- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Taukah Agan Dengan Peristiwa Woyla ?


TS
raitosonzoa
Taukah Agan Dengan Peristiwa Woyla ?
Welcome To My First Thread
Saya Tidak Menjamin Thread Ini No Repost

Apakah Yang Dimaksud Dengan Peristiwa Woyla ?
Pasti Banyak Dari Agan Agan Di Kaskus Yang Engga Tau Dengan Peristiwa Bersejarah Yang Satu Ini

Oke Sebelum Saya kasih Tau Kronologi Dan Detailnya Saya Akan Sedikit Menjelaskannya

Peristiwa WoylaAdalah Peristiwa Pembajakan Pesawat Garuda 206 Yang Terjadi Pada Tanggal
28 Maret 1981 Dan Menjadi Satu Satunya Peristiwa Pembajakan Pesawat Di Indonesia.Oke Kita Langsung SImak aja Kronologinya Cekibrot :
Spoiler for Tragedi Woyla:
Garuda Indonesia Penerbangan 206 atau juga dikenal dengan sebutan Peristiwa Woyla adalah sebuah penerbangan maskapai Garuda Indonesia dari pelabuhan udara sipil Talangbetutu, Palembang ke Bandara Polonia, Medan yang mengalami insiden pembajakan pesawat
pada 28 Maret 1981 oleh lima orang teroris yang dipimpin Imran bin Muhammad Zein, dan mengidentifikasi diri sebagai anggota kelompok Islam ekstremis "Komando Jihad".
Penerbangan dengan pesawat DC-9 Woyla tersebut berangkat dari Jakarta pada pukul 08.00 pagi, transit di Palembang, dan akan terbang ke Medan dengan perkiraan sampai pada pukul 10.55. Dalam penerbangan, pesawat tersebut tiba-tiba dibajak oleh lima orang teroris Komando Jihad yang menyamar sebagai penumpang.
pada 28 Maret 1981 oleh lima orang teroris yang dipimpin Imran bin Muhammad Zein, dan mengidentifikasi diri sebagai anggota kelompok Islam ekstremis "Komando Jihad".
Penerbangan dengan pesawat DC-9 Woyla tersebut berangkat dari Jakarta pada pukul 08.00 pagi, transit di Palembang, dan akan terbang ke Medan dengan perkiraan sampai pada pukul 10.55. Dalam penerbangan, pesawat tersebut tiba-tiba dibajak oleh lima orang teroris Komando Jihad yang menyamar sebagai penumpang.
Spoiler for Tragedi Pembajakan:
28 Maret 1981 Pesawat Garuda DC-9 “Woyla” bernomor penerbangan 206 tujuan Jakarta-Medan dengan Captain Pilot Herman Rante dan Co-Pilot Hendy Juwantoro lepas landas dari Bandara Internasional Kemayoran, Jakarta menuju Bandara Polonia, Medan. Saat itu belum ada penerbangan langsung Jakarta-Medan, sehingga pesawat harus transit (stop over) di Palembang.
Setelah pesawat take off dari Bandara Talang Betutu Palembang dan sedang berada di atas Pekan Baru, mendadak 5 orang menyerbu kokpit, menyandera pilot dan seluruh awak pesawat. Pembajak seluruhnya orang Indonesia bersenjatakan granat, senjata api, dan dinamit memberikan tuntutan kepada pemerintah Indonesia.
Berita pertama pembajakan tersebut mulai diketahui pada pukul 10.18, saat Kapten Pilot A. Sapari dengan pesawat F28 Garuda yang baru tinggal landas dari Bandara Simpang Tiga, Pekan Baru mendengar panggilan radio dari Garuda Indonesia 206 (Woyla) yang berbunyi “..being hijacked, being hijacked”. Berita tersebut langsung diteruskan ke Jakarta.
Pembajak memaksa pilot untuk menerbangkan pesawat ke luar negeri, pokoknya sejauh mungkin meninggalkan Indonesia. Permintaan ini jelas tidak bisa dipenuhi pilot, karena sebagai pesawat penerbangan domestik, jumlah bahan bakar yang dibawa terbatas. Pada awalnya pembajak meminta pesawat diterbangkan ke Kolombo, Sri Lanka. Tetapi akhirnya pesawat dibawa ke Pulau Penang, Malaysia untuk mengisi bahan bakar dan selanjutnya dibawa menuju Thailand.
Kepada otoritas penerbangan Thailand, pembajak meminta supaya mereka boleh mendarat di Pangkalan Udara U Tapao. Tetapi karena minimnya fasilitas disana, kemudian mereka diijinkan mendarat di Bandara Don Muang, Bangkok dan ditempatkan pada jarak sekitar 2,5 km dari landasan utama. Para teroris juga menuntut kepada pemerintah untuk membebaskan sejumlah tahanan dari Peristiwa Cicendo 11 Maret 1981, Teror Warman serta Kasus Komando Jihad serta meminta tuntutan tambahan berupa uang sebesar 1,5 juta dollar AS.
Mereka juga meminta pesawat untuk pembebasan tahanan, untuk diterbangkan ke suatu tempat yang dirahasiakan. Para teroris yang seluruhnya bersenjata api itu juga mengancam jika tuntutan itu tidak dipenuhi akan meledakkan Woyla dan seluruh penumpangnya. Mereka telah menanam bom di pesawat. Menghadapi keinginan tersebut, TNI dan Pemerintah tidak menyerah. Berita ini kemudian diterima oleh Wakil Panglima ABRI/ Panglima Komkamtib, Laksamana Sudomo.
Saat itu kekuatan pasukan ABRI sedang tidak terpusat di Jakarta karena sedang diadakan Latihan Gabungan (latgab) di Ambon. Berita mengenai pembajakan ini oleh Sudomo diteruskan ke Ambon dan diterima langsung oleh Assisten I Intelejen Hankam, Letnan Jendral Leonardus Benjamin Moerdani, yang lebih dikenal dengan nama Benny Moerdani. Informasi ini oleh Benny Moerdani disampaikan langsung kepada Panglima ABRI, Jendral Andi Muhammad Yusuf, yang lebih dikenal dengan nama M.Yusuf.
Jendral M.Yusuf kemudian mempercayakan kepada Benny untuk menyelesaikan masalah ini bersama Kepala BAKIN, Jendral Yoga Soegama. Mereka kemudian diperintahakan untuk kembali ke Jakarta dan menghadap Presiden Soeharto untuk membicarakan tidakan selanjutnya. Yoga mendapat tugas untuk segera terbang ke Thailand, menjemput sandera sambil “bernegosiasi” dengan para pembajak, dengan tujuan mengulur-ulur waktu.
Sementara Benny bertugas menyiapkan pasukan dan menyusun rencana operasi penumpasan pembajak. Melalui berbagai upaya diplomasi dengan pembajak juga Pemerintah Thailand, Kabakin dan Letjen L. Benny Moerdani berhasil mengulur waktu dan mendapat ijin dari Pemerintah Thailand.
Setelah pesawat take off dari Bandara Talang Betutu Palembang dan sedang berada di atas Pekan Baru, mendadak 5 orang menyerbu kokpit, menyandera pilot dan seluruh awak pesawat. Pembajak seluruhnya orang Indonesia bersenjatakan granat, senjata api, dan dinamit memberikan tuntutan kepada pemerintah Indonesia.
Berita pertama pembajakan tersebut mulai diketahui pada pukul 10.18, saat Kapten Pilot A. Sapari dengan pesawat F28 Garuda yang baru tinggal landas dari Bandara Simpang Tiga, Pekan Baru mendengar panggilan radio dari Garuda Indonesia 206 (Woyla) yang berbunyi “..being hijacked, being hijacked”. Berita tersebut langsung diteruskan ke Jakarta.
Pembajak memaksa pilot untuk menerbangkan pesawat ke luar negeri, pokoknya sejauh mungkin meninggalkan Indonesia. Permintaan ini jelas tidak bisa dipenuhi pilot, karena sebagai pesawat penerbangan domestik, jumlah bahan bakar yang dibawa terbatas. Pada awalnya pembajak meminta pesawat diterbangkan ke Kolombo, Sri Lanka. Tetapi akhirnya pesawat dibawa ke Pulau Penang, Malaysia untuk mengisi bahan bakar dan selanjutnya dibawa menuju Thailand.
Kepada otoritas penerbangan Thailand, pembajak meminta supaya mereka boleh mendarat di Pangkalan Udara U Tapao. Tetapi karena minimnya fasilitas disana, kemudian mereka diijinkan mendarat di Bandara Don Muang, Bangkok dan ditempatkan pada jarak sekitar 2,5 km dari landasan utama. Para teroris juga menuntut kepada pemerintah untuk membebaskan sejumlah tahanan dari Peristiwa Cicendo 11 Maret 1981, Teror Warman serta Kasus Komando Jihad serta meminta tuntutan tambahan berupa uang sebesar 1,5 juta dollar AS.
Mereka juga meminta pesawat untuk pembebasan tahanan, untuk diterbangkan ke suatu tempat yang dirahasiakan. Para teroris yang seluruhnya bersenjata api itu juga mengancam jika tuntutan itu tidak dipenuhi akan meledakkan Woyla dan seluruh penumpangnya. Mereka telah menanam bom di pesawat. Menghadapi keinginan tersebut, TNI dan Pemerintah tidak menyerah. Berita ini kemudian diterima oleh Wakil Panglima ABRI/ Panglima Komkamtib, Laksamana Sudomo.
Saat itu kekuatan pasukan ABRI sedang tidak terpusat di Jakarta karena sedang diadakan Latihan Gabungan (latgab) di Ambon. Berita mengenai pembajakan ini oleh Sudomo diteruskan ke Ambon dan diterima langsung oleh Assisten I Intelejen Hankam, Letnan Jendral Leonardus Benjamin Moerdani, yang lebih dikenal dengan nama Benny Moerdani. Informasi ini oleh Benny Moerdani disampaikan langsung kepada Panglima ABRI, Jendral Andi Muhammad Yusuf, yang lebih dikenal dengan nama M.Yusuf.
Jendral M.Yusuf kemudian mempercayakan kepada Benny untuk menyelesaikan masalah ini bersama Kepala BAKIN, Jendral Yoga Soegama. Mereka kemudian diperintahakan untuk kembali ke Jakarta dan menghadap Presiden Soeharto untuk membicarakan tidakan selanjutnya. Yoga mendapat tugas untuk segera terbang ke Thailand, menjemput sandera sambil “bernegosiasi” dengan para pembajak, dengan tujuan mengulur-ulur waktu.
Sementara Benny bertugas menyiapkan pasukan dan menyusun rencana operasi penumpasan pembajak. Melalui berbagai upaya diplomasi dengan pembajak juga Pemerintah Thailand, Kabakin dan Letjen L. Benny Moerdani berhasil mengulur waktu dan mendapat ijin dari Pemerintah Thailand.
Spoiler for Gambarnya Gan:

Spoiler for Proses Penyelamatan:
Pada tanggal 31 Maret, 30 Prajurit Kopassandha TNI AD (Korp pasukan sandhi Yudha) yang kini bernama Kopassus di bawah Komandan Letnan Kolonel Infanteri Sintong Panjaitan mendekati Woyla secara diam-diam. Namun beberapa saat sebelumnya Pemimpin CIA di Thailand menawarkan pinjaman jaket Anti-Peluru, namun ditolak karena pasukan Kopassandha Indonesia telah membawa perlengkapan mereka sendiri dari Jakarta. Pukul 02.30 semua tim akan masuk ketika kode diberikan.
Pada pukul 02.43, Tim Thailand ikut bergerak ke landasan, menunggu di landasan agar tidak ada teroris yang lolos. Ketika penyerbuan pada Selasa dini hari pukul 02.45 WIB seluruh pintu pesawat Woyla didobrak 30 prajurit Kopassandha, ternyata tak semuanya sesuai dengan skenario yang direncanakan. Saat menyerbu kokpit, pembajak menembak pilot Herman Rante hingga terluka parah pada bagian kepala.
Ketika pasukan menyerbu pintu belakang, terdapat waktu sela supaya pintu dapat terbuka sepenuhnya, karena mekanismenya buka-tutup pintu dilakukan secara elektris. Setelah pintu terbuka, pasukan masuk. Karena sebelumnya terdapat waktu sela saat pintu membuka, pembajak yang ada di dekat pintu sudah bersiap menembakkan senjatanya. Seorang prajurit bernama Achmad Kirang yang menerobos masuk terkena tembakan pembajak.Peluru menembus bagian badan Kirang yang saat itu tidak terlindung rompi anti peluru (flack jacket).
Achmad Kirang terluka, tetapi pasukan yang bersamanya langsung menembakkan senjata yang merobohkan si pembajak. Pembajak juga sempat melemparkan granat ke arah pasukan. Tetapi karena kurang terlatih, granat tidak meletus karena cara mencabut pen yang tidak benar. Seorang pembajak mencoba membaur dengan penumpang lain menuruni tangga pesawat. Tetapi penumpang lain menunjuk-nunjuk ke arahnya dan memberitahu bahwa ia adalah salah seorang pembajak.
Melihat gelagat ini, pembajak tersebut berlari menjauh daari penumpang. Melihat gelagat mencurigakan ini tanpa ampun pasukan menghajarnya dengan berondongansenapan serbu M16. Ia terjatuh dan tewas seketika. Saat pembersihan dilakuakan, Benny menyusup masuk ke dalam kokpit. Ia mengambil alih radio di pesawat. Kepada Yoga yang masih sabar berjaga, terjadi percakapan antara Benny dan Yoga.
“This is two zero six, could I speak to Yoga please?”
“Yes, Yoga is here…” “Pak Yoga, Benny ini..”
“Diancuk, neng ngendi kowe???” (Sialan, dimana kamu??)
Akhirnya semua sandera diselamatkan dan seluruh pembajak dapat diringkus.
Pada pukul 02.43, Tim Thailand ikut bergerak ke landasan, menunggu di landasan agar tidak ada teroris yang lolos. Ketika penyerbuan pada Selasa dini hari pukul 02.45 WIB seluruh pintu pesawat Woyla didobrak 30 prajurit Kopassandha, ternyata tak semuanya sesuai dengan skenario yang direncanakan. Saat menyerbu kokpit, pembajak menembak pilot Herman Rante hingga terluka parah pada bagian kepala.
Ketika pasukan menyerbu pintu belakang, terdapat waktu sela supaya pintu dapat terbuka sepenuhnya, karena mekanismenya buka-tutup pintu dilakukan secara elektris. Setelah pintu terbuka, pasukan masuk. Karena sebelumnya terdapat waktu sela saat pintu membuka, pembajak yang ada di dekat pintu sudah bersiap menembakkan senjatanya. Seorang prajurit bernama Achmad Kirang yang menerobos masuk terkena tembakan pembajak.Peluru menembus bagian badan Kirang yang saat itu tidak terlindung rompi anti peluru (flack jacket).
Achmad Kirang terluka, tetapi pasukan yang bersamanya langsung menembakkan senjata yang merobohkan si pembajak. Pembajak juga sempat melemparkan granat ke arah pasukan. Tetapi karena kurang terlatih, granat tidak meletus karena cara mencabut pen yang tidak benar. Seorang pembajak mencoba membaur dengan penumpang lain menuruni tangga pesawat. Tetapi penumpang lain menunjuk-nunjuk ke arahnya dan memberitahu bahwa ia adalah salah seorang pembajak.
Melihat gelagat ini, pembajak tersebut berlari menjauh daari penumpang. Melihat gelagat mencurigakan ini tanpa ampun pasukan menghajarnya dengan berondongansenapan serbu M16. Ia terjatuh dan tewas seketika. Saat pembersihan dilakuakan, Benny menyusup masuk ke dalam kokpit. Ia mengambil alih radio di pesawat. Kepada Yoga yang masih sabar berjaga, terjadi percakapan antara Benny dan Yoga.
“This is two zero six, could I speak to Yoga please?”
“Yes, Yoga is here…” “Pak Yoga, Benny ini..”
“Diancuk, neng ngendi kowe???” (Sialan, dimana kamu??)
Akhirnya semua sandera diselamatkan dan seluruh pembajak dapat diringkus.
Spoiler for Pasca Tragedi:
Pilot Herman Ranted an Achmad Kirang meninggal dunia di RS. King Bumibhol, Bangkok. Mereka kemudian dimakamkan di TMP Kalibata Jakarta dengan upacara kebesaraan. Sementara para terrorist dan Imran bin Muhammad Zein selaku otak peristiwa pembajakan pesawat DC-9 ini kemudian dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tahun 1981. Imran merupakan salah seorang yang terlibat dalam Peristiwa Cicendo bersama Maman Kusmayadi, Salman Hafidz, serta 11 orang lainnya. Maman dan Salman bernasib sama dengan Imran dan dieksekusi dalam hukuman mati.
Tolong di



Jika Berkenan Beri Saya Sebuah

Dan Saya tidak Menerima

Jangan Lupa Beri Komentar Dan Kritiknya

Diubah oleh raitosonzoa 10-10-2013 20:39
0
3.2K
Kutip
24
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan