Kinerja KPK selama 10 Tahun Terakhir (385 kasus Korupsi)
TS
jiembung
Kinerja KPK selama 10 Tahun Terakhir (385 kasus Korupsi)
Spoiler for No Repsol:
Spoiler for for KPK:
Sedikitnya ada 385 kasustindak pidana korupsi telah berhasil ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rentang waktu 10 tahun terakhir. “Sejak KPK dibentuk atau tahun 2004-2013 ini telah banyak menangani kasus kejahatan tindak pidana korupsi. Jumlah perkarah yang telah ditangani di tahun 2013 sebanyak 48 kasus,” kata Direktur Peniliti dan Pengembangan KPK, Roni Dwi Susanto dalam acara semiloka Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Kantor Gubernur Sulbar, Kamis (26/9/2013). Dari 385 kasus yang ditangani KPK tersebut masing-masing melibatkan anggota DPR dan DPRD sebanyak 72 kasus, kepala lembaga/kementerian sebanyak sembilan kasus, duta besar sebanyak empat kasus dan komisioner terdapat tujuh kasus. Sementara yang melibatkan gubernur, imbuhnya, terdapat sembilan kasus dan tahun 2013 ini ada satu gubernur harus berurusan dengan KPK. Bukan hanya itu, kasus kejahatan korupsi yang melibatkan walikota/bupati dan waki bupati terdapat 34 kasus dan tahun ini setidaknya terdapat dua kepala daerah harus menjalani proses hukuman. “Khusus untuk pejabat eselon I,II dan III juga terlihat dominan dengan jumlah 114 kasus, hakim delapan kasus, swastaa 87 kasus dan lainnya terdapat 41 kasus. Praktis, jumlah kasus yang ditangani menembus angka 385 kasus,” urainya.
Ia menuturkan, pemberantasan tidak pidana korupsi merupakan agenda nasional yang harus dicegah sedini mungkin. Karena itu, kata dia, tindakan pencegahan dan pemberantasan korupsi dilakukan dengan melakukan upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penuntutan dan pemeriksaan pada sidang pengadilan. Dia menguraikan, kejahatan tindak pidana korupsi bisa terjadi apabila proses perencanaan atau penganggaran tidak tepat waktu. “Hal seperti ini akan memungkinkan terjadinya kejahatan korupsi sehingga pemerintah daerah diharapkan bisa memperhatikan hal-hal seperti itu,” jelasnya.
Spoiler for update kasus Bank Century:
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk kesekian kalinya menjadwalkan pemeriksaan terhadap Mantan Direktur Bank Century Maryono sebagai saksi kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, Maryono diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Budi Mulya (BM).
"KPK periksa untuk tersangka BM," kata Priharsa di kantor KPK, Kamis (24/10).
Selain Maryono, KPK juga memeriksa Kepala Divisi Pengawasan Bank I Kantor Perwakilan BI Wilayah V Hizbullah dan pegawai Bank Mutiara Rita Montagia.
Maryono sudah berkali-kaki diperiksa oleh KPK. Pria yang kini menjabat sebagai Direktur Bank BTN itu dituding mantan pemilik Bank Century Robert Tantular sebagai pihak yang bertanggung jawab atas aliran dana talangan Bank Century.
Robert melalui kuasa hukumnya, Andi Simangunsong menjelaskan, Maryono adalah orang yang ditunjuk pemerintah untuk memimpin Bank Century usai bank tersebut diambil alih oleh pemerintah. Di masa kepemimpinan Maryono itu dana talangan dicairkan. Maka, Maryono dianggap sebagai orang yang tahu ke mana dana talangan tersebut dialirkan.
"Nah, itu yang wajar menjelaskannya adalah Direktur Utama Bank Century pascadiambil alih oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Direktur utama Bank Century di bawah Bapak Maryono. Itu wajar untuk dipertanyakan ke yang bersangkutan, Pak Maryono," kata Andi di kantor KPK, Jumat (20/9).
Andi menjelaskan, dana talangan Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun tersebut dibagi dua. Sejumlah dana diberikan Bank Indonesia kepada Bank Century, dan sebanyak Rp 2,2 triliun disimpan di Bank Indonesia dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) atas nama Bank Century.
Ihwal penempatan dana Rp 2,2 triliun dalam bentuk SBI juga dicurigai oleh Andi. Ia menduga SBI bernilai Rp 2,2 triliun tersebut adalah catatan palsu. Terlebih dalam perbankan kerap terjadi pencatatan palsu.
"Perlu ditelusuri apakah sekalipun mungkin di BI ada catatan Rp 2,2 triliun dana SBI milik Bank Century, apakah betul dananya ada? Ataukah itu hanya catatan palsu saja. Kita minta KPK telusuri itu. Betul tidak itu ada dananya Rp 2,2 triliun? Atau jangan-jangan catatannya ada, tapi dananya digunakan untuk pihak lain," kata Andi.
Maryono yang kini menjabat sebagai Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara sudah beberapa kali diperiksa KPK. Maryono mengaku penyidik KPK hanya menanyai soal pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FJPJ).
Dalam kasus ini, KPK sudah memeriksa Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Mantan Ketua Tim Penilai Surat Berharga Bank Century Bambang Kusmianto, Mantan Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Raden Pardede, Mantan Direktur Eksekutif Audit Internal Bank Indonesia (BI) Dyah Virgoana Gandhi dan mantan staf Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Galoeh Andita Widorini, Mantan Kepala Bapepam LK yang kini menjabat Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany dan Darmin Nasution Mantan Gubernur Bank Indonesia.
KPK telah menetapkan eks Gubernur Bank Indonesia (BI) Bidang Pengelolaan Moneter, Budi Mulya sebagai tersangka. Sedangkan, eks Deputi Gubernur BI Bidang Pengawasan, Siti Fadjriah dinilai sebagai orang yang bertanggungjawab atas turunnya dana talangan ke Bank Century.
Keduanya diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) ke Bank Century pada tahun 2008 dan terkait penetapan Bank Century sebagai bank gagal.
Liputan6.com, Jakarta : Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan memeriksa Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Max Sopacua terkait kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji pada proyek pembangunan Hambalang Yang bersangkutan akan diperiksa hari ini sebagai saksi untuk tersangka AU (Anas Urbaningrum)," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha, Rabu (23/10/2013).
Pemeriksaan Max yang juga merupakan anggota DPR ini diduga untuk menyelidiki dugaan aliran dana Hambalang hingga Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung yang kala itu dimenangi Anas.
Termasuk akan dikonfirmasi seputar rumor adanya voucher Rp 250 juta dari PT Adhi Karya untuk masing-masing Calon Ketua Umum yaitu Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng dan Marzuki Alie.
Pada perkara ini, Anas diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah oleh Undang-Undang (UU) no 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Anas dituding mendapatkan gratifikasi berupa mobil Toyota Harrier dari perusahaan pemenang tender, PT Adhi Karya
JAKARTA - Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta dan Bendahara PKS Mahfudz Abdurahman dijadwalkan akan bersaksi dalam sidang kasus dugaan suap pengaturan kuota impor daging sapi dan pencucian uang, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (24/10/2013). Mereka akan bersaksi untuk terdakwa mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq. "Saksi untuk sidang LHI (Luthfi Hasan Ishaaq), Kamis, yaitu M Anis Matta, Mahfudz Abdurahman, Abdurrahman Hakim, Siti Hapsah, Budiyanto, Agus Trihono, Chandra Angkasa, Mansyur, Gianti Andrianingrum, Benny Wahyu Hidayat," ujar kuasa hukum Luthfi, M Assegaf, melalui pesan singkat, Rabu (23/10/2013).
Nama Anis Matta disebut dalam dakwaan terkait proyek di Kementerian Pertanian yang akan digarap Yudi Setiawan, Fathanah, dan Luthfi. Sementara itu, Mahfudz terkait pembelian mobil Volkswagen (VW) Carravelle.
Dalam dakwaan, Luthfi disebut pernah meminta agar pembelian mobilnya itu dimasukkan dalam catatan pengeluaran kas DPP PKS senilai Rp 1,098 miliar. Luthfi membeli mobil itu dari PT Wangsa Indra Permana dan mengajak Agus Trihono, karyawan DPP PKS Bagian Perbengkelan. Luthfi meminta Agus mengurus pembayaran mobilnya. Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan para saksi ini untuk membuktikan dugaan pencucian uang yang dilakukan oleh Luthfi. Luthfi didakwa bersama-sama teman dekatnya, Ahmad Fathanah, menerima uang Rp 1,3 miliar dari PT Indonesiauna Utama terkait kepengurusan kuota impor daging sapi. Keduanya juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang dengan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membayarkan, dan membelanjakan harta kekayaan. Diduga, harta tersebut berasal dari tindak pidana korupsi.
Spoiler for update Kasus Suap Mahkamah Kon**sisusi:
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi menerima banyak laporan pengaduan dari masyarakat setelah kasus dugaan suap pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah di Mahkamah Konstitusi terkuak, kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP.
"Harus diakui setelah ada tangkap tangan dalam dugaan suap sengketa pilkada di MK ada beberapa laporan pengaduan masyarakat, di antaranya terkait pilkada dan hal-hal lainnya," kata Johan di Gedung KPK, di Jakarta, Selasa.
Sejumlah mantan calon kepala daerah yang merasa dirugikan saat bersengketa di MK bereaksi setelah KPK menangkap Akil Mochtar. Mereka melaporkan kepada KPK tentang kejanggalan dalam pengambilan putusan MK atas sengketa pilkada.
Salah satunya Atmari, mantan calon bupati di Pilkada Tanah Laut, Kalimantan Selatan, yang melaporkan dugaan suap dalam penanganan sengketa pilkada daerah tersebut.
Putusan MK menguatkan kemenangan pasangan Bambang Alamsyah-Sukamta pada 30 Mei. Padahal menurut Atmari, dia sudah membawa 23 barang bukti untuk membuktikan kecurangan yang sifatnya terstruktur, sistematis, dan masif.
Begitu juga dengan pasangan calon Bupati Banyuasin, Sumatera Selatan, Hazuar Bidui dan Slamet Sumosentono yang melaporkan ada dugaan suap di MK. Dalam laporannya ia menyebut adanya dugaan suap sebesar Rp10 miliar dari Bupati Banyuasin Yan Anton Ferdian kepada Akil Mochtar.
KPK menangkap tangan Akil Mochtar, Rabu (2/10) malam, di kediamannya di kompleks Widya Chandra III No 7 bersama dengan anggota Komisi II dari fraksi Partai Golkar Chairun Nisa dan pengusaha Cornelis Nhalau.
Ia ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dalam dua kasus dugaan suap penyelesaian sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan Kabupaten Lebak, Banten. Akil diduga menerima suap dengan total 4 miliar untuk dua kasus tersebut. KPK juga menetapkan lima tersangka lainnya.
Spoiler for update nya hari ini:
jakarta - Komisi Pemberantasaan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Wakil Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Arton S Dohong, sebagai saksi kasus dugaan suap pengurusan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi.
Arton diperiksa untuk atasannya, yaitu Bupati Gunung MasHambit Bintih yang merupakan tersangka dalam kasus ini.
"Untuk HB," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha di kantor KPK, Kamis (24/10).
Arton terpantau sudah memenuhi panggilan KPK. Sekitar pukul 09.45 WIB, Anton tampak mengenakan kemeja biru bermotif garis-garis.
Selain memeriksa Artin, KPK juga memanggil panitera MK Kasianur Sidauruk, pengacara bernama Dr Sadiono. Keduanya diperiksa untuk tersangka Hambit.
Sementara lima saksi lainnya, yaitu Sandi, Gatot, Wahyu, Laura dan Ferdi Prawiradiredja dipanggil untuk dimintai keterangan untuk tersangka Tubagus Chaeri Wardana.
"Kami juga periksa AM (Akil Mochtar) sebagai tersangka," kata Priharsa.
Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Dari pihak pemberi, KPK menjadikan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, adik Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah sebagai tersangka. Sementara pihak penerima, ditetapkan Ketua Mahkamah Konstitusi nonaktif Akil Mochtar dan advokat Susi Tur Andayani sebagai tersangka.
Tubagus diduga menyuap Akil melalui Susi dengan uang Rp 1 miliar agar pasangan Amir dan Kasmin dimenangkan dalam gugatan pilkada Lebak di Mahkamah Konstitusi.
Sementara di kasus pengurusan sengketa pilkada Gunung Mas, KPK menjadikan Akil sebagai tersangka. Di mana peran Akil adalah pihak penerima suap dari pengusaha Cornelis Nalau dan Bupati Gunung Mas Hambit Bintih. Keduanya juga ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Terdapat pula anggota DPR bernama Chairun Nisa yang dijadikan tersangka karena menerima suap dari Hambit dan Cornelis.
Dalam kasus ini, Akil diduga menerima uang pecahan asing yang jika dikonversi ke rupiah bernilai Rp 3 miliar.
JAKARTA — Dua Hakim Konstitusi yang terlibat dalam sidang panel sengketa pilkada Lebak Banten dan Gunung Mas Kalteng, menyatakan keputusan dalam dua kasus sidang itu sudah bersifat kolegial, atau didasarkan atas pertimbangan seluruh majelis hakim.
Pasalnya, seluruh majelis hakim memiliki peluang menyatakan pendapat, yang akan menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan. Pernyataan itu disampaikan oleh hakim konstitusi Anwar Usman yang datang memenuhi panggilan KPK, Rabu (16/10/2013) sebagai saksi untuk tersangka Akil Mochtar dalam kasus suap sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi.
Menurut Anwar, pertimbangan dalam memutus sebuah perkara didasarkan atas pertimbangam meterk persidangan itu sendiri. “Kan sifatnya panel, tentu ada banyak pertimbangan,” kata Anwar.
Namun, Anwar enggan berkomentar mengenai dugaan kasus suap yang menimpa ketua MK non aktif Akil Mochtar tersebut.
Maria Farida dan Anwar Usman adalah hakim panel dalam sidang sengketa Pilkada Lebak, Banten. Akil Mochtar saat itu menjadi hakim ketua. Di dalam perkara Pilkada Lebak, ketiga hakim itu memutuskan diadakan pemungutan suara ulang. Namun keputusan belum dijalankan KPU Lebak.
Kepala Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan keduanya hari ini, diperiksa untuk tersangka AM (Akil Mochtar) dalam kasus suap sengketa Pilkada di MK.
Dalam kasus suap MK, KPK telah menetapkan sebanyak enam orang tersangka. Yaitu, dalam kasus suap pilkada Gunung Mas yakni AM (Akil Muchtar) yang merupakan ketua MK, dan CHN (Chairunnisa) anggota DPR dari Fraksi Golkar. Keduanya, diduga sebagai penerima dan melanggar pasal 12c UU Tipikor juncto pasal 55 ke 1 KUHP.
Sedangkan HB (Hambit Bimit) yang merupakan Kepala Daerah dan CN (Cornelis Nalau) pengusaha swasta, selaku pemberi dan melanggar pasal 6 ayat 1 huruf A UU Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Barang bukti yang disita dalam kasus itu yakni uang tunai senilai US$22.000 dan 284.050 dollar Singapura.
Sementara itu, dalam kasus suap pilkada Banten ditetapkan sebagai tersangka yakni STH (Susi Tut Handayani) dan AM (Akil Muchtar) selaku penerima suap, diduga melanggar pasal 12C UU Tipikor Juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, atau pasal 6 ayat 2 juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Tersangka lainnya, yakni TCW (Tb Chaeri Wardhana) merupakan pemberi suap dan diduga melanggar pasal 6 ayat 1 huruf A UU Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Adapun barang bukti yang disita yakni uang senilai Rp1 miliar. Uang tersebut berupa pecahan seratus ribu rupiah, dan lima puluh ribu rupiah, yang disita di Lebak Banten.
Korupsi merupakan sumber kehancuran terbesar masyarakat saat ini. sistem pemerintahan indonesia yang bisa dikatakan bobrok memicu para pejabat untuk melakukan Korupsi. Maka sebagai Generasi penerus bangsa, ane dan agan-agan harus mampu untuk melawan Korupsi mulai dari tindakan yang kecil dulu dalam lingkup keluarga dan masyarakat.
Spoiler for ANTI KORUPSI 1:
Spoiler for ANTI KORUPSI 2:
Spoiler for ANTI KORUPSI 3:
Spoiler for ANTI KORUPSI 4:
Spoiler for ANTI KORUPSI 5:
Bagaimana Pendapat Agan sekalian Mengenai kasus-kasus Korupsi di Indonesia ? Monggo di Share kan gan....