- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Pudarnya Pesona Cleopatra


TS
hydekiko
Pudarnya Pesona Cleopatra
Cerita ini diilhami dari kisah nyata.
Aku Fendi 30 tahun, aku sudah menikah dan alhamdulillah telah dikaruniai satu putri cantik berusia 3 tahun. Aku akan membagi cerita kehidupanku atau lebih tepatnya perjalanan cinta yang telah mengubah hidupku. Berawal ketika usiaku 23 tahun. waktu itu aku baru saja lulus dari salah satu perguruan tinggi diKairo. pulang ke Indonesia dan mencari pekerjaan disini. waktu itu aku telah punya pacar, Raisa namanya. dia cantik dan berhijab tentunya, anak yg supel dan menyenangkan. aku berniat untuk melamarnya. namun entah kenapa ibuku kurang sreg dengan pilihanku dan ternyata ibuku telah menjodohkanku dengan anak dari teman dekatnya. rasa ingin marah dan berontak terus membayangi hari-hariku. namun inilah pilihan ibuku dan aku ingin membahagiakan ibuku selagi aku bisa.
singkat cerita, aku menikahi gadis itu. Aira namanya. kami menikah ketika usiaku 25 tahun dan Aira berusia 23 tahun. usia yg masih sangat muda untuk pasangan suami istri yang dijodohkan dijaman modern seperti saat ini. setelah menikah aku tinggal dirumah milikku sendiri. Aira adalah anak yatim piatu, dia anak tunggal. itu alasan kenapa ibu menjodohkanku, ibuku berpesan "nikahilah wanita muslimah yang bisa menghargai suaminya, mandiri dan kuat. ibu melihat itu pada Aira. inshaAllah inilah jodoh yang terbaik untukmu". Aku hanya bisa mengamini apa yang ibuku ucapkan dan masih dengan perasaan tak ikhlas, harus meninggalkan pacarku Raisa yang menurutku juga sempurna. hari-hari setelah menikah aku lewati masih dengan perasaan marah pada Aira. aku masih merasa dendam dengannya. bahkan aku sama sekali menyentuhnya. namun, subhanallah! Aira benar-benar wanita yang kuat dan sabar. dia tetap selalu melayaniku, membuatkanku kopi dipagi hari. menyiapkan makanan. bahkan selalu menungguku dan menyiapkan air panas ketika aku pulang larut malam. dia selalu tersenyum dan perhatian walaupun sikapku yang selalu mengacuhkannya. Hampir satu tahun aku hidup satu atap dengannya tanpa pembicaraan berarti, tak kusentuh bahkan berhubungan layaknya suami istripun tidak. entahlah, waktu itu aku masih sangat marah dengannya. dalam hati aku berkata, haruanya aku bisa punya rumah tangga yang bahagia dengan orang yang aku sayangi, Raisa.
Hampir satu tahun rumah tanggaku berjalan, tiba saat lebaran dimana semua keluarga besar berkumpul. aku bersiap-siap menyiapkan sandiwara rumah tangga yang terkesan baik-baik saja. sampai dirumah ibuku, sudah banyak keluarga yang berkumpul. sontak semua mata tertuju pada kami. pasangan pengantin baru. semua sodara menyambut kami dengan riang. selama acara berjalan, Aira selalu dikerubungi saudara-saudaraku. banyak yang menanyakan bagaimana keadaan rumah tangga kami. karena memang setelah menikah kami jarang mengunjungi ibu. sesekali hanya aku saja atau Aira saja. tidak pernah aku datang bersama dengan Aira. ku lihat Aira hanya memandangku dari jauh dan tersenyum manis. dia menjawab kalau rumah tangga kami baik-baik saja dan bahagia menikah denganku. mendengar jawaban itu aku langsung tersontak. aku tak percaya dia berbohong demi aku. lalu ada sodaraku yang bertanya apakah kita telah hamil. aku memperhatikan wajah Aira, dia menunduk dan ada rasa sedih yang teramat dalam aku lihat. namun dia kembali tersenyum dan hanya menjawab. “mungkin Allah belum mempercayakan kami mengemban amanah ini”, aku benar-benar kaget mendengan jawaban itu. langsung saja aku dengan nada manis mengajak Aira pulang, demi kebaikan bersama. aku tak ingin dia makin banyak berbohong dan makin tersakiti dengan semua pertanyaan-pertanyaan. kamipun berpamita. ibuku sangat bahagia kami terlihat bagaikan keluarga yang bahagia. beliau berpesan untuk selalu menjadi imam yang baik untuk keluarga kami. aku hanya bisa tersenyum dan mengamini. ada rasa ingin menangis ketika aku cium tangan ibuku. Aira dipeluk erat oleh ibuku. ibuku berpesan untuk selalu menjadi istri yang solehah dan berbakti pada suami. Aira kembali tersenyum dan mengucapkan inshaAllah. Ibuku memamng sangat menyayangi Aira seperti anak kandungnya sendir, saudara-saudaraku juga telah mengaggap dia seperti keluarga kandung, karena keramahan dan kelembutannya.
kamipun pulang, didalam mobil selama perjalana. kami hanya terdiam. aku lihat Aira juga tidak membuka percakapan apapun. sesekali kami saling berpandangan, aku dengan wajah penuh tanda tanya sedangkan Aira masih dengan turtur kata yang lembut dan senyum ikhlasnya. aku membelokkan mobilku kesebuah kedai kopi. untuk sekedar berbincang-bincang dengan Aira. kami duduk didekat jendela. rasanya aneh memang suami istri duduk berdua tapi bukan selayaknya suami istri pada umumnya. sambil menunggu pesanan kami masih saling terdiam. Aira juga tak menanyakan. kenapa aku mengajaknya kesini. aku mencoba sibuk dengan gedgedku sendiri. sambil menyiapkan kata untuk memulai membuka perbincangan. akhirnya saat pesanan datang aku beranikan memulai bertanya padanya. aku menanyakan kenapa dia berbohong pada keluargaku. dia menunduk kemudian menatapku, dia meminta maaf kalo apa yang dia lakukan salah. harusnya dia minta ijin dulu padaku. tapi, namanya dalam keadaan seperti itu bagaimana bisa minta ijin dulu padaku baru berbohong. tapi bukan itu maksudku, apa alasan dia berbohong itu yang masih menjadi pertanyaan besar. sebenarnya bisa saja dia bilang yang sebenarnya pada keluargaku. agar aku ditegur atau kita bercerah saja. siapa wanita yang bisa bertahan dengan sikapku yang seperti ini. aku masih dendam dan masih selalu menyesali menikah dengannya. aku masih ingin mengubah semua, menikah dengan Raisa. Aira hanya tersenyum. dia menjawab kalau dia sanga-sangat bersyukur aku mau menikahinya yang sudah tak punya orang tua. dan selama aku di Kairo ternyata Airalah yang merawat ibuku. dia menganggap ibuku sudah seperti ibunya sendiri. makanya ketika ibu meminta dia untuk menikah denganku dia mengamini. ibuku juga selalu berpesan kepadanya kalau harus menjadi istri yang solehah yang mampu menjaga kehormatan suami. itu alasan kenapa dia berbohong, karena dia tak mau aib dariku atau keluarga kita diketahui orang. bukan karena malu pada mereka, tapi Allah membenci itu. tak ada gunanya untuknya, malah akan menimbulkan masalah baru. dia juga tahu bagaimana perasaanku sekarang, tapi dia percaya suatu saat aku bisa berubah. ini adalah cobaan diawal kehidupan pernikahan kita. dia ikhlaa benar-benar mengikhlaskan semua kepada Allah. mendengar jawaban atas keikhlasan dan ketulusannya aku menjadi sangat terharu. aku menggenggam tangannya. ya, untuk pertama kalinya. tangan yang begitu lembut dan mungil ketika kupegang. tak seharusnya aku memperlakukanmu seperti ini. aku meminta maaf dan berjanji akan mencoba untuk membuat keadaan menjadi normal. dia hanya tersenyum, entahlah kenapa aku merasa senyumnya itu benar-benar ikhlas dan aku mulai nyaman dengan senyum itu.
malampun tiba, entah kenapa pertanyaan-pertanyaan saudara-saudaraku itu mengumandang ditelinga dan pikiranku. mengusikku yang masih menyelesaikan pekerjaan kantorku. aku melihat Aira yang tertidur disofa. dia memang selalu menemaniku ketika aku lembur mengerjakan pekerjaan kantorku. biasanya dia isi dengan membaca buku. namun mungkin hari ini menjadi hari yang panjang dan melelahkan untuknya. makanya dia sampai tertidur. aku terus memandangi wajah Aira dari meja kerjaku, setiap malam dia menemaniku lembur tanpa sedetikpun meninggalkanku. mengambilkan segala yang aku butuhkan. membuatkanku kopi jika pekerjaan terlalu banyak dan menuntutku harus bekerja sampai pagi. perlakuanku padanya, dia sama sekali tak mengeluh, atau sekedar komplain dengan sikapku. aku mendekatinya dan membelai wajahnya yang berhijab. dia memang tak pernah menanggalkan hijabnya. menjaga auratnya hanya untukku. tapi aku sendiri yang sebenarnya mahramnya belum pernah sedikitpun melihat auratnya itu. yang selalu iya tutup rapi dengan pakaian muslimahnya. betapa berdosanya aku karena tak memberikan nafkah batin untuknya. hampir satu tahun lamanya.
tak lama Aira terbangun dan menyadarkanku dari lamunanku. sambil beristighfar dia meminta maaf karena telah tertidur. akupun tersenyum "tak apa, pasti kamu kelelahan" terlihat rona bahagia diwajahnya. memang aku tak pernah bersikap selembut ini padanya. lalu aku mengajaknya untuk masuk kekamar dan tidur. dia mengiyakan. lalu kamipun pergi kekamar tidur. saat aku bersiap-siap untuk tidur aku melihat Aira masuk dalam keadaan telah berwudhu lalu mengambil mukena dalam lemari. subhanallah, dia melakukan sholat malam sebelum tidur. aku hanya terdiam melihatnya. ibuku tak salah memilihkanku jodoh. dia benar-benar wanita solehah. sampai Aira selesai dan naik keranjang aku masih memperhatikannya. mungkin dia bingun sampai akhirnya dia bertanya "ada apa, mas ?". aku malah kembali bertanya "apa kamu selalu melakukan sholat itu sebelum tidur ? kenapa aku tak pernah melihatnya ?" dia hanya tersenyum dan menjawab iya dia selalu melakukan sholat itu sebelum tidur ketika aku telah tidur maka aku tidak pernah melihatnya dan ketika tertidur aku selalu membalikkan badanku (membelakangi Aira). iya memang aku selalu melakukan itu. aku tak ingin melihat wajah lain selain Raisa disamping tidurku. astaghfirullah, apa yang aku lakukan. aku langsung memeluk Aira dan meminta maaf. dan untuk pertama kalinya aku mencoba melakukan hubungan suami istri denganya.
Sampai dikantor semua orang telah berkumpul. dan memang benar disitu ajang pamer kekayaan untuk para wanita. semua berdandan maksimal. aku memandang istriku Aira, sederhana namun cantik. aku menggenggam tangannya dan menyapa semua yang telah hadir satupersatu. mereka yang melihatku datang dengan istriku langsung mendekat dan meledek, akhirnya aku bawa juga istriku kemuka umum. namanya juga rekan kerja, kami saling bercanda sesekali mereka menggodaku dengan memuji istriku yang pemalu dan cantik. aku hanya tertawa. Aira hanya terdiam sesekali tersenyum dan menundukkan kepala. aku bertanya kepadanya apa dia tak nyaman dan ingin pulang. dia menjawab tidak. dia hanya menjaga pandangan kepadan lawan jenis. dan dia tidak mau bercerita terlalu banyak seperti yang lain karena dia sadar batas antara perempuan dan laki-laki. mendengan itu aku sangat bahagia. dia selalu menjaga perasaanku. tapi aku selalu mengabaikan perasaannya.
Hari-hari berlalu, semenjak kejadian itu aku mencoba memperbaiki hubunganku dengan Aira. sulit dan berat memang karena aku selalu merasa merindukan Raisa. sampai suatu hari ada acara kantor yang mengundang karyawan beserta keluarga mereka bagi yang telah menikah.
singkat cerita aku mengajak Aira datang keacara itu. aku selalu heran pada penampilannya. dia bukan tipe yang kampungan atau tidak berpengalaman. pakaian yang ia pakai selalu mengikuti mode namun tetap syar'i menutup aurat dan lekuk tubuhnya. tapi dia tidak pernah terlihat memakai barang yang terlalu mewah. dandan ala hijabers pada masa itu. sampai aku bilang. kenapa dia tidak berdandan, ini acara yang semua wanita ingin terlihat tampak cantik dan mewah. dia tersenyum sambil menjawab kecantikan seorang wanita muslimah yang sudah menikah hanya untuk suaminya. jadi untuk apa dia berdandan untuk terlihat cantik dimata orang lain. untuk apa dia terlihat mewah kalau hanya untuk diperhitungkan dimata orang lain namun dibenci dimata Allah. lalu dia meneruskan, jika aku malu dengan penampilanya nanti dilihat atau ditertawakan rekan-rakan kerjanya, tak apa dia tak diajak. aku hanya bisa bengong mendengar jawabannya. sebenarnya bukan tak cantik atau tak menarik. memang pada dasarnya dia sudah cantik dan menarik. wajahnya yang dihiasi sinar keikhlasan, selalu terjaga oleh air wudhu. itu jauh lebih terlihat cantik. mungkin aku yang harus merubah pola pikirku. memang benar kata orang tua. kalau ngikutin omongan orang tidak akan ada habisnya. kurang inilah kurang itulah.
Masalah muncul ketika disuatu hari saat aku sedang bersantai diteras. aku mendapati ponselku berbunyi. ada pesan masuk dan bertapa terkejutnya aku ketika yang baca "hai fendi, apa kabar. Raisa" bagai tersambar petir aku membaca pesan itu. rasa bingung harus ku balas atau tidak bercampur dengan rasa bahagia karena Raisa menghubungiku.
semalaman aku memikirkan itu dan sekitar jam 1 malam ketika aku lihat Aira telah tertidur lelap. aku ambil ponselku dan ku balas pesan dari Raisa. kami saling menyapa dan berbasa basi tanya kabar. dan pada akhirnya dia mengungkapkan perasaannya ketika satu tahun yang lalu ku tinggalkan dia menikah dengan wanita lain. dia masih memendam rasa sayang itu padaku. pikiranku mulai kacau. perasaanku tidak karuan. aku melihat Aira disebelahku yang telah tertidur lelap. wajah tak berdosa, tak tau apa-apa. Raisa ingin bertemu dengaku, dia meminta ku menemuinya disebuah cafe kaskuss pulang kerja,. dia bilang rindu denganku. membaca itu semua aku langsung terbawa suasana teringat semua kenangan ketika bersamanya. tanpa berpikir panjang, tanpa aku pedulikan status dan perasaan istriku aku iyakan keinginan Raisa untuk bertemu.
Keesokan harinya selepas pulang kerja aku meluncur ketempat kita janjian. mataku menyusuri isi ruang cafe. mencari sesosok wanita yang bernama Raisa. saat melihat kesana-sini terlihat wanita berbaju kuning dan jilbab kuning melambaikan tangannya. ya, itu Raisa. dia langsung menyalamiku, masih dengan sikap yang sama seperti dulu. supel banyak bicara dan rame. beda dengan Aira yang kalem dan berbicara seperlunya. Raisa makin terlihat cantik,tak bosan aku melihatnya dengan balutan baju yang modis dan riasan diwajahnya sungguh berbeda dengan Aira. Raisa terus bercerita tentang kehidupannya, tapi aku tak terlalu memperhatikan ceritanya dalam hati aku mulai membandingkan Raisa dengan Aira. sampai akhirnya lamunanku tersentak oleh pertanyaan Raisa yang menanyakan kabar Aira,apakah kami sudah punya momongan. mendengar itu aku hanya bisa terdiam dan mengaduk-aduk minuman yang kupesan. apa yang harus aku ceritakan.
Raisa kemudian mulai bercerita dengan nada suara rendah. sambil tak memperhatikanku dia mengungkapkan perasaannya. persis apa yang kita bicarakan semalam. mendengar itu semua aku kemudian juga menceritakan perjalanan rumah tanggaku dengan Aira. Raisapun menangis, dia menyesali kenapa jalan cinta kita seperti ini. Raisa mencoba membuka hati untuk yang lain. bahkan berkali-kali dia ganti-ganti pasangan namun dia selalu ingat padaku. ingin menghubungiku namun takut aku telah melupakannya dan menganggu hubungannya. sampai pada akhirnya dia memberanilan diri menghubungiku. Setelah dia melihatku diacara kantor tempo hari. ternyata pacarnya rekan kerjaku sendiri. aku makin kacau, kita seperti dua orang yang sama-sama saling mencintai namun terhalang sesuatu yang entah kita sendiripun tak tahu. entah apa yang mendorongku untuk pindah tempat duduk disampingnya dan menggengam tangannya. kemudian Raisapun memelukku dan menangis. katanya dalam tangis ini yang dia rindukan pelukanku disaat dia menangis. akupun membalas pelukannya. seakan lupa dengan istriku yang dirumah. larut dalam pelukan. ponselku berbunyi, kulihat nama dilayang panggilan "Bidadariku". aku makin bingung aku harus bilang apa?. kemudian aku angkat telfon darinya. Raisa masih sibuk menghapus air mata dengan tisu. Aira menanyakan apakah aku lembur karena sampai jam segini belum pulang. ternyata dia menungguku. aku mengiyakan, aku bilang aku sedang ada rapat dikantor. aku berbohong pada istriku. aku sudah tidak tau lagi harus bagaimana. disatu sisi aku bahagia bertemu Raisa disisi lain aku juga harus menghargai perasaan Aira. Aira malah minta maaf karena sudah menelfonku, dia hanya kuatir karena aku tak mengabarinya jika aku pulang larut malam. disela-sela saat aku menerima telfon dari Aira. Raisa memegan tanganku, dia menggengam erat seakan tak ingin melepaskan dan takut aku pergi. langsung saja aku meminta Aira untuk istirahat saja. karena aku akan pulang larut malam. saat kututup telfonnya, ada rasa berdosa membohongi Aira. tapi rasa bahagia bertemu kembali dengan Raisa lebih besar dari rasa bersalahku. kami melanjutkan perbincangan kami, bercanda tertawa. sampai akhirnya waktu menujukkan pukul 11 malam. tak terasa barjam-jam aku disini bersama Raisa. akupun mengajaknya untuk pulang. aku mengantarkan Raisa karena dia tidak membawa mobil. sampai depan rumahnya, kembali aku teringat tiap kali aku dulu kesini, ngapel atau menjemputnya untuk keluar jalan-jalan. aku tersenyum ketika Raisa menawarkan untuk mampir. dan sebelum turun dari mobil Raisa kembali memelukku sambil berbisik "aku masih menunggumu" dia menciumku lalu dia tersenyum dan turun.
Spoiler for cekidot:
Aku Fendi 30 tahun, aku sudah menikah dan alhamdulillah telah dikaruniai satu putri cantik berusia 3 tahun. Aku akan membagi cerita kehidupanku atau lebih tepatnya perjalanan cinta yang telah mengubah hidupku. Berawal ketika usiaku 23 tahun. waktu itu aku baru saja lulus dari salah satu perguruan tinggi diKairo. pulang ke Indonesia dan mencari pekerjaan disini. waktu itu aku telah punya pacar, Raisa namanya. dia cantik dan berhijab tentunya, anak yg supel dan menyenangkan. aku berniat untuk melamarnya. namun entah kenapa ibuku kurang sreg dengan pilihanku dan ternyata ibuku telah menjodohkanku dengan anak dari teman dekatnya. rasa ingin marah dan berontak terus membayangi hari-hariku. namun inilah pilihan ibuku dan aku ingin membahagiakan ibuku selagi aku bisa.
singkat cerita, aku menikahi gadis itu. Aira namanya. kami menikah ketika usiaku 25 tahun dan Aira berusia 23 tahun. usia yg masih sangat muda untuk pasangan suami istri yang dijodohkan dijaman modern seperti saat ini. setelah menikah aku tinggal dirumah milikku sendiri. Aira adalah anak yatim piatu, dia anak tunggal. itu alasan kenapa ibu menjodohkanku, ibuku berpesan "nikahilah wanita muslimah yang bisa menghargai suaminya, mandiri dan kuat. ibu melihat itu pada Aira. inshaAllah inilah jodoh yang terbaik untukmu". Aku hanya bisa mengamini apa yang ibuku ucapkan dan masih dengan perasaan tak ikhlas, harus meninggalkan pacarku Raisa yang menurutku juga sempurna. hari-hari setelah menikah aku lewati masih dengan perasaan marah pada Aira. aku masih merasa dendam dengannya. bahkan aku sama sekali menyentuhnya. namun, subhanallah! Aira benar-benar wanita yang kuat dan sabar. dia tetap selalu melayaniku, membuatkanku kopi dipagi hari. menyiapkan makanan. bahkan selalu menungguku dan menyiapkan air panas ketika aku pulang larut malam. dia selalu tersenyum dan perhatian walaupun sikapku yang selalu mengacuhkannya. Hampir satu tahun aku hidup satu atap dengannya tanpa pembicaraan berarti, tak kusentuh bahkan berhubungan layaknya suami istripun tidak. entahlah, waktu itu aku masih sangat marah dengannya. dalam hati aku berkata, haruanya aku bisa punya rumah tangga yang bahagia dengan orang yang aku sayangi, Raisa.
Hampir satu tahun rumah tanggaku berjalan, tiba saat lebaran dimana semua keluarga besar berkumpul. aku bersiap-siap menyiapkan sandiwara rumah tangga yang terkesan baik-baik saja. sampai dirumah ibuku, sudah banyak keluarga yang berkumpul. sontak semua mata tertuju pada kami. pasangan pengantin baru. semua sodara menyambut kami dengan riang. selama acara berjalan, Aira selalu dikerubungi saudara-saudaraku. banyak yang menanyakan bagaimana keadaan rumah tangga kami. karena memang setelah menikah kami jarang mengunjungi ibu. sesekali hanya aku saja atau Aira saja. tidak pernah aku datang bersama dengan Aira. ku lihat Aira hanya memandangku dari jauh dan tersenyum manis. dia menjawab kalau rumah tangga kami baik-baik saja dan bahagia menikah denganku. mendengar jawaban itu aku langsung tersontak. aku tak percaya dia berbohong demi aku. lalu ada sodaraku yang bertanya apakah kita telah hamil. aku memperhatikan wajah Aira, dia menunduk dan ada rasa sedih yang teramat dalam aku lihat. namun dia kembali tersenyum dan hanya menjawab. “mungkin Allah belum mempercayakan kami mengemban amanah ini”, aku benar-benar kaget mendengan jawaban itu. langsung saja aku dengan nada manis mengajak Aira pulang, demi kebaikan bersama. aku tak ingin dia makin banyak berbohong dan makin tersakiti dengan semua pertanyaan-pertanyaan. kamipun berpamita. ibuku sangat bahagia kami terlihat bagaikan keluarga yang bahagia. beliau berpesan untuk selalu menjadi imam yang baik untuk keluarga kami. aku hanya bisa tersenyum dan mengamini. ada rasa ingin menangis ketika aku cium tangan ibuku. Aira dipeluk erat oleh ibuku. ibuku berpesan untuk selalu menjadi istri yang solehah dan berbakti pada suami. Aira kembali tersenyum dan mengucapkan inshaAllah. Ibuku memamng sangat menyayangi Aira seperti anak kandungnya sendir, saudara-saudaraku juga telah mengaggap dia seperti keluarga kandung, karena keramahan dan kelembutannya.
kamipun pulang, didalam mobil selama perjalana. kami hanya terdiam. aku lihat Aira juga tidak membuka percakapan apapun. sesekali kami saling berpandangan, aku dengan wajah penuh tanda tanya sedangkan Aira masih dengan turtur kata yang lembut dan senyum ikhlasnya. aku membelokkan mobilku kesebuah kedai kopi. untuk sekedar berbincang-bincang dengan Aira. kami duduk didekat jendela. rasanya aneh memang suami istri duduk berdua tapi bukan selayaknya suami istri pada umumnya. sambil menunggu pesanan kami masih saling terdiam. Aira juga tak menanyakan. kenapa aku mengajaknya kesini. aku mencoba sibuk dengan gedgedku sendiri. sambil menyiapkan kata untuk memulai membuka perbincangan. akhirnya saat pesanan datang aku beranikan memulai bertanya padanya. aku menanyakan kenapa dia berbohong pada keluargaku. dia menunduk kemudian menatapku, dia meminta maaf kalo apa yang dia lakukan salah. harusnya dia minta ijin dulu padaku. tapi, namanya dalam keadaan seperti itu bagaimana bisa minta ijin dulu padaku baru berbohong. tapi bukan itu maksudku, apa alasan dia berbohong itu yang masih menjadi pertanyaan besar. sebenarnya bisa saja dia bilang yang sebenarnya pada keluargaku. agar aku ditegur atau kita bercerah saja. siapa wanita yang bisa bertahan dengan sikapku yang seperti ini. aku masih dendam dan masih selalu menyesali menikah dengannya. aku masih ingin mengubah semua, menikah dengan Raisa. Aira hanya tersenyum. dia menjawab kalau dia sanga-sangat bersyukur aku mau menikahinya yang sudah tak punya orang tua. dan selama aku di Kairo ternyata Airalah yang merawat ibuku. dia menganggap ibuku sudah seperti ibunya sendiri. makanya ketika ibu meminta dia untuk menikah denganku dia mengamini. ibuku juga selalu berpesan kepadanya kalau harus menjadi istri yang solehah yang mampu menjaga kehormatan suami. itu alasan kenapa dia berbohong, karena dia tak mau aib dariku atau keluarga kita diketahui orang. bukan karena malu pada mereka, tapi Allah membenci itu. tak ada gunanya untuknya, malah akan menimbulkan masalah baru. dia juga tahu bagaimana perasaanku sekarang, tapi dia percaya suatu saat aku bisa berubah. ini adalah cobaan diawal kehidupan pernikahan kita. dia ikhlaa benar-benar mengikhlaskan semua kepada Allah. mendengar jawaban atas keikhlasan dan ketulusannya aku menjadi sangat terharu. aku menggenggam tangannya. ya, untuk pertama kalinya. tangan yang begitu lembut dan mungil ketika kupegang. tak seharusnya aku memperlakukanmu seperti ini. aku meminta maaf dan berjanji akan mencoba untuk membuat keadaan menjadi normal. dia hanya tersenyum, entahlah kenapa aku merasa senyumnya itu benar-benar ikhlas dan aku mulai nyaman dengan senyum itu.
malampun tiba, entah kenapa pertanyaan-pertanyaan saudara-saudaraku itu mengumandang ditelinga dan pikiranku. mengusikku yang masih menyelesaikan pekerjaan kantorku. aku melihat Aira yang tertidur disofa. dia memang selalu menemaniku ketika aku lembur mengerjakan pekerjaan kantorku. biasanya dia isi dengan membaca buku. namun mungkin hari ini menjadi hari yang panjang dan melelahkan untuknya. makanya dia sampai tertidur. aku terus memandangi wajah Aira dari meja kerjaku, setiap malam dia menemaniku lembur tanpa sedetikpun meninggalkanku. mengambilkan segala yang aku butuhkan. membuatkanku kopi jika pekerjaan terlalu banyak dan menuntutku harus bekerja sampai pagi. perlakuanku padanya, dia sama sekali tak mengeluh, atau sekedar komplain dengan sikapku. aku mendekatinya dan membelai wajahnya yang berhijab. dia memang tak pernah menanggalkan hijabnya. menjaga auratnya hanya untukku. tapi aku sendiri yang sebenarnya mahramnya belum pernah sedikitpun melihat auratnya itu. yang selalu iya tutup rapi dengan pakaian muslimahnya. betapa berdosanya aku karena tak memberikan nafkah batin untuknya. hampir satu tahun lamanya.
tak lama Aira terbangun dan menyadarkanku dari lamunanku. sambil beristighfar dia meminta maaf karena telah tertidur. akupun tersenyum "tak apa, pasti kamu kelelahan" terlihat rona bahagia diwajahnya. memang aku tak pernah bersikap selembut ini padanya. lalu aku mengajaknya untuk masuk kekamar dan tidur. dia mengiyakan. lalu kamipun pergi kekamar tidur. saat aku bersiap-siap untuk tidur aku melihat Aira masuk dalam keadaan telah berwudhu lalu mengambil mukena dalam lemari. subhanallah, dia melakukan sholat malam sebelum tidur. aku hanya terdiam melihatnya. ibuku tak salah memilihkanku jodoh. dia benar-benar wanita solehah. sampai Aira selesai dan naik keranjang aku masih memperhatikannya. mungkin dia bingun sampai akhirnya dia bertanya "ada apa, mas ?". aku malah kembali bertanya "apa kamu selalu melakukan sholat itu sebelum tidur ? kenapa aku tak pernah melihatnya ?" dia hanya tersenyum dan menjawab iya dia selalu melakukan sholat itu sebelum tidur ketika aku telah tidur maka aku tidak pernah melihatnya dan ketika tertidur aku selalu membalikkan badanku (membelakangi Aira). iya memang aku selalu melakukan itu. aku tak ingin melihat wajah lain selain Raisa disamping tidurku. astaghfirullah, apa yang aku lakukan. aku langsung memeluk Aira dan meminta maaf. dan untuk pertama kalinya aku mencoba melakukan hubungan suami istri denganya.
Sampai dikantor semua orang telah berkumpul. dan memang benar disitu ajang pamer kekayaan untuk para wanita. semua berdandan maksimal. aku memandang istriku Aira, sederhana namun cantik. aku menggenggam tangannya dan menyapa semua yang telah hadir satupersatu. mereka yang melihatku datang dengan istriku langsung mendekat dan meledek, akhirnya aku bawa juga istriku kemuka umum. namanya juga rekan kerja, kami saling bercanda sesekali mereka menggodaku dengan memuji istriku yang pemalu dan cantik. aku hanya tertawa. Aira hanya terdiam sesekali tersenyum dan menundukkan kepala. aku bertanya kepadanya apa dia tak nyaman dan ingin pulang. dia menjawab tidak. dia hanya menjaga pandangan kepadan lawan jenis. dan dia tidak mau bercerita terlalu banyak seperti yang lain karena dia sadar batas antara perempuan dan laki-laki. mendengan itu aku sangat bahagia. dia selalu menjaga perasaanku. tapi aku selalu mengabaikan perasaannya.
Hari-hari berlalu, semenjak kejadian itu aku mencoba memperbaiki hubunganku dengan Aira. sulit dan berat memang karena aku selalu merasa merindukan Raisa. sampai suatu hari ada acara kantor yang mengundang karyawan beserta keluarga mereka bagi yang telah menikah.
singkat cerita aku mengajak Aira datang keacara itu. aku selalu heran pada penampilannya. dia bukan tipe yang kampungan atau tidak berpengalaman. pakaian yang ia pakai selalu mengikuti mode namun tetap syar'i menutup aurat dan lekuk tubuhnya. tapi dia tidak pernah terlihat memakai barang yang terlalu mewah. dandan ala hijabers pada masa itu. sampai aku bilang. kenapa dia tidak berdandan, ini acara yang semua wanita ingin terlihat tampak cantik dan mewah. dia tersenyum sambil menjawab kecantikan seorang wanita muslimah yang sudah menikah hanya untuk suaminya. jadi untuk apa dia berdandan untuk terlihat cantik dimata orang lain. untuk apa dia terlihat mewah kalau hanya untuk diperhitungkan dimata orang lain namun dibenci dimata Allah. lalu dia meneruskan, jika aku malu dengan penampilanya nanti dilihat atau ditertawakan rekan-rakan kerjanya, tak apa dia tak diajak. aku hanya bisa bengong mendengar jawabannya. sebenarnya bukan tak cantik atau tak menarik. memang pada dasarnya dia sudah cantik dan menarik. wajahnya yang dihiasi sinar keikhlasan, selalu terjaga oleh air wudhu. itu jauh lebih terlihat cantik. mungkin aku yang harus merubah pola pikirku. memang benar kata orang tua. kalau ngikutin omongan orang tidak akan ada habisnya. kurang inilah kurang itulah.
Masalah muncul ketika disuatu hari saat aku sedang bersantai diteras. aku mendapati ponselku berbunyi. ada pesan masuk dan bertapa terkejutnya aku ketika yang baca "hai fendi, apa kabar. Raisa" bagai tersambar petir aku membaca pesan itu. rasa bingung harus ku balas atau tidak bercampur dengan rasa bahagia karena Raisa menghubungiku.
semalaman aku memikirkan itu dan sekitar jam 1 malam ketika aku lihat Aira telah tertidur lelap. aku ambil ponselku dan ku balas pesan dari Raisa. kami saling menyapa dan berbasa basi tanya kabar. dan pada akhirnya dia mengungkapkan perasaannya ketika satu tahun yang lalu ku tinggalkan dia menikah dengan wanita lain. dia masih memendam rasa sayang itu padaku. pikiranku mulai kacau. perasaanku tidak karuan. aku melihat Aira disebelahku yang telah tertidur lelap. wajah tak berdosa, tak tau apa-apa. Raisa ingin bertemu dengaku, dia meminta ku menemuinya disebuah cafe kaskuss pulang kerja,. dia bilang rindu denganku. membaca itu semua aku langsung terbawa suasana teringat semua kenangan ketika bersamanya. tanpa berpikir panjang, tanpa aku pedulikan status dan perasaan istriku aku iyakan keinginan Raisa untuk bertemu.
Keesokan harinya selepas pulang kerja aku meluncur ketempat kita janjian. mataku menyusuri isi ruang cafe. mencari sesosok wanita yang bernama Raisa. saat melihat kesana-sini terlihat wanita berbaju kuning dan jilbab kuning melambaikan tangannya. ya, itu Raisa. dia langsung menyalamiku, masih dengan sikap yang sama seperti dulu. supel banyak bicara dan rame. beda dengan Aira yang kalem dan berbicara seperlunya. Raisa makin terlihat cantik,tak bosan aku melihatnya dengan balutan baju yang modis dan riasan diwajahnya sungguh berbeda dengan Aira. Raisa terus bercerita tentang kehidupannya, tapi aku tak terlalu memperhatikan ceritanya dalam hati aku mulai membandingkan Raisa dengan Aira. sampai akhirnya lamunanku tersentak oleh pertanyaan Raisa yang menanyakan kabar Aira,apakah kami sudah punya momongan. mendengar itu aku hanya bisa terdiam dan mengaduk-aduk minuman yang kupesan. apa yang harus aku ceritakan.
Raisa kemudian mulai bercerita dengan nada suara rendah. sambil tak memperhatikanku dia mengungkapkan perasaannya. persis apa yang kita bicarakan semalam. mendengar itu semua aku kemudian juga menceritakan perjalanan rumah tanggaku dengan Aira. Raisapun menangis, dia menyesali kenapa jalan cinta kita seperti ini. Raisa mencoba membuka hati untuk yang lain. bahkan berkali-kali dia ganti-ganti pasangan namun dia selalu ingat padaku. ingin menghubungiku namun takut aku telah melupakannya dan menganggu hubungannya. sampai pada akhirnya dia memberanilan diri menghubungiku. Setelah dia melihatku diacara kantor tempo hari. ternyata pacarnya rekan kerjaku sendiri. aku makin kacau, kita seperti dua orang yang sama-sama saling mencintai namun terhalang sesuatu yang entah kita sendiripun tak tahu. entah apa yang mendorongku untuk pindah tempat duduk disampingnya dan menggengam tangannya. kemudian Raisapun memelukku dan menangis. katanya dalam tangis ini yang dia rindukan pelukanku disaat dia menangis. akupun membalas pelukannya. seakan lupa dengan istriku yang dirumah. larut dalam pelukan. ponselku berbunyi, kulihat nama dilayang panggilan "Bidadariku". aku makin bingung aku harus bilang apa?. kemudian aku angkat telfon darinya. Raisa masih sibuk menghapus air mata dengan tisu. Aira menanyakan apakah aku lembur karena sampai jam segini belum pulang. ternyata dia menungguku. aku mengiyakan, aku bilang aku sedang ada rapat dikantor. aku berbohong pada istriku. aku sudah tidak tau lagi harus bagaimana. disatu sisi aku bahagia bertemu Raisa disisi lain aku juga harus menghargai perasaan Aira. Aira malah minta maaf karena sudah menelfonku, dia hanya kuatir karena aku tak mengabarinya jika aku pulang larut malam. disela-sela saat aku menerima telfon dari Aira. Raisa memegan tanganku, dia menggengam erat seakan tak ingin melepaskan dan takut aku pergi. langsung saja aku meminta Aira untuk istirahat saja. karena aku akan pulang larut malam. saat kututup telfonnya, ada rasa berdosa membohongi Aira. tapi rasa bahagia bertemu kembali dengan Raisa lebih besar dari rasa bersalahku. kami melanjutkan perbincangan kami, bercanda tertawa. sampai akhirnya waktu menujukkan pukul 11 malam. tak terasa barjam-jam aku disini bersama Raisa. akupun mengajaknya untuk pulang. aku mengantarkan Raisa karena dia tidak membawa mobil. sampai depan rumahnya, kembali aku teringat tiap kali aku dulu kesini, ngapel atau menjemputnya untuk keluar jalan-jalan. aku tersenyum ketika Raisa menawarkan untuk mampir. dan sebelum turun dari mobil Raisa kembali memelukku sambil berbisik "aku masih menunggumu" dia menciumku lalu dia tersenyum dan turun.
0
3K
Kutip
13
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan