- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Dilema Etika Jurnalisme Investigasi: Tantangan Mencari fakta dan Narasi Narasumber


TS
bukupedia01
Dilema Etika Jurnalisme Investigasi: Tantangan Mencari fakta dan Narasi Narasumber
Jurnalisme Investigasi sebetulnya sulit dirumuskan. maksudnya, bagaimana bisa membedakan secara batas jelas natara jurnalisme yang “biasa saja” dengan yang bisa disebut pada level “investigasi”.
Sebagian jurnalisme cenderung / lebih suka langsung mempraktikkannya daripada berlama-lama membicarakan teorinya. Bisa jadi, juga dapat dikata bahwa jurnalis bisa melakukan klaim bahwa diirnya melakukan “jurnalisme investigasi” jika melakukan liputan yang amat mendalam dan atau memiliki risiko tinggi. Tapi bagaimanapun sulit melakukan definisi yang jelas apa yang bisa disebut sebagai jurnalisme investigasi.
Buku “jurnalisme Investigasi” yang ditulis Dandhy Laksono ini tak membuang-buang waktu membahas definisi ”jurnalisme investigasi” dengan mengutip berbagai literatur, melainkan langsung mengupas tuntas teknik-teknik membuat liputan investigasi: bagaimana menyamar atau memburu narasumber kasus-kasus berat, seperti pembunuhan aktivis HAM, kasus pembalakan hutan, dan banyak lagi.
Contoh-contoh kasusnya diambil dari pengalaman para wartawan Indonesia sehingga pembaca tidak merasa berjarak dibandingkan bila contoh yang dipaparkan adalah pengalaman wartawan-wartawan asing (seperti pada banyak buku tentang jurnalisme investigasi lain).
Di Indonesia, liputan Jurnalisme Investigasi (JI) lebih banyak muncul sebagai sesuatu yang sporadis, dilakukan hanya sewaktu-waktu, karena dipicu kemunculan sebuah peristiwa. Faktor penyebabnya banyak: ”vested interest” pemilik media, kurangnya sumber dana, ketidaktahuan mengenai pentingnya dan strategisnya JI dalam sebuah negara demokratis, hingga lemahnya kemampuan teknis para awak media.
Dalam melakukan liputan investigasi, jurnalis memang kerap harus melakukan penyamaran seperti intel atau mata-mata. Ini memang salah satu teknik peliputan, dimana yang kedua adalah observasi. Menurut Dandhy, penyamaran sendiri masih terbagi 3: melebur, menempel, dan berjarak (p. 281). Di sini terlihat bahwa menjadi jurnalis tak cukup hanya punya kemampuan menulis atau mengambil gambar saja, tapi juga pendekatan interpersonal dan intelejensia yang tinggi.
Konteks interpersonal sendiri pun juga bisa menjadi kontroversi: sejauh mana jurnalis yang melakukan (katakanlah) “jurnalisme investigasi” boleh dan legal melakukan kontak yang amat intens dengan narasumber, tanpa menimbulkan konflik kepentingan. Disinilah yang kemudian sering menimbulkan kritik pada beberapa jurnalisme investigatif dan atau hasilnya: apakah hasil liputan benar-benar kredibel dan tak punya muatan kepentingan, atau sebaliknya, justru terjebak pada kepentingan suatu pihak.
Buku ini penuh tip dan trik dari seorang pelaku lapangan, sehingga saat launching ada yang mengkritik buku ini lebih mirip otobiografi. Tentu saja untuk sebuah buku teks murni, sistematika buku ini masih kurang memenuhi kaidah dan metode ilmiah. Agak sulit mencari bagian yang pernah dibaca bila hendak ditelusur ulang misalnya untuk referensi. meski demikian, buku ini menarik untuk dibaca.
Sumber: http://bukupedia.tumblr.com/post/625...tangan-mencari
0
3.6K
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan