dalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 12 TAHUN 1947. Peraturan ini menetapkan tentang "PAJAK RADIO" ATAS SEMUA PESAWAT PENERIMAAN RADIO di seluruh Indonesia, peraturan ini memiliki beberapa pasal, meliputi;
Pasal 1.
Dari semua pesawat penerimaan radio dipungut pajak yang dinamai "Pajak Radio".
Pasal 2.
Yang dimaksudkan dengan pesawat penerimaan radio dalam Undang-undang ini, ialah segala alat, yang dapat digunakan untuk menerima gelombang radio (Hertzche golven).
Pasal 3.
Pesawat penerimaan radio akan dibebaskan dari pajak jika pesawat itu tidak dipakai dan karena itu disegel. Yang berwajib memasang segel itu ialah Kepala Kantor telepon atau pegawai yang ditunjuk olehnya. Segala itu dipasang demikian rupa sehingga pesawat penerimaan radio itu tidak dapat dipakai kembali dengan tidak merusakkan segel itu.
Pasal 4.
Besarnya pajak buat tiap-tiap pesawat penerimaan radio ialah R. 5,- untuk sebulan almanak.
Pasal 5.
Yang dikenakan pajak ialah pemegang pesawat penerimaan radio. Pasal 6. Buat mereka yang mulai menjadi wajib-pajak, sebagian dari sebulan yang melebihi 10 hari dihitung sebagai sebulan penuh, kecuali jika pesawat yang bersangkutan untuk bulan itu telah dibayar pajak.
Lanjutanya masih banyak lagi pasalnya, tapi ane capek *pijitin dunks... hahahahahaha
Pasal 1.
Dari semua pesawat penerimaan radio dipungut pajak yang dinamai "Pajak Radio".
Pasal 2.
Yang dimaksudkan dengan pesawat penerimaan radio dalam Undang-undang ini, ialah segala alat, yang dapat digunakan untuk menerima gelombang radio (Hertzche golven).
Pasal 3.
Pesawat penerimaan radio akan dibebaskan dari pajak jika pesawat itu tidak dipakai dan karena itu disegel. Yang berwajib memasang segel itu ialah Kepala Kantor telepon atau pegawai yang ditunjuk olehnya. Segala itu dipasang demikian rupa sehingga pesawat penerimaan radio itu tidak dapat dipakai kembali dengan tidak merusakkan segel itu.
Pasal 4.
Besarnya pajak buat tiap-tiap pesawat penerimaan radio ialah R. 5,- untuk sebulan almanak.
Pasal 5.
Yang dikenakan pajak ialah pemegang pesawat penerimaan radio. Pasal 6. Buat mereka yang mulai menjadi wajib-pajak, sebagian dari sebulan yang melebihi 10 hari dihitung sebagai sebulan penuh, kecuali jika pesawat yang bersangkutan untuk bulan itu telah dibayar pajak.
Lanjutanya masih banyak lagi pasalnya, tapi ane capek *pijitin dunks... hahahahahaha
Spoiler for Gambar tanda bukti pembayaran pajak radio:

Spoiler for Pajak Televisi:
Dulu jaman-jaman masih gwe SD sering bgt terima tamu mas-mas yg suka dateng sore sore ‘nagih’ pajak televise ke bonyok, TVRI waktu itu, klo ga salah sih 500 atau 600 rupiah, bukti pembayarannya kecil kayak perangko/materai terus ditempel di sebuah lembaran, yang berisi 12 kolom bulan selama satu tahun.
Gokilnya kan, orang tua kite dulu punya tv aja bayar pajak tujuannya untuk mempercepat pembangunan. Mungkin maklum, karena tv dulu ga sebanyak dan seterjangkau sekarang, jadi masih pada taat, yang punya TV buat bayar pajak.
Tapi namanya orang punya seribu cara, kadang mereka yang usil alias g mau bayar pajak, kalo petugas dating anaknya suruh bilang “Ortu ga ada dirumah”. Bukan tanpa alasan karena biasanya para penagih ini cuma mengandalkan asumsi yg terlihat dari luar rumah untuk masuk menagih pajak, klo diluar rumah ada antena tv menjulang belasan meter pake bambu ya itu dia sasaran buat narik pajaknya. Ini pun ada yang mensiasati dengan memasang antenna di dalam rumah diatas plafon di bawah genteng meski jadi kualitas gambarnya buruk, yang penting gak bayar.
Anehnya lagi tuh para petugas klo rumah rumah yg rada masuk kebon atau pekarangan, suka ga ditagih, jadi kadang yang rumahnya deket jalan “ngiri” petugasnya males kali ya.
Gokilnya kan, orang tua kite dulu punya tv aja bayar pajak tujuannya untuk mempercepat pembangunan. Mungkin maklum, karena tv dulu ga sebanyak dan seterjangkau sekarang, jadi masih pada taat, yang punya TV buat bayar pajak.
Tapi namanya orang punya seribu cara, kadang mereka yang usil alias g mau bayar pajak, kalo petugas dating anaknya suruh bilang “Ortu ga ada dirumah”. Bukan tanpa alasan karena biasanya para penagih ini cuma mengandalkan asumsi yg terlihat dari luar rumah untuk masuk menagih pajak, klo diluar rumah ada antena tv menjulang belasan meter pake bambu ya itu dia sasaran buat narik pajaknya. Ini pun ada yang mensiasati dengan memasang antenna di dalam rumah diatas plafon di bawah genteng meski jadi kualitas gambarnya buruk, yang penting gak bayar.
Anehnya lagi tuh para petugas klo rumah rumah yg rada masuk kebon atau pekarangan, suka ga ditagih, jadi kadang yang rumahnya deket jalan “ngiri” petugasnya males kali ya.
Spoiler for Gambar bukti pembayaran pajak TV:
http://remcakram.files.wordpress.com/2013/03/100_6756.jpg?w=630
Spoiler for Pajak Sepeda:
Pajak sepeda di Indonesia sudah ada sejak masa pemerintahan Kolonial, dan terus dilanjutkan pada masa pemerintahan Jepang. Bahkan pada masa itu, dengan dalih untuk membiayai perang demi membantu kemerdekaan Indonesia, pemerintah pendudukan Jepang berlaku lebih ketat dalam menerapkan aturan pajaknya. Tidak boleh ada warga masyarakat yang terlambat membayak pajak, karena denda akan menanti jika mereka terlambat.
Untuk itu pemerintah pendudukan Jepang rajin memberitahu dan mengingatkan warga dengan mengeluarkan pengumuman yang dimuat dalam koran-koran yang beredar saat itu agar para pemilik sepeda dan kendaraan lain segera membayar pajaknya. Bagi warga Jakarta dan sekitarnya, pengumuman itu dimuat dalam koran Asia Raya, yang isinya; Jakarta Tokubetsu Shichoo mempermaklumkan bahwa: Pajak sepeda buat tahun 1945, banyaknya f 1, - atau f 0,75 harus dilunasi sebelum tanggal 1 bulan 3 tahun 1945; Kini kepada mereka yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk membayar pajak itu pada tiap-tiap hari kerja;
a. di Kantor Bendahara Jakarta Tokubetsu Shi, Kebon Sirih no. 22 dari jam 9.30 -1.30 siang, kecuali hari Kamis dari jam 9.30 -12 (mulai tangal 16 sehingga 29 bulan 2 juga dari jam 4 -7 sore).
b. di Kantor Kesehatan Kota, jalan Kanna no. 10 dan di pasar-pasar: Jatinegara, Senen, Sawah Besar, Glodok dan di Tanah Abang dari jam 9.30 -1.30 ada kesempatan untuk membayar pajak itu. Tapi kesempatan untuk membayar ditempat-tempat tersebut hanya diadakan selama bulan Januari 1945. Sepeda harus dibawa.
Pemasangan tanda-tanda pajak jika dikehendaki dapat pula dilakukan di sekolah-sekolah, kantor-kantor perusahaan, dan sebagainya, yaitu untuk paling sedikitnya 50 sepeda dan uang pajak harus dibayar lebih dahulu. Permintaan dapat diajukan kepada Kantor Bendahara Jakarta Tokubetsu Shi (telepon 2733 pesawat 24). Kesempatan ini juga berlaku 1 bulan saja. Bilamana pembayaran pajak dilakukan sesudah waktu yang telah ditentukan, maka pajak itu ditambah dengan 20%, akan tetapi jumlah tambahan itu paling banyak f 1,-untuk tiap-tiap kendaraan.
Selanjutnya diperingatkan bahwa kewajiban membayar pajak yang dimaksud di atas berlaku untuk semua penduduk Jakarta Tokubetsi Shi yang mempunyai dan atau mempergunakan kendaraan sebagai disebut di atas, kecuali jika menurut peraturan yang berlaku dapat dibebaskan dari pembayaran pajak itu (Asia Raya, 14 Januari 1945).
Sepeda yang sudah dibayar pajaknya itu akan diberi penneng, yaitu lempengan logam yang ditempelkan pada bodi sepeda sebagai bukti pembayaran pajak sepeda sehingga mudah terlihat oleh polisi yang memeriksanya. Pada masa itu, polisi sering melakukan razia untuk mengecek penneng dan kalau benda ini tak ada, kita pun akan kena denda. Itulah sebabnya sepeda harus dibawa ketika membayar pajak.
Lucunya, ternyata pajak sepeda sebesar f 0.75,-hanya diberikan untuk sepeda-sepeda kepunyaan anak-anak sekolah yang menurut daftar sekolah (dengan surat keterangan Kepala Sekolah) tercatat sebagai anak kedua dan atau selanjutnya dari suatu keluarga. Repotnya!
Yang lebih repot lagi, besaran pajak untuk untuk kendaraan masih dibedakan lagi menurut ban yang dipakainya, yaitu; memakai roda ban bukan karet, memakai roda ban karet mati dan memakai roda ban karet pompa. Waduuhh!!!!
Setelah Indonesia merdeka, pajak sepeda tidak segera `menghilang.' Beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur seperti Yogyakarta, Kudus, Kediri, Banyuwangi dan lain-lain, sampai tahun 80an (bahkan ada yang sampai tahun 90an) masih memberlakukan pajak sepeda sebagai bagian dari pajak daerah untuk menambah pendapatan daerahnya. “Katanya” xixixixixixix….
Untuk itu pemerintah pendudukan Jepang rajin memberitahu dan mengingatkan warga dengan mengeluarkan pengumuman yang dimuat dalam koran-koran yang beredar saat itu agar para pemilik sepeda dan kendaraan lain segera membayar pajaknya. Bagi warga Jakarta dan sekitarnya, pengumuman itu dimuat dalam koran Asia Raya, yang isinya; Jakarta Tokubetsu Shichoo mempermaklumkan bahwa: Pajak sepeda buat tahun 1945, banyaknya f 1, - atau f 0,75 harus dilunasi sebelum tanggal 1 bulan 3 tahun 1945; Kini kepada mereka yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk membayar pajak itu pada tiap-tiap hari kerja;
a. di Kantor Bendahara Jakarta Tokubetsu Shi, Kebon Sirih no. 22 dari jam 9.30 -1.30 siang, kecuali hari Kamis dari jam 9.30 -12 (mulai tangal 16 sehingga 29 bulan 2 juga dari jam 4 -7 sore).
b. di Kantor Kesehatan Kota, jalan Kanna no. 10 dan di pasar-pasar: Jatinegara, Senen, Sawah Besar, Glodok dan di Tanah Abang dari jam 9.30 -1.30 ada kesempatan untuk membayar pajak itu. Tapi kesempatan untuk membayar ditempat-tempat tersebut hanya diadakan selama bulan Januari 1945. Sepeda harus dibawa.
Pemasangan tanda-tanda pajak jika dikehendaki dapat pula dilakukan di sekolah-sekolah, kantor-kantor perusahaan, dan sebagainya, yaitu untuk paling sedikitnya 50 sepeda dan uang pajak harus dibayar lebih dahulu. Permintaan dapat diajukan kepada Kantor Bendahara Jakarta Tokubetsu Shi (telepon 2733 pesawat 24). Kesempatan ini juga berlaku 1 bulan saja. Bilamana pembayaran pajak dilakukan sesudah waktu yang telah ditentukan, maka pajak itu ditambah dengan 20%, akan tetapi jumlah tambahan itu paling banyak f 1,-untuk tiap-tiap kendaraan.
Selanjutnya diperingatkan bahwa kewajiban membayar pajak yang dimaksud di atas berlaku untuk semua penduduk Jakarta Tokubetsi Shi yang mempunyai dan atau mempergunakan kendaraan sebagai disebut di atas, kecuali jika menurut peraturan yang berlaku dapat dibebaskan dari pembayaran pajak itu (Asia Raya, 14 Januari 1945).
Sepeda yang sudah dibayar pajaknya itu akan diberi penneng, yaitu lempengan logam yang ditempelkan pada bodi sepeda sebagai bukti pembayaran pajak sepeda sehingga mudah terlihat oleh polisi yang memeriksanya. Pada masa itu, polisi sering melakukan razia untuk mengecek penneng dan kalau benda ini tak ada, kita pun akan kena denda. Itulah sebabnya sepeda harus dibawa ketika membayar pajak.
Lucunya, ternyata pajak sepeda sebesar f 0.75,-hanya diberikan untuk sepeda-sepeda kepunyaan anak-anak sekolah yang menurut daftar sekolah (dengan surat keterangan Kepala Sekolah) tercatat sebagai anak kedua dan atau selanjutnya dari suatu keluarga. Repotnya!
Yang lebih repot lagi, besaran pajak untuk untuk kendaraan masih dibedakan lagi menurut ban yang dipakainya, yaitu; memakai roda ban bukan karet, memakai roda ban karet mati dan memakai roda ban karet pompa. Waduuhh!!!!
Setelah Indonesia merdeka, pajak sepeda tidak segera `menghilang.' Beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur seperti Yogyakarta, Kudus, Kediri, Banyuwangi dan lain-lain, sampai tahun 80an (bahkan ada yang sampai tahun 90an) masih memberlakukan pajak sepeda sebagai bagian dari pajak daerah untuk menambah pendapatan daerahnya. “Katanya” xixixixixixix….
Spoiler for Gambar Penneng:

Spoiler for Pajak Becak:
Konsepnya sama dengan pajak sepeda, Cuma ini diberlakukan pada becak tentunya yang bayar yang punya becak, bisa pengusahannya atau tukang becak pemilik becak, kalo agan mau bayarin juga boleh kata tukang becaknya. Bahkan sampai saat ini, dibeberapa daerah di Indoensia masih ada pajak becak, kalo di tempat ane sih udah gak ada… hehehehehehe…..
Spoiler for Gambar penneng becak:
http://dmcd6hvaqrxz0.cloudfront.net/2012/09/06/94a919fa31cbace98cd0f8b4fba2d5bd.jpg
0
5.8K
Kutip
14
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan