Indonesia tengah menyaksikan lahirnya sekelompok pemimpin politik generasi baru.
Era kekuasaan Suharto berakhir 15 tahun lalu, dan tahun depan, Indonesia untuk pertama kali, akan menyaksikan pergantian presiden yang dipilih secara langsung. Di tengah kegairahan politik ini, muncul pemimpin-pemimpin baru tanah air yang memiliki karakter yang berbeda dengan para pendahulunya.
Mereka adalah para pemimpin daerah atau teknokrat yang memiliki citra bersih. Mereka turun ke jalan demi merasakan nasib rakyatnya. Mereka muncul di panggung politik tanpa mesin uang serta sedikit koneksi politik. Hal ini mengubah peta politik, mengingat bagaimana pucuk pimpinan tertinggi negara ini biasa diduduki oleh anggota militer atau keluarga dari rezim yang berkuasa.
“Apa yang kita sedang lihat sangat luar biasa,” kata Douglas Ramage, pengamat politik BowerGroupAsia. ”Popularitas adalah logika yang menjadi faktor pendorong politik Indonesia saat ini. Dan persepsi akan seorang kandidat yang bersih, transparan dan otentik adalah hal-hal yang mendorong popularitas.”
Perubahan tersebut paling terlihat dan terasa di Pulau Jawa, jantung politik dan ekonomi Indonesia. Sejumlah wajah baru mendefinisi ulang arti dan makna menjadi pejabat publik.
Menurut Wall Street Journal, beberapa tokoh yang bisa mengubah wajah politik Indonesia telah lahir. Siapa saja mereka?
Spoiler for JOKOWI:
Nama Joko Widodo, atau Jokowi, adalah figur paling terkenal di antara sekelompok pemimpin angkatan baru ini. Mantan wali kota Solo ini menggebrak Jakarta tahun lalu ketika ia berhasil memenangkan pemilihan gubernur Jakarta melawan Fauzi Bowo.
Jokowi dikenal sebagai sosok yang bersih dan merakyat, serta menjadi kesayangan media. Sebagai pemimpin kota Jakarta, ia belum banyak melakukan kesalahan. Namanya menduduki posisi tertinggi dalam survei calon presiden menjelang pemilihan umum 2014, padahal ia belum menyatakan bersedia untuk maju.
Bagi Jokowi, apa yang membuat perbedaan itu sesungguhnya sederhana.
“Saat ini, kebijakannya ada di sebelah sini dan apa yang rakyat mau ada di sana; mereka tidak bertemu,” katanya. “Namun rakyat tahu apa yang mereka mau.”
Sebuah pesan yang semakin penting didengar oleh para pemimpin.
Saat ini, belum ada pemimpin dengan daya tarik seperti Jokowi, yang populer di tingkat nasional. Namun di tingkat daerah, ada sejumlah pemimpin yang mulai mengikuti jejak gubernur Jakarta tersebut.
Spoiler for IBU RISMA:
Salah satunya adalah Tri Rismaharini, atau Risma, wali kota perempuan pertama yang dipilih secara langsung yang kini menduduki kursi politik tertinggi di Surabaya. Ia telah membangun banyak dukungan–dan juga musuh politik–karena keputusannya seperti penolakan terhadap pembangunan proyek jalan tol dalam kota, yang kemudian dialihkan ke pinggiran kota Surabaya guna memangkas kemacetan lalu lintas.
Risma juga dikenal karena upayanya menutup lokalisasi di Surabaya, sebuah upaya yang sudah dicoba oleh para pendahulunya selama puluhan tahun. Risma berpandangan bahwa penutupan lokalisasi tersebut hanya bisa dilakukan secara bertahap. Pada saat yang bersamaan, pemerintah daerah harus mengajar para pekerja seks komersial di sana ketrampilan baru seperti menjahit sebagai jalan keluar. Lokalisasi tersebut masih ada, namun ukurannya sudah jauh mengecil.
Spoiler for GANJAR PRANOWO:
Saat memutuskan untuk maju dalam pemilihan kepala daerah Jawa Tengah awal tahun ini, Ganjar Pranowo kurang dikenal masyarakat pemilihnya. Politisi yang anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu lebih banyak menghabiskan waktu di Jakarta.
Namun janji pemerintahan yang bersih dengan slogan kampanye Mboten Ngapusi, Mboten Korupsi (tidak bohong, tidak korupsi), ditambah wajah ganteng membantu Ganjar memenangkan pemilihan gubernur Jawa Tengah, Mei lalu. Perolehan suara Ganjar melampaui 48 persen, mengalahkan incumbent mantan Pangkostrad Bibit Waluyo. Penggemar musik cadas serta aktivis politik sejak duduk di bangku kuliah, Ganjar mengawali masa jabatannya dengan mengubah kunjungan dari bupati dan wali kota, serta rapat-rapat dengan kepala dan anggota dinas, dengan menggunakan teleconference. Cara ini diharapkan mengurangi biaya perjalanan hingga miliaran rupiah. Ia juga meminta kepala dinas untuk mengurangi acara yang bersifat seremonial serta memotong jumlah program dari sebelumnya
Spoiler for BIMA ARYA:
Bima Arya mengamankan dukungan dari lima partai politik yang berbeda melalui koalisi yang solid untuk memenangkan kursi walikota Bogor, sebuah kota satelit yang dihuni oleh sekitar satu juta orang. Seperti kota metropolitan Jakarta, Bogor dipusingkan oleh kemacetan, polusi, dan padatnya jumlah penduduk.
Partai politik pendukung Bima dalam pemilihan kepala daerah September lalu betul-betul lintas ideologi dan karya warna, mulai dari Partai Demokrat, partai tengah Presiden Susilo BambangYudhoyono, partai sosialis dan nasional Partai Gerakan Indonesia Raya yang didirikan mantan Jendral Prabowo Subianto, hingga partai bercorak Islam seperti Partai Bulan Bintang.
Mereka menemukan titik temu untuk mendukung dosen lulusan Australia, yang sebelumnya lebih dikenal publik secara luas sebagai pengamat politik. Ia dianggap bersih dan bebas korupsi. Sosok berusia 40 tahun ini dianggap mampu menjembatani perbedaan itu. Ia menjadi uji coba untuk menjawab kerinduaan akan generasi baru pemimpin Indonesia yang bersih dan mampu bekerja.
Dalam contoh lain, sejumlah politisi muda namun menjanjikan, yang minim rekam jejak politik, juga mendapatkan kesempatan.
Spoiler for RIDWAN KAMIL:
Ridwan Kamil, seorang arsitek, bulan lalu terpilih menjadi wali kota Bandung, Jawa Barat. Ia terpilih setelah menjanjikan akan memperbanyak taman kota, menanggulangi kebanjiran dan memperbaiki sistem transportasi publik.
Baru-baru ini, Ridwan naik sepeda bersama stafnya untuk mengunjungi sebuah terminal angkutan kota (angkot). Ia mendatangi para pengemudi dan penumpang untuk mendengarkan harapan mereka akan keamanan dan kenyamanan yang seharusnya didapatkan dari layanan transportasi publik. Ia kemudian mengendarai salah satu angkot tersebut mengelilingi kota, mengangkut dan menurunkan penumpang.
“Saya ingin mendengar usulan,” katanya. “Saya tidak mau berasumsi saya tahu jawabannya.”
Spoiler for ANIES BASWEDAN:
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berusaha keras menemukan penerus di Partai Demokrat, yang popularitasnya sedang terpuruk dan tercoreng skandal-skandal korupsi tingkat tinggi, untuk bersaing pada pemilihan umum tahun 2014. Tak mampu menemukan penerus yang ideal dalam tubuh partai, Presiden SBY mengundang sejumlah tokoh nasional untuk memperebutkan tiket calon presiden dan wakil presiden melalui sebuah konvensi partai yang oleh para pengamat kerap dijuluki “Indonesian Idol”, kontes popularitas versi partai politik.
Di antara sebelas kandidat yang berlaga adalah Anies Baswedan , 44, Rektor Universitas Paramadina, Jakarta. Seorang akademisi yang kritis menyuarakan pandangannya tentang pluralisme dan toleransi. Ia menjadi cermin bagi pandangan yang progresif untuk sebuah masyarakat Indonesia yang modern, terdidik dan toleran.
Sangat bersemangat mengenai masalah pendidikan, Anies membuat terobosan melalui program ‘’Indonesia Mengajar’’, yang disponsori perusahaan swasta, merekrut dan melatih kalangan muda untuk bekerja sebagai guru di daerah miskin dan terpencil di Indonesia.
Anies secara rutin menulis kolom di media massa mengenai masalah pendidikan, kebijakan publik, Islam dan politik. Ia menjadi rektor termuda di Indonesia. Prestasinya dihargai secara internasional melalui sejumlah penghargaan diantaranya dinobatkan sebagai pemimpin muda masa depan oleh World Economic Forum. Dalam usia yang belum genap 40 tahun, Anies Baswedan menjadi 100 tokoh intelektual dunia versi jurnal Foreign Policy di Amerika Serikat.