- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Orang-orang di Belakang Indra Sjafri dan Suksesnya Timnas U-19


TS
joseon
Orang-orang di Belakang Indra Sjafri dan Suksesnya Timnas U-19





Indra Sjafri di ruang ganti Stadion GBK.
Quote:
Ditulis oleh: Sirajudin Hasbi
Bulan April hingga Mei 2013 lalu, di lapangan kampus STTA Lanud Adisutjipto Yogyakarta dihelat After School League (ASL). Liga itu merupakan musim kedua ASL yang punya format lain dari pada kompetisi sepak bola untuk anak-anak lainnya. ASL menerapkan sistem liga dan penentuan juara yang diberi gelar The Best Team melalui akumulasi jumlah gol yang dicetak. Setiap tim yang berlaga harus memainkan semua pemainnya agar setiap pemain punya kesempatan bertanding.
ASL memang punya keunikan dan itu semua bertujuan untuk membina bibit pemain dengan lebih baik. Setidaknya begitu harapan dari penyelenggaranya. ASL ini diselenggarakan oleh Atlantis Football Academy (AFA) yang berada di Yogyakarta.
Direktur dari AFA ini merupakan salah satu orang yang berperan penting dalam kesuksesan timnas U-19 dalam ajang Piala AFF U-19 sekaligus Pra Piala Asia U-19 lalu. Beliau adalah Guntur Cahyo Utomo.
Guntur merupakan pelatih mental timnas U-19. Dia menjadi asisten Indra Sjafri yang fokus membentuk mental bertanding pemain timnas U-19. Hasilnya, pemain U-19 memiliki semangat pantang menyerah sekaligus mental juara yang dibuktikan dalam ajang Piala AFF U-19 dan PPA U-19.
Guntur merupakan alumni S2 Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Dia memiliki kecintaan yang besar terhadap sepak bola. Bersama rekannya Hysa Ardianto, yang bertindak sebagai salah satu pendiri AFA, mereka bahu membahu membina sepak bola usia dini di Yogyakarta.
Dirinya lantas bisa bergabung dengan timnas U-19 berkat kesamaan visi dengan Indra Sjafri. Dalam suatu perjumpaan, Guntur bertukar pikiran dengan Indra Sjafri. Kala itu bahasannya adalah mengenai mental pesepakbola, terutama mental pemain Indonesia.
Selama ini mental seringkali menjadi masalah dari keringnya prestasi sepak bola Indonesia. Di SEA Games 2011 lalu, timnas gagal meraih medali emas lantaran kalah adu penalti dengan Malaysia. Pemain Indonesia dianggap terbebani dan minim mental juara. Tetapi, seperti yang sudah-sudah, masalah mental hanya menjadi keluhan. Belum ditemukan solusinya yang tepat.
Padahal semua pelatih dan pemerhati sepak bola tahu bahwa ada tiga aspek penting dalam sepak bola. Pertama, teknik olah bola, kemudian kemampuan fisik, dan yang terakhir yang tak kalah penting adalah mental pemain.
Akhirnya menyadari kebutuhan untuk membangun mental pemain ini, Guntur direkrut oleh Indra Sjafri sebagai pelatih mental. Pria kelahiran 19 September 33 tahun lalu itu kemudian bekerja sama dengan Indra Sjafri membentuk mental pemain timnas U-19.
Mental juara hasil bentukan Guntur terlihat jelas dalam kemenangan adu penalti melawan Vietnam di ajang Piala AFF U-19 lalu. Saat menghadapi Filipina di PPA U-19 yang bertahan total, pemain bisa menahan rasa frustasinya. Dan kemenangan 3-2 atas Korea Selatan jelas menjadi bukti sahih bahwa mental juara telah dimiliki oleh anak-anak timnas U-19.
Analisis Statistik dan Permainan Lawan
Tidak kalah penting, adalah peran High Performance Unit (HPU), yang diemban oleh Rudy Eka Priambada. Dia selalu merekam permainan timnas dan calon lawan. Tugasnya adalah membuat video, kemudian melakukan analisis statistik dan memperbandingkan strategi lawan dengan timnas. Hasilnya akan dibawa ke rapat bersama tim pelatih.
Keberadaan Rudy ini menjawab pernyataan pelatih timnas selama ini yang mengaku buta dengan kekuatan lawan. Dengan adanya HPU, kekuatan lawan bisa diketahui dan dianalisis. Sehingga pelatih bisa menyiapkan strategi untuk mengalahkan lawan-lawannya.
Rudy sendiri telah bergabung dengan timnas U-19 sejak sebelum Piala AFF U-19. Dia ikut menemukan pemain sayap Yabes Roni Malaifani di Alor, Nusa Tenggara Timur. Prestasi pribadinya memang mengkilat dimana dia tercatat sebagai lulusan termuda dalam program beasiswa AFC Project Future Coach 2009 selama tiga tahun di Dortmund, Jerman.
Seperti halnya Indra Sjafri, Rudy pada awalnya juga harus merogoh koceknya sendiri. Untuk membeli kamera dan peralatan penunjang lainnya dia mengeluarkan uangnya sendiri, tidak ada bantuan dari PSSI. Namun, setelah melihat buah kerjanya yang membantu tim, nampaknya PSSI akan berpikir untuk memfasilitasi Rudy ke depannya.
Nur Saelan, Orang Di Balik Fisik Prima Timnas U-19
Selain mental, faktor fisik menjadi sangat penting. Kelelahan fisik bisa membuat tim sepak bola gagal menerapkan strategi yang diinstruksikan oleh pelatih. Fisik yang kendur juga bisa berpengaruh pada mental yang biasanya membuat pemain jadi berlaku kasar. Oleh karenanya, kehadiran pelatih fisik untuk membentuk fisik prima pemain timnas U-19 sangat penting.
Indra Sjafri memilih Nur Saelan untuk menjadi pelatih fisik timnas U-19. Nur dipilih lantaran dia sudah berpengalaman selama 26 tahun menjadi pelatih fisik sepak bola serta punya program yang menarik untuk meningkatkan kemampuan fisik pemain-pemain muda.
Nur Saelan menerapkan program Fun Conditioning agar suasana latihan fisik menyenangkan. Biasanya pesepakbola Indonesia malas melakukan latihan fisik karena melelahkan. Nur Saelan kemudian membuatnya menjadi menyenangkan sehingga pemain semangat dan berpikir bahwa latihan fisik merupakan kebutuhan untuk mereka.
Tidak hanya latihan fisik, dalam setiap program latihan fisik, pemain dilatih responsnya. Salah satunya dengan menjawab pertanyaan dasar matematika. Aturannya dalam adu lari, pemain baru boleh berlari setelah menjawab pertanyaan dari sang pelatih. Ini membuat suasana latihan menjadi menyenangkan sekaligus melatih pemain untuk merespons dengan cepat. Latihan respons ini penting dalam pertandingan yang seringkali membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat.
Nur Saelan ini sudah membantu Indra Sjafri sejak melatih timnas U-16 pada 2011. Dia mengaku, dia jugalah yang menemukan gelandang Muhammad Hargianto.
Dan yang tidak kalah penting dalam tim sepak bola adalah peran Kit Man, yang bertugas untuk menyiapkan perlengkapan latihan dan pertandingan. Timnas U-19 memiliki Muhni dan Ade Ali untuk mengurusi semua urusan perlengkapan timnas U-19 ini.
Muhni jauh lebih berpengalaman karena pernah menjadi Kit Man untuk timnas senior dan sudah bersama dengan Indra Sjafri sejak di HKFA Hongkong 2013. Sementara Ade Ali bertemu dengan Indra Sjafri ketika masih bekerja di Bina Putera Cirebon, tim Divisi III (U-19). Dia kemudian mulai bergabung saat persiapan Piala AFF U-19. Keberadaan Kit Man ini membantu terselenggaranya semua program kepelatihan timnas U-19 selama ini.
Sinergi antar setiap aktor di timnas U-19 ini membuat suasana timnas U-19 harmonis dan semua program yang disusun oleh Indra Sjafri, selaku pelatih kepala, bisa berjalan. Hasilnya sejauh ini sudah ada Piala AFF U-19 dan lolos ke Piala Asia U-19 tahun depan. Semoga ke depan ada lebih banyak prestasi yang bisa ditorehkan sekaligus menginspirasi pihak lain untuk meniru langkah serupa demi prestasi sepak bola Indonesia.
Bulan April hingga Mei 2013 lalu, di lapangan kampus STTA Lanud Adisutjipto Yogyakarta dihelat After School League (ASL). Liga itu merupakan musim kedua ASL yang punya format lain dari pada kompetisi sepak bola untuk anak-anak lainnya. ASL menerapkan sistem liga dan penentuan juara yang diberi gelar The Best Team melalui akumulasi jumlah gol yang dicetak. Setiap tim yang berlaga harus memainkan semua pemainnya agar setiap pemain punya kesempatan bertanding.
ASL memang punya keunikan dan itu semua bertujuan untuk membina bibit pemain dengan lebih baik. Setidaknya begitu harapan dari penyelenggaranya. ASL ini diselenggarakan oleh Atlantis Football Academy (AFA) yang berada di Yogyakarta.
Direktur dari AFA ini merupakan salah satu orang yang berperan penting dalam kesuksesan timnas U-19 dalam ajang Piala AFF U-19 sekaligus Pra Piala Asia U-19 lalu. Beliau adalah Guntur Cahyo Utomo.
Guntur merupakan pelatih mental timnas U-19. Dia menjadi asisten Indra Sjafri yang fokus membentuk mental bertanding pemain timnas U-19. Hasilnya, pemain U-19 memiliki semangat pantang menyerah sekaligus mental juara yang dibuktikan dalam ajang Piala AFF U-19 dan PPA U-19.
Guntur merupakan alumni S2 Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Dia memiliki kecintaan yang besar terhadap sepak bola. Bersama rekannya Hysa Ardianto, yang bertindak sebagai salah satu pendiri AFA, mereka bahu membahu membina sepak bola usia dini di Yogyakarta.
Dirinya lantas bisa bergabung dengan timnas U-19 berkat kesamaan visi dengan Indra Sjafri. Dalam suatu perjumpaan, Guntur bertukar pikiran dengan Indra Sjafri. Kala itu bahasannya adalah mengenai mental pesepakbola, terutama mental pemain Indonesia.
Selama ini mental seringkali menjadi masalah dari keringnya prestasi sepak bola Indonesia. Di SEA Games 2011 lalu, timnas gagal meraih medali emas lantaran kalah adu penalti dengan Malaysia. Pemain Indonesia dianggap terbebani dan minim mental juara. Tetapi, seperti yang sudah-sudah, masalah mental hanya menjadi keluhan. Belum ditemukan solusinya yang tepat.
Padahal semua pelatih dan pemerhati sepak bola tahu bahwa ada tiga aspek penting dalam sepak bola. Pertama, teknik olah bola, kemudian kemampuan fisik, dan yang terakhir yang tak kalah penting adalah mental pemain.
Akhirnya menyadari kebutuhan untuk membangun mental pemain ini, Guntur direkrut oleh Indra Sjafri sebagai pelatih mental. Pria kelahiran 19 September 33 tahun lalu itu kemudian bekerja sama dengan Indra Sjafri membentuk mental pemain timnas U-19.
Mental juara hasil bentukan Guntur terlihat jelas dalam kemenangan adu penalti melawan Vietnam di ajang Piala AFF U-19 lalu. Saat menghadapi Filipina di PPA U-19 yang bertahan total, pemain bisa menahan rasa frustasinya. Dan kemenangan 3-2 atas Korea Selatan jelas menjadi bukti sahih bahwa mental juara telah dimiliki oleh anak-anak timnas U-19.
Analisis Statistik dan Permainan Lawan
Tidak kalah penting, adalah peran High Performance Unit (HPU), yang diemban oleh Rudy Eka Priambada. Dia selalu merekam permainan timnas dan calon lawan. Tugasnya adalah membuat video, kemudian melakukan analisis statistik dan memperbandingkan strategi lawan dengan timnas. Hasilnya akan dibawa ke rapat bersama tim pelatih.
Keberadaan Rudy ini menjawab pernyataan pelatih timnas selama ini yang mengaku buta dengan kekuatan lawan. Dengan adanya HPU, kekuatan lawan bisa diketahui dan dianalisis. Sehingga pelatih bisa menyiapkan strategi untuk mengalahkan lawan-lawannya.
Rudy sendiri telah bergabung dengan timnas U-19 sejak sebelum Piala AFF U-19. Dia ikut menemukan pemain sayap Yabes Roni Malaifani di Alor, Nusa Tenggara Timur. Prestasi pribadinya memang mengkilat dimana dia tercatat sebagai lulusan termuda dalam program beasiswa AFC Project Future Coach 2009 selama tiga tahun di Dortmund, Jerman.
Seperti halnya Indra Sjafri, Rudy pada awalnya juga harus merogoh koceknya sendiri. Untuk membeli kamera dan peralatan penunjang lainnya dia mengeluarkan uangnya sendiri, tidak ada bantuan dari PSSI. Namun, setelah melihat buah kerjanya yang membantu tim, nampaknya PSSI akan berpikir untuk memfasilitasi Rudy ke depannya.
Nur Saelan, Orang Di Balik Fisik Prima Timnas U-19
Selain mental, faktor fisik menjadi sangat penting. Kelelahan fisik bisa membuat tim sepak bola gagal menerapkan strategi yang diinstruksikan oleh pelatih. Fisik yang kendur juga bisa berpengaruh pada mental yang biasanya membuat pemain jadi berlaku kasar. Oleh karenanya, kehadiran pelatih fisik untuk membentuk fisik prima pemain timnas U-19 sangat penting.
Indra Sjafri memilih Nur Saelan untuk menjadi pelatih fisik timnas U-19. Nur dipilih lantaran dia sudah berpengalaman selama 26 tahun menjadi pelatih fisik sepak bola serta punya program yang menarik untuk meningkatkan kemampuan fisik pemain-pemain muda.
Nur Saelan menerapkan program Fun Conditioning agar suasana latihan fisik menyenangkan. Biasanya pesepakbola Indonesia malas melakukan latihan fisik karena melelahkan. Nur Saelan kemudian membuatnya menjadi menyenangkan sehingga pemain semangat dan berpikir bahwa latihan fisik merupakan kebutuhan untuk mereka.
Tidak hanya latihan fisik, dalam setiap program latihan fisik, pemain dilatih responsnya. Salah satunya dengan menjawab pertanyaan dasar matematika. Aturannya dalam adu lari, pemain baru boleh berlari setelah menjawab pertanyaan dari sang pelatih. Ini membuat suasana latihan menjadi menyenangkan sekaligus melatih pemain untuk merespons dengan cepat. Latihan respons ini penting dalam pertandingan yang seringkali membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat.
Nur Saelan ini sudah membantu Indra Sjafri sejak melatih timnas U-16 pada 2011. Dia mengaku, dia jugalah yang menemukan gelandang Muhammad Hargianto.
Dan yang tidak kalah penting dalam tim sepak bola adalah peran Kit Man, yang bertugas untuk menyiapkan perlengkapan latihan dan pertandingan. Timnas U-19 memiliki Muhni dan Ade Ali untuk mengurusi semua urusan perlengkapan timnas U-19 ini.
Muhni jauh lebih berpengalaman karena pernah menjadi Kit Man untuk timnas senior dan sudah bersama dengan Indra Sjafri sejak di HKFA Hongkong 2013. Sementara Ade Ali bertemu dengan Indra Sjafri ketika masih bekerja di Bina Putera Cirebon, tim Divisi III (U-19). Dia kemudian mulai bergabung saat persiapan Piala AFF U-19. Keberadaan Kit Man ini membantu terselenggaranya semua program kepelatihan timnas U-19 selama ini.
Sinergi antar setiap aktor di timnas U-19 ini membuat suasana timnas U-19 harmonis dan semua program yang disusun oleh Indra Sjafri, selaku pelatih kepala, bisa berjalan. Hasilnya sejauh ini sudah ada Piala AFF U-19 dan lolos ke Piala Asia U-19 tahun depan. Semoga ke depan ada lebih banyak prestasi yang bisa ditorehkan sekaligus menginspirasi pihak lain untuk meniru langkah serupa demi prestasi sepak bola Indonesia.
Quote:
1. Mental Coach, Guntur Cahyo Utomo

Pelatih mental? Hmmm... Terlihat seperti jabatan yang mengada-ada. Namun, kalau melihat kesuksesan Garuda Jaya dengan mental juara dan pantang menyerahnya selama ini, jabatan itu sepertinya penting untuk sebuah klub.
Guntur Cahyo Utomo tak mengelak kalau ia mungkin menjadi pelatih mental pertama di Timnas atau bahkan di sebuah klub. Direkrutnya alumni S2 Psikologi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta ini oleh Indra Sjafri menurutnya karena pelatih mental sangat dibutuhkan oleh sebuah tim.
2. Kitman, Muhni

Memang terlihat jabatan tukang angkut perlengkapan ini sepele. Namun, miss sedikit, rusaklah skema Timnas.
"Pernah kejadian di Hongkong. Saya lupa bawa ban kapten dan kebetulan panitia juga tidak menyediakan. Waktu itu kita akhirnya seri dan gagal menang. Saya disindir coach Indra karena anak-anak bermain seperti tanpa seorang pemimpin," cerita Muhni.
Sejak saat itu lah Muhni lebih berhati-hati dalam menyiapkan segala peralatan Timnas U-19 saat latihan atau sebelum pertandingan. "itu tadi baru ban kapten. Kaus kaki kurang, pemain bisa-bisa batal bermain, Mas," ujar pria yang mengaku tak memiliki nama panjang tersebut.
Kitman kelahiran Tegal 13 Februari ini bukanlah orang baru di tubuh Timnas. Sebelumnya ia merupakan kitman dari Timnas Senior dan diperbantukan ke Timnas U-19 sejak di HKFA Hongkong 2013 lalu. "Saya sih siap ditempatkan di tim mana saja oleh PSSI, tapi suasana kekeluargaan di tim ini yang saya suka," katanya.
3. Kitman, Ade Ali

Petugas perlengkapan satu ini lebih kalem ketimbang rekannya, kitman bernama Ade Ali ini ternyata memang pemalu dan tak banyak bicara.
"Kok saya yang diwawancarai, Mas?" buka pria kelahiran Cirebon 30 Juni 1982. Namun, meski begitu, Ade masih bersedia menuturkan pengalamannya bersama Timnas U-19.
Menurutnya, ia bergabung dengan Indra Sjafri saat persiapan Piala AFF U-19 lalu, tapi pertemuannya dengan sang pelatih sudah terhitung lama, yakni saat tim Divisi III (U-19) tempat ia bekerja sebelumnya, Bina Putera Cirebon, ikut dipantau Indra Sjafri yang tengah berburu pemain tahun lalu.
Ade sendiri mengaku tak tahu menahu alasan Indra mengajaknya bergabung Timnas U-19. Namun, melihat perilaku Ade yang lebih banyak kerja ketimbang bicara, sepertinya hal itu yang menjadi alasan.
4. Pelatih Fisik, Nur Saelan

Menyenangkan adalah kesan pertama yang didapat dari pelatih fisik Timnas U-19 ini saat latihan. Maklum 'fun conditioning' memang menjadi salah satu program pelatih bernama Nur Saelan itu.
Nur mengakui kalau sebenarnya standar semua pelatih fisik sama. "Justru saya yang harus cari cara lain, bagaimana agar mindset menjalani latihan fisik itu menyenangkan. Bisa dibilang saya memang harus menghipnotis mereka. Hypnotise for coaching, untungnya usia segini masih mudah untuk dididik," ujar pria berusia 49 tahun itu.
"Kita brain wash dan ubah mindset pemain yang rata-rata bilang kalau latihan itu bikin capek. Sekarang mereka bisa senang kalau latihan fisik, dan bukan jadi beban. Lama kelamaan, mereka akhirnya tahu kalau latihan itu kebutuhan," jelas pria yang mengaku sudah berkutat dengan melatih fisik sepak bola selama 26 tahun ini.
5. HPU, Rudy Eka Priambada

Sekilas tak ada yang istimewa dengan pekerjaan Rudy Eka Priambada. Dengan handycam di tangannya dia selalu berada di tribun saat calon lawan Timnas U-19 bermain. Namun, ternyata dia tak sekadar tukang rekam video belaka.
Merekam pertandingan lawan dan Timnas U-19 hanyalah jalan awal pekerjaannya yang bahasa kerennya disebut High Performance Unite (HPU). Video jadi, Rudy masih harus bertugas menganalisis statistik lawan dan diadu dengan statistik Timnas. Selanjutnya, hasil catatan Rudy dibawa ke meeting.
"Optimisme saya bukan sombong atau apa saya ingin bangsa ini percaya diri. Toh kami sudah punya hitung-hitungan dengan tim pelatih dan HPU," beber Indra Sjafri beberapa waktu lalu.

Pelatih mental? Hmmm... Terlihat seperti jabatan yang mengada-ada. Namun, kalau melihat kesuksesan Garuda Jaya dengan mental juara dan pantang menyerahnya selama ini, jabatan itu sepertinya penting untuk sebuah klub.
Guntur Cahyo Utomo tak mengelak kalau ia mungkin menjadi pelatih mental pertama di Timnas atau bahkan di sebuah klub. Direkrutnya alumni S2 Psikologi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta ini oleh Indra Sjafri menurutnya karena pelatih mental sangat dibutuhkan oleh sebuah tim.
2. Kitman, Muhni

Memang terlihat jabatan tukang angkut perlengkapan ini sepele. Namun, miss sedikit, rusaklah skema Timnas.
"Pernah kejadian di Hongkong. Saya lupa bawa ban kapten dan kebetulan panitia juga tidak menyediakan. Waktu itu kita akhirnya seri dan gagal menang. Saya disindir coach Indra karena anak-anak bermain seperti tanpa seorang pemimpin," cerita Muhni.
Sejak saat itu lah Muhni lebih berhati-hati dalam menyiapkan segala peralatan Timnas U-19 saat latihan atau sebelum pertandingan. "itu tadi baru ban kapten. Kaus kaki kurang, pemain bisa-bisa batal bermain, Mas," ujar pria yang mengaku tak memiliki nama panjang tersebut.
Kitman kelahiran Tegal 13 Februari ini bukanlah orang baru di tubuh Timnas. Sebelumnya ia merupakan kitman dari Timnas Senior dan diperbantukan ke Timnas U-19 sejak di HKFA Hongkong 2013 lalu. "Saya sih siap ditempatkan di tim mana saja oleh PSSI, tapi suasana kekeluargaan di tim ini yang saya suka," katanya.
3. Kitman, Ade Ali

Petugas perlengkapan satu ini lebih kalem ketimbang rekannya, kitman bernama Ade Ali ini ternyata memang pemalu dan tak banyak bicara.
"Kok saya yang diwawancarai, Mas?" buka pria kelahiran Cirebon 30 Juni 1982. Namun, meski begitu, Ade masih bersedia menuturkan pengalamannya bersama Timnas U-19.
Menurutnya, ia bergabung dengan Indra Sjafri saat persiapan Piala AFF U-19 lalu, tapi pertemuannya dengan sang pelatih sudah terhitung lama, yakni saat tim Divisi III (U-19) tempat ia bekerja sebelumnya, Bina Putera Cirebon, ikut dipantau Indra Sjafri yang tengah berburu pemain tahun lalu.
Ade sendiri mengaku tak tahu menahu alasan Indra mengajaknya bergabung Timnas U-19. Namun, melihat perilaku Ade yang lebih banyak kerja ketimbang bicara, sepertinya hal itu yang menjadi alasan.
4. Pelatih Fisik, Nur Saelan

Menyenangkan adalah kesan pertama yang didapat dari pelatih fisik Timnas U-19 ini saat latihan. Maklum 'fun conditioning' memang menjadi salah satu program pelatih bernama Nur Saelan itu.
Nur mengakui kalau sebenarnya standar semua pelatih fisik sama. "Justru saya yang harus cari cara lain, bagaimana agar mindset menjalani latihan fisik itu menyenangkan. Bisa dibilang saya memang harus menghipnotis mereka. Hypnotise for coaching, untungnya usia segini masih mudah untuk dididik," ujar pria berusia 49 tahun itu.
"Kita brain wash dan ubah mindset pemain yang rata-rata bilang kalau latihan itu bikin capek. Sekarang mereka bisa senang kalau latihan fisik, dan bukan jadi beban. Lama kelamaan, mereka akhirnya tahu kalau latihan itu kebutuhan," jelas pria yang mengaku sudah berkutat dengan melatih fisik sepak bola selama 26 tahun ini.
5. HPU, Rudy Eka Priambada

Sekilas tak ada yang istimewa dengan pekerjaan Rudy Eka Priambada. Dengan handycam di tangannya dia selalu berada di tribun saat calon lawan Timnas U-19 bermain. Namun, ternyata dia tak sekadar tukang rekam video belaka.
Merekam pertandingan lawan dan Timnas U-19 hanyalah jalan awal pekerjaannya yang bahasa kerennya disebut High Performance Unite (HPU). Video jadi, Rudy masih harus bertugas menganalisis statistik lawan dan diadu dengan statistik Timnas. Selanjutnya, hasil catatan Rudy dibawa ke meeting.
"Optimisme saya bukan sombong atau apa saya ingin bangsa ini percaya diri. Toh kami sudah punya hitung-hitungan dengan tim pelatih dan HPU," beber Indra Sjafri beberapa waktu lalu.
Quote:
Dan masih banyak lagi orang-orang berjasa lainnya dibalik kesuksesan itu semua, termasuk para suporter Indonesia


[URL="http://id.olahraga.yahoo.comS E N S O Rarena/orang-orang-di-belakang-indra-sjafri-dan-suksesnya-timnas-u-19-120031510.html"]sumber[/URL] sumber 2



Diubah oleh joseon 18-10-2013 04:05
0
9.2K
Kutip
75
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan