- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
[INSPIRATIF] Memegang teguh prinsip


TS
ptrixz
[INSPIRATIF] Memegang teguh prinsip
Sorry gan kalo Copas, sekedar sharing aja
![[INSPIRATIF] Memegang teguh prinsip](https://s.kaskus.id/images/2013/09/28/2061634_20130928101330.jpg)
Aku mendatangi rumah ayah-ibuku setelah ayahku memintaku untuk menemuinya. Amanda, istriku, telah memberitahu ayah-ibuku perihal kami akan bercerai, itulah sebabnya pastilah orangtuaku ingin mendengar hal itu dari diriku sendiri.
“Amanda bilang, kau sudah punya wanita lain, Her?” Tanya ayahku. Aku hanya tersenyum simpul mendengar pertanyaan itu.
“Jadi benar, bahwa kau akan menceraikan Amanda karena wanita itu?” Tanya ibuku.
“Ada banyak ketidak-cocokkan antara aku dan Amanda. Jadi untuk sekarang, aku ingin menceraikannya.” Jawabku tenang.
“Lantas kau berencana menikahi wanita lain?” Tanya ayahku agak sinis. Aku kurang menyukai nada ayahku itu. Biasanya, ayah-ibuku selalu menghargai keputusanku. Aku adalah anak terbaik yang mereka miliki. Seorang anak yang selalu berprestasi sejak di sekolah, dan sampai kini pun pekerjaanku teramat sangat baik. Aku membangunkan rumah yang bagus untuk orangtuaku, selalu memastikan bahwa rekening mereka terisi, membayari mereka paket-paket tur beberapa kali di dalam setahun, dan mereka sangat menikmati hidup yang kuberikan itu. Harga diriku merasa terganggu mendengar nada sinis ayahku. Bagiku, sebaiknya orangtuaku menikmati saja hari tua mereka dan tidak perlu mengurusi kehidupanku apalagi kehidupan rumah tanggaku.
“Papa dan mama tidak usah memikirkan masalah rumah tanggaku, itu adalah masalah pribadiku.” Jawabku dimana emosiku mulai terusik.
“Apa kau sudah gila? Lalu bagaimana dengan Roni dan Albert anak-anakmu itu? Apa kau tidak memikirkan mereka?” Tanya ibuku. Perkataan “gila” yang keluar dari mulut ibuku, sungguh membuatku marah sekarang. Kurang berbakti apa lagi aku ini terhadap orangtua? Semua yang terbaik sudah kuberikan pada mereka, mengapa harus mengatur aku dalam hal ini. Mereka seharusnya tahu bahwa segala sesuatu bisa kutangani tanpa nasehat-nasehat mereka yang tidak perlu itu.
“Papa tidak setuju dengan tindakanmu! Berpikirlah dengan benar! Kau adalah anak pandai sedari dulu. Jangan jadi tolol gara-gara wanita lain! Berapa ayah, berapa ibu, yang harus dimiliki anak-anakmu. Ibu kandung, ibu tiri, ayah kandung, ayah tiri, lalu adik-kakak kandung, adik-kakak tiri?” Sambung ayahku segera sebelum aku sempat mengomentari kata-kata “gila” dari ibuku.
“Kalau pun memang itu yang akan terjadi, apakah papa-mama dirugikan karena hal itu? Biarkan aku memilih hidupku. Tidak usah turut campur.” Kataku marah.
“Heri… Sedari dulu, kau adalah anak yang baik. Kau selalu menjadi kebanggaan papa dan mama. Dan berkali-kali kau bilang bahwa membahagiakan papa-mama adalah hal yang penting bagimu.” Kata ibuku melunak.
“Dan hal membahagiakan papa-mama masih tetap penting bagiku. Jangan khawatir ma, pa… Entah aku bercerai ataupun aku menikah lagi, aku tetap akan membahagiakan papa-mama.” Kataku lagi.
“Keputusanmu bercerai… Akan menjadi suatu duka panjang yang akan kami bawa sampai mati.” Sahut mama. “Dua cucu mama akan dibawa ibunya, dan mama tidak tahu kapan bisa bertemu dengan mereka lagi. Kita akan menjadi keluarga yang menyakiti keluarga Amanda. Secara agama pun perceraianmu yang demikian, tidak akan pernah diperbolehkan. Kau hanya memberi catatan merah pada garis keturunan papa dan mama… Itu menyedihkan kami.” Sahut mama. Cucu? Orangtuaku masih mungkin mendapatkan cucu dari wanita yang mungkin akan kunikahi nantinya. Roni dan Albert? Aku bisa mengatur pertemuan mereka dengan orangtuaku. Menyakiti keluarga Amanda? Itu hanya akan menyakitkan sebentar saja, lama-lama mereka pun akan terbiasa dan melupakan sakit hati mereka. Agama? Itu tanggung jawabku sendiri dengan Tuhan. Catatan merah di dalam keluarga? Merah atau biru catatan keluarga, itu adalah hidup masing-masing individunya saja, tidak ada yang terlalu penting dipertahankan apapun warnanya. Itulah jawabanku menyanggah semua pernyataan mama.
“Jika engkau tetap memilih untuk bercerai. Ketahuilah, bahwa hal itu tidak akan pernah papa-mama restui. Sedari kecil, papa-mama selalu mendukungmu di dalam banyak hal; namun untuk yang satu ini, sampai kapanpun kami tidak akan memberi restu. Sesulit apapun masalah yang kami hadapi sebagai suami-istri, papa tidak pernah meninggalkan mamamu. Kami selalu mencari penyelesaiannya bersama-sama. Papa mungkin tidak seberhasil dirimu, tetapi di dalam memegang hal-hal prinsip yang baik, papa tidak pernah main-main.” Kata papa tegas.
“Dan selama kami masih hidup, adalah kewajiban kami sebagai orangtua, untuk mengingatkan anak-anak kami agar tidak mengambil jalan yang salah.” Sambung mama.
Aku telah dianugerahi sepasang orangtua yang tidak pernah meninggalkan luka hati pada anak-anaknya, sementara aku mengambil ancang-ancang untuk menghancurkan hati anak-anakku dan hati orangtuaku. Anugerah kebaikan Tuhan yang diberikan padaku tampaknya akan kubalas menjadi kutuk menyakitkan bagi anak-anakku. Jika itu benar-benar terjadi, betapa jahatnya diriku!
Makasi gan, kalo berkenan mohon

![[INSPIRATIF] Memegang teguh prinsip](https://s.kaskus.id/images/2013/09/28/2061634_20130928101330.jpg)
Aku mendatangi rumah ayah-ibuku setelah ayahku memintaku untuk menemuinya. Amanda, istriku, telah memberitahu ayah-ibuku perihal kami akan bercerai, itulah sebabnya pastilah orangtuaku ingin mendengar hal itu dari diriku sendiri.
“Amanda bilang, kau sudah punya wanita lain, Her?” Tanya ayahku. Aku hanya tersenyum simpul mendengar pertanyaan itu.
“Jadi benar, bahwa kau akan menceraikan Amanda karena wanita itu?” Tanya ibuku.
“Ada banyak ketidak-cocokkan antara aku dan Amanda. Jadi untuk sekarang, aku ingin menceraikannya.” Jawabku tenang.
“Lantas kau berencana menikahi wanita lain?” Tanya ayahku agak sinis. Aku kurang menyukai nada ayahku itu. Biasanya, ayah-ibuku selalu menghargai keputusanku. Aku adalah anak terbaik yang mereka miliki. Seorang anak yang selalu berprestasi sejak di sekolah, dan sampai kini pun pekerjaanku teramat sangat baik. Aku membangunkan rumah yang bagus untuk orangtuaku, selalu memastikan bahwa rekening mereka terisi, membayari mereka paket-paket tur beberapa kali di dalam setahun, dan mereka sangat menikmati hidup yang kuberikan itu. Harga diriku merasa terganggu mendengar nada sinis ayahku. Bagiku, sebaiknya orangtuaku menikmati saja hari tua mereka dan tidak perlu mengurusi kehidupanku apalagi kehidupan rumah tanggaku.
“Papa dan mama tidak usah memikirkan masalah rumah tanggaku, itu adalah masalah pribadiku.” Jawabku dimana emosiku mulai terusik.
“Apa kau sudah gila? Lalu bagaimana dengan Roni dan Albert anak-anakmu itu? Apa kau tidak memikirkan mereka?” Tanya ibuku. Perkataan “gila” yang keluar dari mulut ibuku, sungguh membuatku marah sekarang. Kurang berbakti apa lagi aku ini terhadap orangtua? Semua yang terbaik sudah kuberikan pada mereka, mengapa harus mengatur aku dalam hal ini. Mereka seharusnya tahu bahwa segala sesuatu bisa kutangani tanpa nasehat-nasehat mereka yang tidak perlu itu.
“Papa tidak setuju dengan tindakanmu! Berpikirlah dengan benar! Kau adalah anak pandai sedari dulu. Jangan jadi tolol gara-gara wanita lain! Berapa ayah, berapa ibu, yang harus dimiliki anak-anakmu. Ibu kandung, ibu tiri, ayah kandung, ayah tiri, lalu adik-kakak kandung, adik-kakak tiri?” Sambung ayahku segera sebelum aku sempat mengomentari kata-kata “gila” dari ibuku.
“Kalau pun memang itu yang akan terjadi, apakah papa-mama dirugikan karena hal itu? Biarkan aku memilih hidupku. Tidak usah turut campur.” Kataku marah.
“Heri… Sedari dulu, kau adalah anak yang baik. Kau selalu menjadi kebanggaan papa dan mama. Dan berkali-kali kau bilang bahwa membahagiakan papa-mama adalah hal yang penting bagimu.” Kata ibuku melunak.
“Dan hal membahagiakan papa-mama masih tetap penting bagiku. Jangan khawatir ma, pa… Entah aku bercerai ataupun aku menikah lagi, aku tetap akan membahagiakan papa-mama.” Kataku lagi.
“Keputusanmu bercerai… Akan menjadi suatu duka panjang yang akan kami bawa sampai mati.” Sahut mama. “Dua cucu mama akan dibawa ibunya, dan mama tidak tahu kapan bisa bertemu dengan mereka lagi. Kita akan menjadi keluarga yang menyakiti keluarga Amanda. Secara agama pun perceraianmu yang demikian, tidak akan pernah diperbolehkan. Kau hanya memberi catatan merah pada garis keturunan papa dan mama… Itu menyedihkan kami.” Sahut mama. Cucu? Orangtuaku masih mungkin mendapatkan cucu dari wanita yang mungkin akan kunikahi nantinya. Roni dan Albert? Aku bisa mengatur pertemuan mereka dengan orangtuaku. Menyakiti keluarga Amanda? Itu hanya akan menyakitkan sebentar saja, lama-lama mereka pun akan terbiasa dan melupakan sakit hati mereka. Agama? Itu tanggung jawabku sendiri dengan Tuhan. Catatan merah di dalam keluarga? Merah atau biru catatan keluarga, itu adalah hidup masing-masing individunya saja, tidak ada yang terlalu penting dipertahankan apapun warnanya. Itulah jawabanku menyanggah semua pernyataan mama.
“Jika engkau tetap memilih untuk bercerai. Ketahuilah, bahwa hal itu tidak akan pernah papa-mama restui. Sedari kecil, papa-mama selalu mendukungmu di dalam banyak hal; namun untuk yang satu ini, sampai kapanpun kami tidak akan memberi restu. Sesulit apapun masalah yang kami hadapi sebagai suami-istri, papa tidak pernah meninggalkan mamamu. Kami selalu mencari penyelesaiannya bersama-sama. Papa mungkin tidak seberhasil dirimu, tetapi di dalam memegang hal-hal prinsip yang baik, papa tidak pernah main-main.” Kata papa tegas.
“Dan selama kami masih hidup, adalah kewajiban kami sebagai orangtua, untuk mengingatkan anak-anak kami agar tidak mengambil jalan yang salah.” Sambung mama.
Aku telah dianugerahi sepasang orangtua yang tidak pernah meninggalkan luka hati pada anak-anaknya, sementara aku mengambil ancang-ancang untuk menghancurkan hati anak-anakku dan hati orangtuaku. Anugerah kebaikan Tuhan yang diberikan padaku tampaknya akan kubalas menjadi kutuk menyakitkan bagi anak-anakku. Jika itu benar-benar terjadi, betapa jahatnya diriku!
Makasi gan, kalo berkenan mohon


0
1.2K
7


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan