- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Perppu MK Layak Ditolak DPR


TS
coretanpagi
Perppu MK Layak Ditolak DPR
Skalanews - Anggota Komisi III DPR, Eva Kusuma Sundari, menilai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Mahkamah Konstitusi yang dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis kemarin, pantas untuk ditolak oleh DPR.
Karena menurut Eva, isi Perppu itu tidak sesuai dengan UUD 1945. Ditambah lagi situasi mendesak yang menjadi alasan diterbitkannya Perppu itu juga tidak berdasar.
"Mengingat kasus suap yang melibatkan Ketua MK, Akil Mochtar, sudah ditangani secara hukum oleh KPK. Jadi tidak perlu penyelesaian politik," ujarnya dalam siaran pers, di Jakarta, Jumat (18/10).
Lagipula, kata dia, penerbitan Perppu sepatutnya tetap dibuat dalam koridor penghormatan prinsip keterpisahan kekuasaan. Yakni antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dengan adanya penghormatan terhadap prinsip keterpisahan kekuasaan itu, maka Perppu sebaiknya hanya dibuat dalam situasi yang mendesak.
Sesuai kebutuhan yang berkaitan dengan isu kesejahteraan. "Bukannya sesuai dengan isu yang justru menyebabkan tata negara dicederai. Misalnya, wewenang dari yudikatif dan legislatif yang diserobot oleh eksekutif."
Eva juga menyesalkan isi Perppu tersebut yang juga mengatur soal pemilihan hakim konstitusi atau pembentukan tim untuk menilai usulan-usulan dari Mahkamah Agung (MA), presiden, dan DPR.
Padahal untuk pemilihan hakim MK, kata Eva, sudah diatur dalam UUD 1945 pasal 24C ayat 6. Yang menyebutkan pengangkatan, dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara, serta ketentuan lainnya tentang MK diatur dengan UU'.
Hal itu dinilainya merupakan potensi buruk yang dapat mengganggu otoritas dari masing-masing lembaga pemegang kekuasaan, sebagai wujud kedaulatan rakyat.
Adanya tim panel yang punya kekuasaan menilai lembaga tinggi ini pun, menurutnya, tak bisa dibenarkan. Karena keberadaannya berpotensi mengganggu praktek ketatanegaraan.
"Sepatutnya, tim panel bekerja sebelum pengambilan keputusan oleh DPR, MA, dan presiden sebagaimana praktek Timsel untuk MA," kata dia.
Ditambahkannya, sejak pertama kali UUD 1945 direvisi, keberadaan lembaga-lembaga tinggi negara itu setara. "Tak ada yang lebih tinggi. Apalagi jika tim panel dibentuk tanpa melalui proses demokratis, atau melibatkan rakyat langsung. Bagaimana mau 'menilai' putusan politik DPR sebagai wujud kedaulatan rakyat."
Presiden SBY Kamis kemarin diketahui menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang pemulihan citra Mahkamah Konstitusi (MK). Perppu dikeluarkan menyusul kasus suap sengketa Pilkada di MK yang melibatkan mantan Ketua MK, Akil Mochtar. (Risman Afrianda/ mvw)
http://skalanews.com/berita/detail/1...ak-Ditolak-DPR
Karena menurut Eva, isi Perppu itu tidak sesuai dengan UUD 1945. Ditambah lagi situasi mendesak yang menjadi alasan diterbitkannya Perppu itu juga tidak berdasar.
"Mengingat kasus suap yang melibatkan Ketua MK, Akil Mochtar, sudah ditangani secara hukum oleh KPK. Jadi tidak perlu penyelesaian politik," ujarnya dalam siaran pers, di Jakarta, Jumat (18/10).
Lagipula, kata dia, penerbitan Perppu sepatutnya tetap dibuat dalam koridor penghormatan prinsip keterpisahan kekuasaan. Yakni antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dengan adanya penghormatan terhadap prinsip keterpisahan kekuasaan itu, maka Perppu sebaiknya hanya dibuat dalam situasi yang mendesak.
Sesuai kebutuhan yang berkaitan dengan isu kesejahteraan. "Bukannya sesuai dengan isu yang justru menyebabkan tata negara dicederai. Misalnya, wewenang dari yudikatif dan legislatif yang diserobot oleh eksekutif."
Eva juga menyesalkan isi Perppu tersebut yang juga mengatur soal pemilihan hakim konstitusi atau pembentukan tim untuk menilai usulan-usulan dari Mahkamah Agung (MA), presiden, dan DPR.
Padahal untuk pemilihan hakim MK, kata Eva, sudah diatur dalam UUD 1945 pasal 24C ayat 6. Yang menyebutkan pengangkatan, dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara, serta ketentuan lainnya tentang MK diatur dengan UU'.
Hal itu dinilainya merupakan potensi buruk yang dapat mengganggu otoritas dari masing-masing lembaga pemegang kekuasaan, sebagai wujud kedaulatan rakyat.
Adanya tim panel yang punya kekuasaan menilai lembaga tinggi ini pun, menurutnya, tak bisa dibenarkan. Karena keberadaannya berpotensi mengganggu praktek ketatanegaraan.
"Sepatutnya, tim panel bekerja sebelum pengambilan keputusan oleh DPR, MA, dan presiden sebagaimana praktek Timsel untuk MA," kata dia.
Ditambahkannya, sejak pertama kali UUD 1945 direvisi, keberadaan lembaga-lembaga tinggi negara itu setara. "Tak ada yang lebih tinggi. Apalagi jika tim panel dibentuk tanpa melalui proses demokratis, atau melibatkan rakyat langsung. Bagaimana mau 'menilai' putusan politik DPR sebagai wujud kedaulatan rakyat."
Presiden SBY Kamis kemarin diketahui menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang pemulihan citra Mahkamah Konstitusi (MK). Perppu dikeluarkan menyusul kasus suap sengketa Pilkada di MK yang melibatkan mantan Ketua MK, Akil Mochtar. (Risman Afrianda/ mvw)
http://skalanews.com/berita/detail/1...ak-Ditolak-DPR
0
656
4


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan