- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
SBY Sindir Atut yg Gabungkan Kekuasaan & Bisnis. Tapi kok 63% anggota DPR Pengusaha?
TS
AkuCintaNanea
SBY Sindir Atut yg Gabungkan Kekuasaan & Bisnis. Tapi kok 63% anggota DPR Pengusaha?
SBY: Pejabat daerah jangan selewengkan kekuasaan
Jum'at, 11 Oktober 2013 − 20:03 WIB
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Dok Abror/presidenri.go.id)
Sindonews.com - Mengguritanya dinasti salah satu pejabat daerah yang ramai diperbincangkan akhir-akhir ini turut menjadi perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia mengaku memantau persoalan yang tengah ramai dibicarakan masyarakat di berbagai media massa dan media sosial.
"Saya juga komunikasi dengan Mendagri, munculnya sejumlah kasus di daerah yang melibatkan pejabat-pejabat daerah dan ternyata pejabat-pejabat di daerah itu memiliki hubungan kekerabatan," ujar Presiden SBY saat konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (11/10/2013).
Dia mengaku, sejauh ini sudah sering mengingatkan kepada jajaran pemerintah daerah agar berhati-hati menggunakan kekuasaannya. Meski tidak diatur dalam undang-undang, ia mengatakan para pejabat harus mempertimbangkan norma.
"Meskipun Undang-Undang Dasar (UUD) atau juga undang-undang tidak pernah membatasi siapa menjadi apa dalam posisi di pemerintah, apakah ayah, ibu, anak, adik dan sebagainya itu menduduki posisi-posisi di jajaran pemerintahan. Tetapi saya kira kita perlu memiliki norma batas kepatutan, yang patut itu seperti apa yang tidak patut itu seperti apa," katanya.
Sebab, menurutnya, yang berbahaya apabila menyatu antara kekuasaan politik dengan kekuasaan untuk melaksanakan bisnis. "Godaannya besar," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, dia menyingung desentralisasi dan otonomi daerah (Otda) yang seolah-olah kekuasaan pemerintah daerah (pemda) lebih besar. Karena itu, SBY mengingatkan agar lebih berhati-hati dalam menggunakan kekuasaan.
"Kekuasan Gubernur Walikota juga jauh lebih besar dibandingkan era sebelum otonomi daerah (Otda), maka sekali lagi berhati-hati di dalam menggunakan kekuasaan, yang patut. Tetapi kalau melebihi kepatutan, godaan datang. Dan katakanlah kekuasan yang ada di satu orang atau satu keluarga yang kait-mengait itu memiliki kecenderungan untuk disalahgunakan," ucapnya.
Maka dari itu, SBY mengajak seluruh warganya untuk membangun kehidupan masyarakat yang baik. "Mari kita bangun kehidupan pemerintahan dan bernegara yang baik. Kalau itu wajar, patut, maka Insya Allah tak akan membawa keburukan apapun," ungkapnya.
Oleh karena itu, dia berharap agar masyarakat juga lebih aktif memastikan bahwa dimanapun di negeri ini, tidak boleh terjadi monopoli, tidak boleh terjadi konsentrasi kekuasaan politik apalagi dibarengi dengan kepentingan-kepentingan ekonomi dan bisnis yang tidak membawa kebaikan di negeri ini.
"Ini berlaku bagi semua di seluruh Indonesia, pusat maupun daerah.
Kewajiban saya sebagai Presiden mengingatkan. Sekali lagi, jangan karena UUD dan UU tidak melarang. Tapi marilah kita pilih pilihan yang patut yang bijak, tidak membawa masalah apapun," pungkasnya.
http://nasional.sindonews.com/read/2...gkan-kekuasaan
Dinasti Atut Ciptakan Korupsi Sistemik di Banten
Jumat, 11-10-2013 16:40
JAKARTA, PESATNEWS - Ratusan mahasiswa yang mengatasnamakan dirinya ALMAMATER (Aliansi Mahasiwa-Mahasiwi Tangerang Raya) mendatangi dan berkumpul di Gedung Komisi Pemberantasan dengan satu suara meminta KPK untuk menuntut dan mengadili Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Kordinator aksi Aditia Purnomo dari Universitas Islam Negeri Ciputat Tangerang mengatakan, terkuaknya adik Ratu Atut, TB Chaeri Wardana alias wawan dalam kasus suap korupsi di Lebak Banten, diangap sebagai pintu masuk untuk membuka lebih dalam kasus korupsi yang melibatkan "Dinasti Atut" "Pertama dalam aksi ini, kami jelas mendukung KPK untuk membongkar dugaan kasus korupsi yang melibatkan Ratu Atut. Dengan ditangkapnya Wawan pastinya bisa membuka pintu yang lebih besar bagi KPK untuk bisa menelusuri praktek korupsi yang dilakukan oleh Dinasti Atut," ujar Aditia di KPK, Jakarta, Jumat (11/10/2013).
Aditia menjelaskan, adanya Dinasti Atut yang menduduki posisi penting diseluruh pemerintahan Banten bisa menciptakan korupsi yang sistemik karena dengan kekuasaanya Ratu Atut bisa mengatur dan mengelola kroni-kroniya untuk melakukan praktek korupsi. "Kami menduga, dengan diciptakanya Dinasti Atut membuat Gubernur melakukan korupsinya secara sistemik oleh karenanya ia taro saudara-saudaranya untuk menduduki posisi penting di berbagai daerah" paparnya.
Sekilas Aditia juga memaparkan kondisi sosial di Banten selama dijabat oleh Ratu Atut. Dengan jumlah APBD yang mencapai Rp 6 trliun, Provinsi Banten masuk dalam posisi 5 dalam peringkat gizi buruk tertinggi di Indonesia. Tak hanya itu dibawah bendera Atut Provinsi Banten berada di 15 besar terkorup. "Dengan sekian prestasi yang buruk itu, maka sudah sepantasnya Ratu Atut harus turun darai jabatan Gubernur Banten," jelasnya.
Aksi kali ini juga diramaikan dengan sepanduk sebesar 5 meter yang diikat dijembatan penyebrangan Jl HR Rasuna Said tepatnya di depan Gedung KPK. Sepanduk itu bertuliskan "Rapot Merah Dinasti Atut" dengan disi beberapa catatan mengenai kondisi kesehatan, pendidikan, perekonomian, dan pelayanan umum di Provinsi Banten yang carut marut selama dipimpin oleh Ratu Atut. Selain dari kalangan mahasiswa, dukungan KPK untuk mengusut korupsi yang dilakukan oleh Ratu Atut juga datang dari para ulama Banten dan beberapa Ormas. Seperti halnya Panglima Pusat Silaturahmi Masyarakat Banten (Puser) yang sudah terlebih dahulu mendatangi KPK. Diketahui KPK hari ini juga tengah memeriksa Atut sebagai saksi untuk tersangka Susi Tur Andayani terkait kasus penanganan perkara Pemilihan Kepala Daerah Lebak, Banten, di MK. Dirinya sudah tiba di Gedung KPK sejak Pk. 13:27. Namun sayangya politisi Golkar itu tak mau berkomentar sedikitpun soal isu miring yang menerpa keluarganya
http://www.pesatnews.com/read/2013/1...emik-di-banten
63% Anggota DPR Nyambi jadi Pengusaha
Minggu, 25-03-2012 23:14
JAKARTA, PESATNEWS - Ternyata, sebanyak 63 persen anggota DPR masih merangkap profesi sebangai pengusaha. Hal ini berpotensi menimbulkan praktek-praktek kecurangan dalam sejumlah proyek APBN. Demikian diungkapkan pakar psikologi politik Universitas Indonesia (UI) Hamdi Moeloek saat menghadiri talkshow bertajuk 'Korupsi Politik Gerogoti Investasi Nasional' di Kemang, Jakarta Selatan, Minggu (25/3). "Ada pengusaha, yang 63 persen itu bisnisnya dari proyek-proyek APBN. Itu karena dari awal mereka melihat besarnya anggaran, dan mereka ada yang dari dulu 'main' di situ (Senayan), misalnya kontraktor," ujarnya.
Menurut Hamdi, angka 63 persen itu bukanlah tanpa landasan. Data tersebut diperoleh dari hasil penelitian mahasiswanya, yang menjelaskan ada pengingkatan 63 persen jika dibandingkan dengan anggota DPR periode 2004-2009. Menurutnya, kondisi ini sangat berbahaya. Ia mencontohkan, pada perkara Wisma Atlet, yang mana terdakwanya, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin, begitu lihai memainkan proyek yang menggunakan dana APBN, sehingga membuat pesaingnya kewalahan. Kendati demikian, Hamdi menyadari tidak ada larangan yang tertuang di UU mengenai hal itu. Namun, bukan berarti yang tidak tercantum dalam UU itu selalu dibenarkan. "Akhirnya, ini bergantung pada etika kepantasan yang dianut oleh yang bersangkutan," paparnya.
Untuk mencegah timbulnya praktik tersebut, tegas dia, lembaga hukum secara konsisten me-monitoring penuh perkembangan aset si pengusaha, setelah menjabat anggota DPR, serta dilakukannya rekam jejak terhadap praktek bisnis yang dilakukan Anggota DPR. "Perlu dilihat penambahan aset yang didapat politikus tersebut, setelah dirinya menjabat sebagai anggota Dewan. Kalau dinilai ada ketidakwajaran, inilah yang perlu dicurigai," seru guru besar UI.
http://www.pesatnews.com/read/2012/0...jadi-pengusaha
Pakar: DPR Tak Sah Membahas Anggaran RAPBN
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Tata Negara Saldi Isra mengatakan kewenangan DPR pembahasan dan penetapan dan pengawasan DPR melalui Badan Anggaran (Banggar) DPR harus dipangkas. Menurutnya, lembaga legislasi itu cukup itu dalam penetapan dan pengawasan saja. Sebab, kata Saldi, yang mengetahui secara rinci kegunaan RAPBN terebut adalah pemerintah. "Pemerintah yang mengetahui secara detail item-item pendapatan negara dan program-program yang mesti dilakukan untuk memajukan kesejahteraan rakyat. Harusnya lembaga legislatif tanpa harus ikut membahas. Jauh lebih aman bagi kita kalau itu terpisah. Kalau fungsi keuangan diberikan kepada ekskutif lalu legislatif mengawasi sangat mungkin kerja sama kolaborasi DPR dengan masyarakat," ujar Saldi saat memberikan keterangan melalui telekonferens dari Universitas Andalan, di persidangan MK, Kamis (25/7/2013).
Lebih jauh, pola pengajuan dan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang sekarang dianut Indonesia merusak sistem ketatanegaraan dalam sistem pemerintahan presidensial.
Sebab dalam presidensial, ada pemisahan yang jelas antara pemegang kekuasaan ekskutif dan legislatif. Menurutnya, Pasal 23 UUD 1945 yang menyatakan pengusulan RAPBN hanya berasal dari pemerintah, berbeda dengan sistem legislasi biasa. "Itu berbeda dengan wilayah legislasi biasa. Menurut saya, kalau ini dipertahankan terus menerus maka satu sama lain tidak bisa menjalankan fungsi secara benar dan jangka panjang bisa menyebabkan kolutif antara keduanya (eksekutif dan legislatif)," terangnya.
Dikatakan Saldi, pola seperti ini sebenarnya tidak berbeda jauh dengan pola pengajuan RAPBN yang terjadi saat orde baru berkuasa. Meskipun praktinya dianggap berbeda, namun tetap sama saja.
"Hari ini korupsi sangat masif di lembaga perwakilan rakyat. Sebaiknya kalau dipisah maka ketika fungsi anggaran itu dibatasi DPR hanya memberikan perserujuan itu. Nanti kita memaksa DPR memperkuat pada fungsi pengawawsan. Kalau sekarang ini, pengawasan terabaikan," tandasnya.
Sebelumnya, Kewenangan Badan Anggaran (Banggar) dalam UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) dan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dianggap berpotensi menimbulkan peluang korupsi yang sangat besar. Pasalnya, kewenangan DPR yang begitu besar melalui fungsi anggaran di Banggar sangat mudah untuk memainkan berbagai proyek yang berkaitan dengan kepentingan partainya.
Atas dasar itu, Tim Advokasi Penyelamat Keuangan Negara mempersoalkan kewenangan itu melalui uji materi sejumlah pasal dalam UU MD3 dan UU Keuangan Negara ke MK. Tercatat sebagai pemohon yakni ICW, YLBHI, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Indonesia Budget Center (IBC), PUSAKO Universitas Andalas, dan PUKAT UGM.
http://id.berita.yahoo.com/pakar-dpr...071522781.html
ICW: Banggar DPR Adalah Sarang Transaksional Korupsi
Senin, 30/07/2012 09:22 WIB
Jakarta - Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan data transaksi mencurigakan anggota Banggar DPR yang nilainya mencapai ratusan miliar rupiah. Hal itu menguatkan bahwa Banggar DPR adalah sarang transaksional korupsi. "Point temuan transaksi mencurigakan di banggar itu adalah bentuk konfirmasi yang kuat bahwa banggar bisa disebut sarang transaksional korupsi anggaran di DPR," ujar peneliti Divisi Korupsi Politik ICW Apung Widadi kepada detikcom, Senin (30/7/2012).
Apung mengatakan temuan PPATK tentang transaksi di Banggar tidak begitu mengejutkan. Sebab, sebelumnya juga ada temuan serupa. "Bahkan salah satu anggota Banggar Wa Ode Nurhayati sekarang menjadi terdakwa karena temuan PPATK atas rekening Wa Ode yang tidak wajar," imbuhnya."Dan itu riil terjadi kan, riil ada dana-dana yang mengalir tidak sesuai dengan profil gaji perbulan anggota DPR tersebut,l lanjutnya.
Saat ini fokusnya, lanjut Apung, temuan PPATK tersebut menjadi tantangan KPK untuk menguaknya. Bagi KPK tidak sulit sebenarnya karena sudah memakai jeratan tindak pidana pencucian uang. "Tindak pidana pencucian uang yang pertama kali dipake saat kasus Wa Ode," ungkapnya.
Apung mengatakan tantangan yang harus di buktikan oleh KPK yaitu menjerat aktor-aktor korupsi di Banggar. Upaya ini sekaligus bentuk 'pencegahan' korupsi di lembaga legislatif tersebut."Instrumennya sudah ada, tinggal butuh keberanian saja," tuturnya."Yang paling penting, temuan tersebut harus jadi prioritas penanganan KPK. Agar bisa menjerat 'akar' korupsi anggaran. Ini perlu dilakukan agar KPK tidak hanya menangani buah kasus saaja, tapi sampai pada pusat perencanaan korupsinya yaitu di banggar," tutupnya.
Sebelumnya Wakil Ketua PPATK Agus Santoso mengatakan menemukan data transaksi mencurigakan anggota Banggar DPR. Nilainya fantastis mencapai ratusan miliar rupiah. "Ada orang yang sampai ratusan miliar. Itu sudah dilaporkan ke penegak hukum," kata Agus. Transaksi itu bukan hanya dalam satu tahun, tapi dari beberapa tahun. Nah, nilainya itu mencapai ratusan miliar. "Mencurigakan karena tidak sesuai dengan profiling gajinya dan keuangannya," jelasnya.
[url]http://news.detik..com/read/2012/07/30/092257/1977908/10/[/url]
Jadi ajang korupsi, keberadaan Banggar DPR digugat ke MK
Kamis, 11 April 2013 17:30:28
Ketentuan yang mengatur keberadaan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat digugat beberapa LSM. Sejumlah LSM yang tergabung dalam Tim Advokasi Penyelamat Keuangan Negara mengajukan permohonan uji materi pasal-pasal itu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut mereka keberadaan Banggar sesuai yang termaktub dalam Pasal 71 huruf g, Pasal 157 ayat (1), dan Pasal 156 huruf a Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) serta Pasal 15 ayat (5) UU Keuangan Negara dinilai dapat menimbulkan peluang korupsi yang sangat besar di lembaga parlemen. "Kami ingin praktik perampasan uang negara ini setidaknya diminimalisir oleh MK dengan mengoreksi pasal-pasal dalam UU itu," ujar kuasa hukum pemohon Febri Diansyah di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (11/4).
Febri mengatakan, Banggar memiliki kewenangan yang absolut dalam menentukan anggaran negara. Sehingga, menurut dia, hal itu berpotensi memunculkan penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan partai politik para anggota Banggar dengan cara bermain proyek. "Contohnya, sudah ada beberapa kasus yang mencuat di permukaan seperti kasus wisma atlet, Kemendiknas, dan pengadaan Alquran di Kemenag," terang dia.
Menanggapi permohonan ini, Ketua MK Akil Mochtar selaku ketua sidang bertanya apakah korupsi dapat dihilangkan jika Banggar dihapus. Menurut dia, korupsi bukan terjadi lantaran kewenangan Banggar sebagai lembaga, melainkan karena perilaku para anggotanya. "Korupsi itu bukan kewenangan tapi sistem dan orangnya," ucap Akil.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva menyatakan, jika Banggar dihapus dan kewenangan membahas anggaran diberikan kepada komisi, maka potensi korupsi justru ada pada komisi. "Lalu Banggar tidak boleh membahas lagi kecuali sudah dibahas oleh komisi, kalau begitu bisa saja ada korupsi di komisi, soalnya kekuasaan besar juga ada di komisi," pungkas dia. Lebih lanjut, majelis hakim meminta pemohon untuk melakukan perbaikan dalam permohonan ini. Pemohon pun diberi waktu selama 14 hari untuk melakukan perbaikan sebelum sidang dilanjutkan.
http://www.merdeka.com/peristiwa/jad...gat-ke-mk.html
Rizal Ramli: 45 Persen APBN Dirampok
Sat, 01/06/2013 - 23:04 WIB
RIMANEWS-Kehidupan berpolitik bangsa Indonesia terus digerogoti demokrasi kriminal yang kian hari kian memprihatinkan. Banyak partai politik yang melakukan korupsi, karena hanya uang lah jawaban untuk mereka yang ingin menang dan berkuasa. Demikian disampaikan oleh ekonom senior, Rizal Ramli dalam acara Dialog Kebangsaan bertajuk "Mencari Capres Pancasilais di Pemilu 2014, Who The Next President RI" di Universitas Nasional (UNAS), Jakarta Selatan, Sabtu (1/6).
Menurut RR, begitu ia disapa, banyak politisi baik yang duduk di legislatif maupun eksekutif masuk penjara karena harus mengeruk uang negara sebanyak-banyaknya demi cukong yang mendukungnya."Kalau saya diizinkan untuk jadi presiden, saya akan anggarkan Rp 5 triliun untuk partai politik. Negara biayai partai politik, sehingga bisa mencalonkan politisi yang mumpuni tanpa harus punya banyak uang," tegas menko perekonomian era Gusdur ini.
Ketua Umum Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) ini mengatakan, sistem keuangan parpol sudah sangat krusial. Berikan lima triliun untuk parpol akan banyak menyelamatkan uang negara yang dirampok hampir 45 persen dari jumlah APBN oleh politisi saat ini, yaitu 30 persen pada tahap pelaksanaan dan 15 persen ketika masih dalam rancangan pembahasan dengan DPR. "Kalau sekarang orang tidak punya uang Rp1,3 miliyar enggak bisa nyalon, harus diubah. Kalau tidak seandainya Soekarno dan Hatta masih hidup dan nyalon lagi saya yakin bakal kalah sekarang, mereka enggak punya duit," demikian Rizal
http://www.rimanews.com/read/2013060...engkhawatirkan
Rizal Ramli:
15 Persen Korupsi Sudah Terjadi Pada level Pembahasan dengan DPR
Mon, 03/06/2013 - 18:21 WIB
RIMANEWS- Sebelum era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, korupsi biasanya senilai 30 persen dari anggaran pembangunan dan banyak terjadi pada tahapan implementasi. Dan di era SBY ini angka tersebut makin menggelembung. "Tapi di era SBY, justru sebanyak 15 persen korupsi sudah terjadi pada level pembahasan dengan DPR. Korupsi berjamaah karena semua partai ikut," jelas mantan Menko Perekonomian, Rizal Ramli, dalam Talkshow "Pemuda Anti Korupsi (Peak): How Corrupt Are We?" di Kampus B, London School of Public Relations, Jakarta, Senin (3/6).
Ditambahkannya, perbuatan korupsi itu lebih banyak terjadi pada saat pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P), seperti yang sedang dibahas oleh DPR dengan pemerintah saat ini. Saat itu biasanya prosedur pencairan lebih cepat karena anggaran bersifat dadakan dan hampir semua kasus besar terjadi pada tahap itu.
Sementara, korupsi di level pegawai negeri sipil bawahan banyak terjadi di dalam perjalanan dinas. Rizal juga menjelaskan, korupsi perjalanan dinas pun melonjak di era kepemimpinan Presiden SBY. "Era pemerintahan SBY telah meningkatkan biaya perjalanan politisi dan aparatur negara dari Rp 4 triliun naik jadi Rp 20 triliun, naik 5 kali lipat" pungkasnya.
http://www.rimanews.com/read/2013060...san-dengan-dpr
-------------------------------
Mana beranilah Pak SBY nyindir penghuni sarang macan di Senayan itu
Jum'at, 11 Oktober 2013 − 20:03 WIB
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Dok Abror/presidenri.go.id)
Sindonews.com - Mengguritanya dinasti salah satu pejabat daerah yang ramai diperbincangkan akhir-akhir ini turut menjadi perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia mengaku memantau persoalan yang tengah ramai dibicarakan masyarakat di berbagai media massa dan media sosial.
"Saya juga komunikasi dengan Mendagri, munculnya sejumlah kasus di daerah yang melibatkan pejabat-pejabat daerah dan ternyata pejabat-pejabat di daerah itu memiliki hubungan kekerabatan," ujar Presiden SBY saat konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (11/10/2013).
Dia mengaku, sejauh ini sudah sering mengingatkan kepada jajaran pemerintah daerah agar berhati-hati menggunakan kekuasaannya. Meski tidak diatur dalam undang-undang, ia mengatakan para pejabat harus mempertimbangkan norma.
"Meskipun Undang-Undang Dasar (UUD) atau juga undang-undang tidak pernah membatasi siapa menjadi apa dalam posisi di pemerintah, apakah ayah, ibu, anak, adik dan sebagainya itu menduduki posisi-posisi di jajaran pemerintahan. Tetapi saya kira kita perlu memiliki norma batas kepatutan, yang patut itu seperti apa yang tidak patut itu seperti apa," katanya.
Sebab, menurutnya, yang berbahaya apabila menyatu antara kekuasaan politik dengan kekuasaan untuk melaksanakan bisnis. "Godaannya besar," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, dia menyingung desentralisasi dan otonomi daerah (Otda) yang seolah-olah kekuasaan pemerintah daerah (pemda) lebih besar. Karena itu, SBY mengingatkan agar lebih berhati-hati dalam menggunakan kekuasaan.
"Kekuasan Gubernur Walikota juga jauh lebih besar dibandingkan era sebelum otonomi daerah (Otda), maka sekali lagi berhati-hati di dalam menggunakan kekuasaan, yang patut. Tetapi kalau melebihi kepatutan, godaan datang. Dan katakanlah kekuasan yang ada di satu orang atau satu keluarga yang kait-mengait itu memiliki kecenderungan untuk disalahgunakan," ucapnya.
Maka dari itu, SBY mengajak seluruh warganya untuk membangun kehidupan masyarakat yang baik. "Mari kita bangun kehidupan pemerintahan dan bernegara yang baik. Kalau itu wajar, patut, maka Insya Allah tak akan membawa keburukan apapun," ungkapnya.
Oleh karena itu, dia berharap agar masyarakat juga lebih aktif memastikan bahwa dimanapun di negeri ini, tidak boleh terjadi monopoli, tidak boleh terjadi konsentrasi kekuasaan politik apalagi dibarengi dengan kepentingan-kepentingan ekonomi dan bisnis yang tidak membawa kebaikan di negeri ini.
"Ini berlaku bagi semua di seluruh Indonesia, pusat maupun daerah.
Kewajiban saya sebagai Presiden mengingatkan. Sekali lagi, jangan karena UUD dan UU tidak melarang. Tapi marilah kita pilih pilihan yang patut yang bijak, tidak membawa masalah apapun," pungkasnya.
http://nasional.sindonews.com/read/2...gkan-kekuasaan
Dinasti Atut Ciptakan Korupsi Sistemik di Banten
Jumat, 11-10-2013 16:40
JAKARTA, PESATNEWS - Ratusan mahasiswa yang mengatasnamakan dirinya ALMAMATER (Aliansi Mahasiwa-Mahasiwi Tangerang Raya) mendatangi dan berkumpul di Gedung Komisi Pemberantasan dengan satu suara meminta KPK untuk menuntut dan mengadili Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Kordinator aksi Aditia Purnomo dari Universitas Islam Negeri Ciputat Tangerang mengatakan, terkuaknya adik Ratu Atut, TB Chaeri Wardana alias wawan dalam kasus suap korupsi di Lebak Banten, diangap sebagai pintu masuk untuk membuka lebih dalam kasus korupsi yang melibatkan "Dinasti Atut" "Pertama dalam aksi ini, kami jelas mendukung KPK untuk membongkar dugaan kasus korupsi yang melibatkan Ratu Atut. Dengan ditangkapnya Wawan pastinya bisa membuka pintu yang lebih besar bagi KPK untuk bisa menelusuri praktek korupsi yang dilakukan oleh Dinasti Atut," ujar Aditia di KPK, Jakarta, Jumat (11/10/2013).
Aditia menjelaskan, adanya Dinasti Atut yang menduduki posisi penting diseluruh pemerintahan Banten bisa menciptakan korupsi yang sistemik karena dengan kekuasaanya Ratu Atut bisa mengatur dan mengelola kroni-kroniya untuk melakukan praktek korupsi. "Kami menduga, dengan diciptakanya Dinasti Atut membuat Gubernur melakukan korupsinya secara sistemik oleh karenanya ia taro saudara-saudaranya untuk menduduki posisi penting di berbagai daerah" paparnya.
Sekilas Aditia juga memaparkan kondisi sosial di Banten selama dijabat oleh Ratu Atut. Dengan jumlah APBD yang mencapai Rp 6 trliun, Provinsi Banten masuk dalam posisi 5 dalam peringkat gizi buruk tertinggi di Indonesia. Tak hanya itu dibawah bendera Atut Provinsi Banten berada di 15 besar terkorup. "Dengan sekian prestasi yang buruk itu, maka sudah sepantasnya Ratu Atut harus turun darai jabatan Gubernur Banten," jelasnya.
Aksi kali ini juga diramaikan dengan sepanduk sebesar 5 meter yang diikat dijembatan penyebrangan Jl HR Rasuna Said tepatnya di depan Gedung KPK. Sepanduk itu bertuliskan "Rapot Merah Dinasti Atut" dengan disi beberapa catatan mengenai kondisi kesehatan, pendidikan, perekonomian, dan pelayanan umum di Provinsi Banten yang carut marut selama dipimpin oleh Ratu Atut. Selain dari kalangan mahasiswa, dukungan KPK untuk mengusut korupsi yang dilakukan oleh Ratu Atut juga datang dari para ulama Banten dan beberapa Ormas. Seperti halnya Panglima Pusat Silaturahmi Masyarakat Banten (Puser) yang sudah terlebih dahulu mendatangi KPK. Diketahui KPK hari ini juga tengah memeriksa Atut sebagai saksi untuk tersangka Susi Tur Andayani terkait kasus penanganan perkara Pemilihan Kepala Daerah Lebak, Banten, di MK. Dirinya sudah tiba di Gedung KPK sejak Pk. 13:27. Namun sayangya politisi Golkar itu tak mau berkomentar sedikitpun soal isu miring yang menerpa keluarganya
http://www.pesatnews.com/read/2013/1...emik-di-banten
63% Anggota DPR Nyambi jadi Pengusaha
Minggu, 25-03-2012 23:14
JAKARTA, PESATNEWS - Ternyata, sebanyak 63 persen anggota DPR masih merangkap profesi sebangai pengusaha. Hal ini berpotensi menimbulkan praktek-praktek kecurangan dalam sejumlah proyek APBN. Demikian diungkapkan pakar psikologi politik Universitas Indonesia (UI) Hamdi Moeloek saat menghadiri talkshow bertajuk 'Korupsi Politik Gerogoti Investasi Nasional' di Kemang, Jakarta Selatan, Minggu (25/3). "Ada pengusaha, yang 63 persen itu bisnisnya dari proyek-proyek APBN. Itu karena dari awal mereka melihat besarnya anggaran, dan mereka ada yang dari dulu 'main' di situ (Senayan), misalnya kontraktor," ujarnya.
Menurut Hamdi, angka 63 persen itu bukanlah tanpa landasan. Data tersebut diperoleh dari hasil penelitian mahasiswanya, yang menjelaskan ada pengingkatan 63 persen jika dibandingkan dengan anggota DPR periode 2004-2009. Menurutnya, kondisi ini sangat berbahaya. Ia mencontohkan, pada perkara Wisma Atlet, yang mana terdakwanya, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin, begitu lihai memainkan proyek yang menggunakan dana APBN, sehingga membuat pesaingnya kewalahan. Kendati demikian, Hamdi menyadari tidak ada larangan yang tertuang di UU mengenai hal itu. Namun, bukan berarti yang tidak tercantum dalam UU itu selalu dibenarkan. "Akhirnya, ini bergantung pada etika kepantasan yang dianut oleh yang bersangkutan," paparnya.
Untuk mencegah timbulnya praktik tersebut, tegas dia, lembaga hukum secara konsisten me-monitoring penuh perkembangan aset si pengusaha, setelah menjabat anggota DPR, serta dilakukannya rekam jejak terhadap praktek bisnis yang dilakukan Anggota DPR. "Perlu dilihat penambahan aset yang didapat politikus tersebut, setelah dirinya menjabat sebagai anggota Dewan. Kalau dinilai ada ketidakwajaran, inilah yang perlu dicurigai," seru guru besar UI.
http://www.pesatnews.com/read/2012/0...jadi-pengusaha
Pakar: DPR Tak Sah Membahas Anggaran RAPBN
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Tata Negara Saldi Isra mengatakan kewenangan DPR pembahasan dan penetapan dan pengawasan DPR melalui Badan Anggaran (Banggar) DPR harus dipangkas. Menurutnya, lembaga legislasi itu cukup itu dalam penetapan dan pengawasan saja. Sebab, kata Saldi, yang mengetahui secara rinci kegunaan RAPBN terebut adalah pemerintah. "Pemerintah yang mengetahui secara detail item-item pendapatan negara dan program-program yang mesti dilakukan untuk memajukan kesejahteraan rakyat. Harusnya lembaga legislatif tanpa harus ikut membahas. Jauh lebih aman bagi kita kalau itu terpisah. Kalau fungsi keuangan diberikan kepada ekskutif lalu legislatif mengawasi sangat mungkin kerja sama kolaborasi DPR dengan masyarakat," ujar Saldi saat memberikan keterangan melalui telekonferens dari Universitas Andalan, di persidangan MK, Kamis (25/7/2013).
Lebih jauh, pola pengajuan dan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang sekarang dianut Indonesia merusak sistem ketatanegaraan dalam sistem pemerintahan presidensial.
Sebab dalam presidensial, ada pemisahan yang jelas antara pemegang kekuasaan ekskutif dan legislatif. Menurutnya, Pasal 23 UUD 1945 yang menyatakan pengusulan RAPBN hanya berasal dari pemerintah, berbeda dengan sistem legislasi biasa. "Itu berbeda dengan wilayah legislasi biasa. Menurut saya, kalau ini dipertahankan terus menerus maka satu sama lain tidak bisa menjalankan fungsi secara benar dan jangka panjang bisa menyebabkan kolutif antara keduanya (eksekutif dan legislatif)," terangnya.
Dikatakan Saldi, pola seperti ini sebenarnya tidak berbeda jauh dengan pola pengajuan RAPBN yang terjadi saat orde baru berkuasa. Meskipun praktinya dianggap berbeda, namun tetap sama saja.
"Hari ini korupsi sangat masif di lembaga perwakilan rakyat. Sebaiknya kalau dipisah maka ketika fungsi anggaran itu dibatasi DPR hanya memberikan perserujuan itu. Nanti kita memaksa DPR memperkuat pada fungsi pengawawsan. Kalau sekarang ini, pengawasan terabaikan," tandasnya.
Sebelumnya, Kewenangan Badan Anggaran (Banggar) dalam UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) dan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dianggap berpotensi menimbulkan peluang korupsi yang sangat besar. Pasalnya, kewenangan DPR yang begitu besar melalui fungsi anggaran di Banggar sangat mudah untuk memainkan berbagai proyek yang berkaitan dengan kepentingan partainya.
Atas dasar itu, Tim Advokasi Penyelamat Keuangan Negara mempersoalkan kewenangan itu melalui uji materi sejumlah pasal dalam UU MD3 dan UU Keuangan Negara ke MK. Tercatat sebagai pemohon yakni ICW, YLBHI, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Indonesia Budget Center (IBC), PUSAKO Universitas Andalas, dan PUKAT UGM.
http://id.berita.yahoo.com/pakar-dpr...071522781.html
ICW: Banggar DPR Adalah Sarang Transaksional Korupsi
Senin, 30/07/2012 09:22 WIB
Jakarta - Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan data transaksi mencurigakan anggota Banggar DPR yang nilainya mencapai ratusan miliar rupiah. Hal itu menguatkan bahwa Banggar DPR adalah sarang transaksional korupsi. "Point temuan transaksi mencurigakan di banggar itu adalah bentuk konfirmasi yang kuat bahwa banggar bisa disebut sarang transaksional korupsi anggaran di DPR," ujar peneliti Divisi Korupsi Politik ICW Apung Widadi kepada detikcom, Senin (30/7/2012).
Apung mengatakan temuan PPATK tentang transaksi di Banggar tidak begitu mengejutkan. Sebab, sebelumnya juga ada temuan serupa. "Bahkan salah satu anggota Banggar Wa Ode Nurhayati sekarang menjadi terdakwa karena temuan PPATK atas rekening Wa Ode yang tidak wajar," imbuhnya."Dan itu riil terjadi kan, riil ada dana-dana yang mengalir tidak sesuai dengan profil gaji perbulan anggota DPR tersebut,l lanjutnya.
Saat ini fokusnya, lanjut Apung, temuan PPATK tersebut menjadi tantangan KPK untuk menguaknya. Bagi KPK tidak sulit sebenarnya karena sudah memakai jeratan tindak pidana pencucian uang. "Tindak pidana pencucian uang yang pertama kali dipake saat kasus Wa Ode," ungkapnya.
Apung mengatakan tantangan yang harus di buktikan oleh KPK yaitu menjerat aktor-aktor korupsi di Banggar. Upaya ini sekaligus bentuk 'pencegahan' korupsi di lembaga legislatif tersebut."Instrumennya sudah ada, tinggal butuh keberanian saja," tuturnya."Yang paling penting, temuan tersebut harus jadi prioritas penanganan KPK. Agar bisa menjerat 'akar' korupsi anggaran. Ini perlu dilakukan agar KPK tidak hanya menangani buah kasus saaja, tapi sampai pada pusat perencanaan korupsinya yaitu di banggar," tutupnya.
Sebelumnya Wakil Ketua PPATK Agus Santoso mengatakan menemukan data transaksi mencurigakan anggota Banggar DPR. Nilainya fantastis mencapai ratusan miliar rupiah. "Ada orang yang sampai ratusan miliar. Itu sudah dilaporkan ke penegak hukum," kata Agus. Transaksi itu bukan hanya dalam satu tahun, tapi dari beberapa tahun. Nah, nilainya itu mencapai ratusan miliar. "Mencurigakan karena tidak sesuai dengan profiling gajinya dan keuangannya," jelasnya.
[url]http://news.detik..com/read/2012/07/30/092257/1977908/10/[/url]
Jadi ajang korupsi, keberadaan Banggar DPR digugat ke MK
Kamis, 11 April 2013 17:30:28
Ketentuan yang mengatur keberadaan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat digugat beberapa LSM. Sejumlah LSM yang tergabung dalam Tim Advokasi Penyelamat Keuangan Negara mengajukan permohonan uji materi pasal-pasal itu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut mereka keberadaan Banggar sesuai yang termaktub dalam Pasal 71 huruf g, Pasal 157 ayat (1), dan Pasal 156 huruf a Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) serta Pasal 15 ayat (5) UU Keuangan Negara dinilai dapat menimbulkan peluang korupsi yang sangat besar di lembaga parlemen. "Kami ingin praktik perampasan uang negara ini setidaknya diminimalisir oleh MK dengan mengoreksi pasal-pasal dalam UU itu," ujar kuasa hukum pemohon Febri Diansyah di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (11/4).
Febri mengatakan, Banggar memiliki kewenangan yang absolut dalam menentukan anggaran negara. Sehingga, menurut dia, hal itu berpotensi memunculkan penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan partai politik para anggota Banggar dengan cara bermain proyek. "Contohnya, sudah ada beberapa kasus yang mencuat di permukaan seperti kasus wisma atlet, Kemendiknas, dan pengadaan Alquran di Kemenag," terang dia.
Menanggapi permohonan ini, Ketua MK Akil Mochtar selaku ketua sidang bertanya apakah korupsi dapat dihilangkan jika Banggar dihapus. Menurut dia, korupsi bukan terjadi lantaran kewenangan Banggar sebagai lembaga, melainkan karena perilaku para anggotanya. "Korupsi itu bukan kewenangan tapi sistem dan orangnya," ucap Akil.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva menyatakan, jika Banggar dihapus dan kewenangan membahas anggaran diberikan kepada komisi, maka potensi korupsi justru ada pada komisi. "Lalu Banggar tidak boleh membahas lagi kecuali sudah dibahas oleh komisi, kalau begitu bisa saja ada korupsi di komisi, soalnya kekuasaan besar juga ada di komisi," pungkas dia. Lebih lanjut, majelis hakim meminta pemohon untuk melakukan perbaikan dalam permohonan ini. Pemohon pun diberi waktu selama 14 hari untuk melakukan perbaikan sebelum sidang dilanjutkan.
http://www.merdeka.com/peristiwa/jad...gat-ke-mk.html
Rizal Ramli: 45 Persen APBN Dirampok
Sat, 01/06/2013 - 23:04 WIB
RIMANEWS-Kehidupan berpolitik bangsa Indonesia terus digerogoti demokrasi kriminal yang kian hari kian memprihatinkan. Banyak partai politik yang melakukan korupsi, karena hanya uang lah jawaban untuk mereka yang ingin menang dan berkuasa. Demikian disampaikan oleh ekonom senior, Rizal Ramli dalam acara Dialog Kebangsaan bertajuk "Mencari Capres Pancasilais di Pemilu 2014, Who The Next President RI" di Universitas Nasional (UNAS), Jakarta Selatan, Sabtu (1/6).
Menurut RR, begitu ia disapa, banyak politisi baik yang duduk di legislatif maupun eksekutif masuk penjara karena harus mengeruk uang negara sebanyak-banyaknya demi cukong yang mendukungnya."Kalau saya diizinkan untuk jadi presiden, saya akan anggarkan Rp 5 triliun untuk partai politik. Negara biayai partai politik, sehingga bisa mencalonkan politisi yang mumpuni tanpa harus punya banyak uang," tegas menko perekonomian era Gusdur ini.
Ketua Umum Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) ini mengatakan, sistem keuangan parpol sudah sangat krusial. Berikan lima triliun untuk parpol akan banyak menyelamatkan uang negara yang dirampok hampir 45 persen dari jumlah APBN oleh politisi saat ini, yaitu 30 persen pada tahap pelaksanaan dan 15 persen ketika masih dalam rancangan pembahasan dengan DPR. "Kalau sekarang orang tidak punya uang Rp1,3 miliyar enggak bisa nyalon, harus diubah. Kalau tidak seandainya Soekarno dan Hatta masih hidup dan nyalon lagi saya yakin bakal kalah sekarang, mereka enggak punya duit," demikian Rizal
http://www.rimanews.com/read/2013060...engkhawatirkan
Rizal Ramli:
15 Persen Korupsi Sudah Terjadi Pada level Pembahasan dengan DPR
Mon, 03/06/2013 - 18:21 WIB
RIMANEWS- Sebelum era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, korupsi biasanya senilai 30 persen dari anggaran pembangunan dan banyak terjadi pada tahapan implementasi. Dan di era SBY ini angka tersebut makin menggelembung. "Tapi di era SBY, justru sebanyak 15 persen korupsi sudah terjadi pada level pembahasan dengan DPR. Korupsi berjamaah karena semua partai ikut," jelas mantan Menko Perekonomian, Rizal Ramli, dalam Talkshow "Pemuda Anti Korupsi (Peak): How Corrupt Are We?" di Kampus B, London School of Public Relations, Jakarta, Senin (3/6).
Ditambahkannya, perbuatan korupsi itu lebih banyak terjadi pada saat pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P), seperti yang sedang dibahas oleh DPR dengan pemerintah saat ini. Saat itu biasanya prosedur pencairan lebih cepat karena anggaran bersifat dadakan dan hampir semua kasus besar terjadi pada tahap itu.
Sementara, korupsi di level pegawai negeri sipil bawahan banyak terjadi di dalam perjalanan dinas. Rizal juga menjelaskan, korupsi perjalanan dinas pun melonjak di era kepemimpinan Presiden SBY. "Era pemerintahan SBY telah meningkatkan biaya perjalanan politisi dan aparatur negara dari Rp 4 triliun naik jadi Rp 20 triliun, naik 5 kali lipat" pungkasnya.
http://www.rimanews.com/read/2013060...san-dengan-dpr
-------------------------------
Mana beranilah Pak SBY nyindir penghuni sarang macan di Senayan itu
0
2.4K
21
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan