- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
SAAT-SAAT TERAKHIR BUNG KARNO


TS
ngedick
SAAT-SAAT TERAKHIR BUNG KARNO
Quote:



Quote:

Quote:
SAAT-SAAT TERAKHIR BUNG KARNO
Tak lama setelah mosi tidak percaya parlemen di tahun 1967 dan MPRS menunjuk Suharto sebagai Presiden RI, Bung Karno menerima surat untuk segera meninggalkan Istana dalam waktu 2 X 24 Jam.
Bung Karno tidak diberi waktu untuk menginventarisir barang-barang pribadinya. Dia hanya punya kesempatan untuk mengepak pakaiannya sendiri. Kepada anak-anaknya dia berpesan untuk tidak membawa membawa lukisan-lukisan yg dibeli dengan uang pribadinya secara susah payah itu.
“Mas Guruh, Bapak tidak boleh lagi tinggal di Istana ini lagi, kamu persiapkan barang-barangmu, jangan kamu ambil lukisan atau hal lain, itu punya negara”.
Padahal sebagian lukisan mahakarya koleksi Soekarno itu dibeli dengan berhutang pada kawan-kawan lalu dibayar dengan cara mencicil dari gajinya sebagai presiden. Kelak lukisan-lukisan tersebut banyak yang raib tak tentu rimbanya. Entah siapa yang tega mengambil.
Semua pegawai istana dan ajudan menangis mendengar kabar itu. Dengan jengkel mereka bertanya “kenapa Bapak dari dulu tidak melawan?”. Bung Karno menjawab, “Kalian tau apa, kalau saya melawan nanti akan ada perang saudara!”. “Perang saudara itu sulit, tidak seperti melawan Belanda yg hidungnya beda dengan hidung kita. Kita melawan keluarga kita sendiri!”
Saat itu kehidupan Soekarno memang sudah dipersulit. Istana sudah tidak lagi mendapat anggaran dana.
Untuk menyenangkan Bung Karno, para pegawai dapur istana lalu berinisiatif urunan untuk membuat masakan istimewa terakhir. Mengetahui hal itu Soekarno menolak. Akhirnya Soekarno makan sayur lodeh tiga hari yang lalu sebagai santapan terakhir di istana.
Di hari kedua, Bung Karno yg sedang mengemasi pakaian didatangi tentara dengan wajah yang tidak ramah dan laras terhunus. “Bapak harus meninggalkan istana saat ini juga!” Tegas mereka. Bung Karno yang belum siap hanya mampu meraih sebuah koran bekas. Lalu diam-diam diambilnya bendera pusaka dan dilipat dengan koran tersebut sehingga tidak terlihat oleh para tentara. Bung Karno tidak ingin Bendera Pusaka itu diambil oleh tentara Orde Baru. Sejenak Bung Karno berdiri menghadap para tentara itu, namun beberapa perwira mendorongnya sehingga terhuyung keluar kamar.
16 Agustus 1967
Sang Proklamator Republik Indonesia meninggalkan istana hanya memakai kaos oblong cap cabe. Dengan sandal usang cap bata dan baju piyama yang disampirkan di pundak, tangan kanan beliau memegang koran yg digulung agak besar yang terselip bendera pusaka sang merah putih. Hanya itu yang dibawa beliau.
Bung Karno lalu naik VW kodok, satu-satunya mobil pribadinya. Sendiri dia meninggalkan istana tanpa pengawalan, tanpa raungan sirine.
Hanya dengan ditemani seorang sopir dia meninggalkan istana menempuh jalan Ibukota menuju rumah Fatmawati di jalan Sriwijaya.
Tanggal 16 Agustus Istana sudah bersih dari makhluk bernama Soekarno. Dan tanggal 17 negara pun siap mengadakan upacara kemerdekaan. Sang proklamator kemerdekaan sudah berhasil disingkirkan dari istana agar tidak mengganggu khidmatnya suasana.
Di rumah Fatmawati Bung Karno lebih banyak melamun, pandangannya kosong. Penyakitnya mulai sering kambuh. Meski sejak lama Bung Karno sudah sakit namun baru sekarang terasa benar karena sisa-sisa obat di istana dibuang semua. Meskipun begitu, Bung Karno cukup ceria karena dia masih bebas. Kegiatan hariannya adalah menggunting daun-daun di taman.
Jika jenuh Soekarno sesekali mengajak ajudannya bernama Nitri utk jalan-jalan keliling kota.
Saat melihat duku, Bung Karno kepengen duku tapi dia tidak punya uang. “Aku pengen duku, …Tru, Sing Ngelah Pis, aku tidak punya uang” Nitri yang uangnya pas-pasan juga melihat ke dompetnya, ia merasa cukuplah buat beli duku sekilo. Lalu Nitri mendatangi tukang duku dan berkata “Pak Bawa dukunya ke orang yang ada di dalam mobil”. Tukang duku itu berjalan dan mendekat ke arah Bung Karno. “Mau pilih mana pak? Manis-manis nih ” sahut tukang duku dengan logat betawi kental. Bung Karno dengan tersenyum senang berkata “Coba kamu cari yang enak”. Tukang Duku itu mengernyitkan dahinya, ia merasa kenal dengan suara ini. Lantas tukang duku itu berteriak “Bapak…Bapak….Bapak…Itu Bapak…Bapak” Tukang duku malah berlarian ke arah teman-temannya di pinggir jalan” Ada Pak Karno, Ada Pak Karno….” mereka berlarian ke arah mobil VW Kodok warna putih itu dan dengan serta merta para tukang buah memberikan buah-buah pada Bung Karno. Jika rakyat memergoki biasanya terjadi kehebohan. Demikianlah, meskipun sudah jatuh dari kekuasaannya Soekarno memang masih sangat dicintai rakyatnya.
Rejim Orde Baru tampaknya memandang hal ini sebagai potensi bahaya. Maka dipindahkanlah beliau ke Istana Bogor. Disini Soekarno tinggal di paviliun Istana Bogor, gerakannya mulai dibatasi. Beliau dilarang kembali ke Jakarta. Hal ini membuat Soekarno mulai sakit-sakitan. Soekarno adalah pria yang suka dengan keramaian. Terlebih setelah anak-anaknya dilarang tinggal di istana. Mereka terpaksa mengontrak rumah, sebagian lagi tinggal bersama Fatmawati.
Desember 1967
Giliran Soekarno dan Hartini yang diharuskan meninggalkan paviliun Istana Bogor. Dipindahkan ke Batutulis. Disini kondisi kesehatannya semakin buruk. Atas permintaan keluarga akhirnya pemerintah berbaik hati mengirimkan seorang dokter.
Sayangnya dokter yg dikirim pemerintah untuk merawat Sang Proklamator negara ini adalah Dokter Hewan!
Udara dingin Bogor saat itu makin memperparah penyakit darah tinggi, stroke dan rematik Soekarno. Apalagi Soekarno yang kutu buku itu dilarang membaca. Sepanjang hari dia hanya diperbolehkan melamun saja. Jangankan menerima tamu. Anak-anaknya sendiri ingin menjenguk saja harus menjalani prosedur yg berbelit.
Atas permintaan Rahmawati, Soekarno yg lemah dan tangan bergetar menulis surat kepada presiden Soeharto untuk dipindah ke Jakarta.
Keesokannya Rahma berdiri di teras rumah cendana menunggu Ibu Tien Soeharto. Bersama Ibu Tien dia diterima Soeharto. Baru dua minggu kemudian permintaan Bung karno dipenuhi. Dia pun dipindahkan ke Wisma Yaso, rumah milik Dewi.
Februari 1967
Alih-alih dapat beristirahat dengan tenang. Di Wisma Yaso inilah Bung Karno yang sakit parah harus menjalani interogasi Kopkamtib. Setelah sakit Bung Karno semakin parah barulah Soeharto memerintahkan penghentian interogasi tersebut. Namun bukan berarti siksaan kepada Soekarno berakhir. Siksaan fisik dan psikis justru semakin menjadi-jadi. Para tentara yg ditugaskan mengawal Soekarno sungguh tidak memperlakukannya secara layak. Tak jarang mereka membentak Soekarno dengan kasar karena masalah-masalah sepele. Semakin droplah semangatnya.
"Banyak rumor beredar di masyarakat bahwa Bung Karno hidup sengsara di Wisma Yaso, beberapa orang diketahui akan nekat membebaskan Bung Karno. Bahkan ada satu pasukan khusus KKO dikabarkan sempat menembus penjagaan Bung Karno dan berhasil masuk ke dalam kamar Bung Karno, tapi Bung Karno menolak untuk ikut karena itu berarti akan memancing perang saudara."
Dokter Mahar Mardjono yang ikut merawat Soekarno kala itu memberi kesaksian, obat-obat yang diresepkannya tidak pernah diberikan. Obat-obat tersebut hanya disembunyikan di laci oleh dokter tentara yang bertugas merawat Bung Karno.
Di Wisma Yaso ini kamar Bung Karno tampak suram karena tidak terawat, yang ada hanya sebuah termos dengan gelas kotor.
Hatta yang dilapori kondisi Bung Karno menulis surat pada Suharto dan mengecam cara merawat Sukarno. Di rumahnya Hatta duduk di beranda sambil menangis sesenggukan, ia teringat sahabatnya itu. Lalu dia bicara pada isterinya Rachmi untuk bertemu dengan Bung Karno. “Kakak tidak mungkin kesana, Bung Karno sudah jadi tahanan politik” Hatta menoleh pada isterinya dan berkata “Sukarno adalah orang terpenting dalam pikiranku, dia sahabatku, kami pernah dibesarkan dalam suasana yang sama agar negeri ini merdeka. Bila memang ada perbedaan diantara kita itu lumrah tapi aku tak tahan mendengar berita Sukarno disakiti seperti ini”. Hatta menulis surat dengan nada tegas kepada Suharto untuk bertemu Sukarno, ajaibnya surat Hatta langsung disetujui, ia diperbolehkan menjenguk Bung Karno.
Di Wisma Yaso ini pulalah Soekarno dijenguk oleh dua orang sahabat setianya, Bung Hatta dan Ali Sadikin. Meski begitu Soekarno sangat tersiksa oleh penyakitnya, sering dia berteriak-teriak “Ya Allah sakit, ya Allah sakit sekali...!” Tidak ada yang menolong Soekarno, dan tentara pengawal diam saja karena diperintahkan begitu oleh komandan. Sampai-sampai ada satu tentara yang menangis mendengar teriakan Bung Karno di depan pintu kamar. Kepentingan politik tak bisa memendung rasa kemanusiaan, dan air mata adalah bahasa paling jelas dari rasa kemanusiaan itu.
Hingga pada 16 Juni 1970 sampailah dia pada titik nadir pertahanannya. Soekarno jatuh koma. Lelaki yang pernah begitu mempesona dan digila-gilai wanita-wanita cantik itu kini tak ubahnya seperti mayat hidup!.
Di rumah sakit Bung Hatta menemui Soekarno yang tergolek lemah. Ini adalah pertemuan terakhir kedua sahabat itu. Dengan hati-hati Hatta menghampiri sahabat lamanya itu. Bung Karno yang semalam koma mendadak tersadar dengan kehadiran Hatta.
“Bagaimana keadaanmu No?" Jawab Hatta yg berusaha menyembunyikan hatinya yang hancur melihat kondisi sahabatnya itu. “Hou gaat het met jou..?” (Bagaimana keadaanmu?). Soekarno balik bertanya untuk mengingatkan saat-saat mereka masih berjuang bersama. Hatta memaksakan diri tersenyum sambil tangannya meraih tangan Soekarno. Perlahan Hatta mulai memijit Soekarno dengan lembut. Soekarno minta Hatta untuk memasangkan kaca mata agar bisa melihat sahabatnya itu lebih jelas. Dan Soekarno yg dulu gagah dan mempesona itu pun menangis sesenggukan dihadapan sahabat lamanya itu. Lelaki perkasa itu menangis di depan kawan seperjuangannya, bagai bayi yang kehilangan mainan.
Hatta yg dingin dan tak terbiasa memperlihatkan perasaannya kali ini tak kuat membendung air matanya. Hatta tidak lagi mampu mengendalikan perasaannya. Pertahanannya bobol. Hatta ikut menangis.
Saat itu tidak ada lagi perbedaan politik diantara keduanya. Ini adalah pertemuan dua anak manusia yg berhasil melahirkan bangsa ini. Kedua teman lama yang sempat berpisah itu saling berpegangan tangan seolah takut berpisah. Hatta tahu, waktu yang tersedia bagi orang yang sangat dikaguminya ini tidak akan lama lagi. Dan Hatta juga tahu, betapa kejamnya siksaan tanpa pukulan yang dialami sahabatnya ini. Sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh manusia yang tidak punya nurani.
“No…” Hanya itu yang bisa terucap dari bibirnya. Hatta tidak mampu mengucapkan lebih. Bibirnya bergetar menahan kesedihan sekaligus kekecewaannya. Bahunya terguncang.
Sejenak bersama mereka kembali mengenang masa-masa muda penuh perjuangan dan pencapaian. Sehari setelah pertemuan dengan Bung Hatta kondisi Soekarno menjadi semakin buruk. Dia sudah tidak mampu membuka mata lagi. Suhu badannya terus meninggi. Soekarno kini menggigil. Peluh membasahi bantal dan piyamanya. Malamnya Dewi Soekarno dan puterinya yang masih berusia tiga tahun, Karina, hadir di rumah sakit. Soekarno belum pernah sekali pun melihat anaknya.
Minggu pagi 21 Juni 1970
Dokter Mardjono, salah seorang anggota tim dokter kepresidenan melakukan pemeriksaan rutin. Dengan sangat hati-hati dan penuh hormat, dia memeriksa denyut nadi Soekarno. Dengan sisa kekuatan yang masih ada, Soekarno menggerakkan tangan kanannya, memegang lengan dokternya. dr.Mardjono merasakan panas yang demikian tinggi dari tangan yang amat lemah ini.
Tiba-tiba tangan yang panas itu terkulai.
Situasi di sekitar ruangan sangat sepi. Begitu hening dan mencekam.
Putera Sang Fajar menghembuskan nafasnya yg terakhir........
Berakhir sudah penderitaannya. Berakhir sudah penghinaan dan siksaan yang diberikan bangsanya sendiri yang telah dimerdekakannya.
Tampaknya saat itu semua pihak setuju bahwa sebaiknya Bung Karno segera saja meninggal agar tidak semakin disiksa.
Indonesia berduka..seorang tokoh kaliber dunia yang sangat dihormati kawan maupun lawan harus 'mati tersiksa' ditangan saudara sebangsanya, hanya karena alasan politis dengan tega menghilangkan sisi kemanusiaan bagi seorang mantan Presiden RI.
Mendengar kematian Bung Karno rakyat berjejer-jejer berdiri di jalan. Rakyat Indonesia dalam kondisi bingung. Banyak rumah yang isinya hanya orang menangis karena Bung Karno meninggal. Tapi tentara memerintahkan agar jangan ada rakyat yang hadir di pemakaman Bung Karno. Bung Karno ingin dikesankan sebagai pribadi yang senyap, tapi sejarah akan kenangan tidak bisa dibohongi. Rakyat tetap saja melawan untuk hadir.
Hampir 5 kilometer orang antre untuk melihat jenazah Bung Karno, di pinggir jalan Gatot Subroto banyak orang berteriak menangis.
Di Jawa Timur tentara yang melarang rakyat melihat jenasah Bung Karno menolak dengan hanya duduk-duduk di pinggir jalan, mereka diusiri tapi datang lagi. Tau sikap rakyat seperti itu tentara menyerah.
Jutaan orang Indonesia berhamburan di jalan-jalan pada 21 Juni 1970.
"Dunia melepas salah seorang pembuat sejarah yang penuh kontroversi. Banyak orang menyayanginya, tapi banyak pula yang membencinya. Namun semua sepakat, Soekarno adalah seorang manusia yang tidak biasa. Yang belum tentu dilahirkan kembali dalam waktu satu abad. Manusia itu kini telah tiada."
Ini adalah kisah pembunuhan terencana bangsa ini terhadap pahlawannya sendiri. Kiranya ini menjadi pelajaran berharga!
Janganlah lagi kita merendahkan diri sebagai bangsa dengan menghina para mantan pemimpin kita sendiri
Cukuplah mengorbankan Soekarno saja! Dia memang dilahirkan untuk berkorban bagi bangsa ini
Tugas kitalah sekarang merawat dan melindungi pengorbanannya itu! Mari kita jaga keutuhan bangsa ini!
#dari berbagai sumber
Spoiler for suasana pemakaman bung karno:




"PERJUANGANKU LEBIH MUDAH KARENA MELAWAN PENJAJAH,
PERJUANGANMU AKAN LEBIH SULIT, KARENA MELAWAN BANGSAMU SENDIRI"- SOEKARNO
Spoiler for penghargaan:

thanx to agan2 yg baik hati...mau abu2 ato ijo ane terima dgn senang hati...


Diubah oleh ngedick 20-10-2013 12:38
0
16.3K
Kutip
92
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan