- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Megawati Minta Ruhut Baca GBHN


TS
matbaiktit
Megawati Minta Ruhut Baca GBHN
Quote:
Kluget.com- Jakarta , Politikus Partai Demokrat Ruhut Sitompul menuding Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri gemar menjual aset BUMN saat menjabat presiden. Padahal Penjualan Tersebut untuk membayar hutang.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa zaman pemerintahan Megawati keputusan politik pemerintah berdasarkan GBHN yang dibuat DPR. Sehingga secara pasti sudah berdasarkan keputusan DPR.
Beberapa kali Ruhut berteriak soal penjualan Indosat, bahkan kasus Indosat ini seakan dijadikan pembenaran soal liberalisasi perdagangan bebas kabinet SBY dalam penjualan aset negara dan agenda liberalisasi-nya, padahal penjualan Indosat dengan liberalisasi kabinet SBYamat jauh berbeda.
"Apa yang diputuskan Ibu Mega sudah rencana program dari GBHN dan sudah disetujui DPR. Kalau ada teman-teman partai lain (Ruhut) mempertanyakan itu salah. Silahkan baca GBHN," Seperti dilansir inilah..com (17/9/2013)
Tjahyo menambahkan bahwa masing-masing Presiden memiliki apa yang disebut agenda jangka pendek dan agenda jangka panjang.
"Wajar masyarakat menggugat, kenapa harga kedelai mahal. Kalau lebih rinci lagi, utang kita sekarang berapa, waktu zaman Gus Dur dan zaman Ibu Mega kita justru mengurangi utang," tambah Tjahyo.
Sebelumnya Ruhut Sitompul 'semprot' politikus PDIP TB Hasanuddin dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (17/9/2013).
TB menanyakan penayangan konvensi calon presiden Partai Demokrat di stasiun televisi nasional milik pemerintah, TVRI. Bukan memberikan penjelasan soal itu, Ruhut justru menyindir Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat menjadi presiden.
Ruhut menyebut Megawati gemar menjual aset BUMN dijual. "Ibu Mega waktu presiden, sepanjang jalan Thamrin-Sudirman semua BUMN sudah dijual. Kami enggak marah-marah," ujarnya dalam diskusi di Jakarta, Selasa (17/9/2013).
Penjualan aset BUMN dijaman Megawati tentunya berbeda dengan alasan di jaman SBY, karena tujuan terbesar penjualan aset di jaman Megawati adalah mengurangi hutang dengan pengurangan hutang diharapkan Indonesia tidak lagi terdikte oleh agenda-agenda kepentingan ekonomi asing.
-Anton DH Nugrahanto-.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa zaman pemerintahan Megawati keputusan politik pemerintah berdasarkan GBHN yang dibuat DPR. Sehingga secara pasti sudah berdasarkan keputusan DPR.
Beberapa kali Ruhut berteriak soal penjualan Indosat, bahkan kasus Indosat ini seakan dijadikan pembenaran soal liberalisasi perdagangan bebas kabinet SBY dalam penjualan aset negara dan agenda liberalisasi-nya, padahal penjualan Indosat dengan liberalisasi kabinet SBYamat jauh berbeda.
"Apa yang diputuskan Ibu Mega sudah rencana program dari GBHN dan sudah disetujui DPR. Kalau ada teman-teman partai lain (Ruhut) mempertanyakan itu salah. Silahkan baca GBHN," Seperti dilansir inilah..com (17/9/2013)
Tjahyo menambahkan bahwa masing-masing Presiden memiliki apa yang disebut agenda jangka pendek dan agenda jangka panjang.
"Wajar masyarakat menggugat, kenapa harga kedelai mahal. Kalau lebih rinci lagi, utang kita sekarang berapa, waktu zaman Gus Dur dan zaman Ibu Mega kita justru mengurangi utang," tambah Tjahyo.
Sebelumnya Ruhut Sitompul 'semprot' politikus PDIP TB Hasanuddin dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (17/9/2013).
TB menanyakan penayangan konvensi calon presiden Partai Demokrat di stasiun televisi nasional milik pemerintah, TVRI. Bukan memberikan penjelasan soal itu, Ruhut justru menyindir Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat menjadi presiden.
Ruhut menyebut Megawati gemar menjual aset BUMN dijual. "Ibu Mega waktu presiden, sepanjang jalan Thamrin-Sudirman semua BUMN sudah dijual. Kami enggak marah-marah," ujarnya dalam diskusi di Jakarta, Selasa (17/9/2013).
Penjualan aset BUMN dijaman Megawati tentunya berbeda dengan alasan di jaman SBY, karena tujuan terbesar penjualan aset di jaman Megawati adalah mengurangi hutang dengan pengurangan hutang diharapkan Indonesia tidak lagi terdikte oleh agenda-agenda kepentingan ekonomi asing.
-Anton DH Nugrahanto-.
Quote:
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) adalah haluan negara tentang penyelenggaraan negara dalam garis-garis besar sebagai pernyataan kehendak rakyat secara menyeluruh dan terpadu. GBHN ditetapkan oleh MPR untuk jangka waktu 5 tahun. Dengan adanya Amandemen UUD 1945 dimana terjadi perubahan peran MPR dan presiden, GBHN tidak berlaku lagi. Sebagai gantinya, UU no. 25/2004mengatur tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang menyatakan bahwa penjabaran dari tujuan dibentuknya Republik Indonesia seperti dimuat dalam Pembukaan UUD 1945, dituangkan dalam bentuk RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang). Skala waktu RPJP adalah 20 tahun, yang kemudian dijabarkan dalam RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah), yaitu perencanaan dengan skala waktu 5 tahun, yang memuat visi, misi dan program pembangunan dari presiden terpilih, dengan berpedoman pada RPJP. Di tingkat daerah, Pemda harus menyusun sendiri RPJP dan RPJM Daerah, dengan merujuk kepada RPJP Nasional.
Wikipedia
Wikipedia
Quote:
Dyah Permata Megawati Setyawati Sukarnoputri atau umumnya lebih dikenal sebagai Megawati Soekarnoputri atau biasa disapa dengan panggilan "Mbak Mega" (lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947; umur 66 tahun) adalah Presiden Indonesia yang kelima yang menjabat sejak 23 Juli 2001 — 20 Oktober 2004. Ia merupakan presiden wanita Indonesia pertama dan anak dari presiden Indonesia pertama, Soekarno, yang kemudian mengikuti jejak ayahnya menjadi Presiden Indonesia. Pada 20 September 2004, ia kalah oleh Susilo Bambang Yudhoyono dalam Pemilu Presiden 2004 putaran yang kedua.
Ia menjadi presiden setelah MPR mengadakan Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Sidang Istimewa MPR ini diadakan dalam menanggapi langkah Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang membekukan lembaga MPR/DPR dan Partai Golkar. Ia dilantik pada 23 Juli 2001. Sebelumnya dari tahun 1999–2001, ia menjabat Wakil Presiden pada pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Megawati juga merupakan ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sejak memisahkan diri dari Partai Demokrasi Indonesia pada tahun 1999... Dst....
Wikipedia
Ia menjadi presiden setelah MPR mengadakan Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Sidang Istimewa MPR ini diadakan dalam menanggapi langkah Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang membekukan lembaga MPR/DPR dan Partai Golkar. Ia dilantik pada 23 Juli 2001. Sebelumnya dari tahun 1999–2001, ia menjabat Wakil Presiden pada pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Megawati juga merupakan ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sejak memisahkan diri dari Partai Demokrasi Indonesia pada tahun 1999... Dst....
Wikipedia
Quote:
Tanpa GBHN, Pembangunan Belum Maksimal Sejahterakan Rakyat
Tidak adanya Garis Besar Haluan Negara (GBHN) semenjak reformasi bergulir dinilai anggota MPR RI, Dr. Ir. Arif Budimanta, MSi membuat arah pembangunan nasional tidak jelas dan kurang mensejahterakan rakyat. Oleh karena itu, menurutnya perlu menata kembali arah kebijakan pembangunan nasional sebagai upaya memperkuat sistem demokrasi di Indonesia. Pendapat ini disampaikan anggota MPR RI asal Fraksi PDI-P dalam seminar nasional bertema “Reformulasi Model GBHN : Tinjauan Terhadap Peran Dan Fungsi MPR RI Dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional” yang diselenggarakan di Hotel Bintang Mulia Jember (22/3).
Anggota MPR RI dari Dapil Jawa Barat ini lantas memaparkan laporan Asian Devolepment Bank dimana pertumbuhan ekonomi kita yang mencapai angka 6,5% hanya mampu mengurangi angka kemiskinan 0,88%. Bandingkan dengan Thailand dengan angka pertumbuhan ekonomi yang sama namun mampu mengurangi angka kemiskinan sampai 2 persen. “Setelah reformasi, arah kebijakan pembangunan nasional ditentukan oleh presiden dengan dibantu tim suksesnya beda dengan pada masa Orde Baru yang memang dibuat oleh MPR sebagai representasi seluruh elemen masyarakat,” ujarnya.
Data yang dipaparkan oleh Dr. Ir. Arif Budimanta, MSc ini didukung oleh salah seorang peserta, Dr. Hidayat Teguh Wiyono dari FMIPA Universitas Jember. Dalam sesi diskusi, Dr. Hidayat Teguh Wiyono memaparkan pengalamannya saat dirinya ingin memulai gerakan mempromosikan buah asli Indonesia. Namun saat dikomunikasikan dengan eksekutif dan legislatif ternyata kurang mendapat respon yang baik. “Menurut mereka tidak ada dana dan arahan dari pusat. Ini membuktikan tidak adanya perencanaan pembangunan yang baik di pusat membuat perencanaan pembangunan di daerah juga tidak jalan,” katanya.
Dr. Ir. Arif Budimanta, MSc kemudian mengharapkan agar seminar kali ini mampu memberikan jawaban apakah sistem perencanaan pembangunan nasional saat ini sudah berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat. Kemudian, apakah kelebihan dan kekurangan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RJPN) dibandingkan dengan GBHN pada masa Orba. Apakah implikasi politik dan hukum apabila gagasan mereformulasi model GBHN sebagai arah perencanaan pembangunan nasional ke depan diwujudkan dan apakah MPR masih relevan sebagai lembaga yang diberi peran, fungsi dan kewenangan untuk merumuskan GBHN.
Sementara itu dalam sambutannya, Rektor Universitas Jember, Drs. Moh. Hasan, MSc, PhD memberikan apresiasi kepada MPR RI yang memberikan wahana dan kesempatan bagi sivitas akademika Universitas Jember untuk mempresentasikan pemikiran-pemikiran khususnya di bidang perencanaan pembangunan baik dari sisi ekonomi, sosial dan hukum. “Sivitas akademika Universitas Jember siap membantu memberikan pemikiran apalagi untuk kepentingan bangsa,” kata Drs. Moh. Hasan, MSc., PhD.
Pembicara lain yang memaparkan materinya antara lain Dr. Ir. Jani Januar, MT (Fakultas Pertanian), Dr. Rafael Purtomo, MSi dan Aditya Wardhana, PhD (Fakultas Ekonomi), Himawan Bayu Patriadi, PhD (FISIP) dan Dr. Widodo Eka Tjahjana, SH., M.Hum (Fakultas Hukum). Seminar nasional yang diadakan atas kerjasama antara Universitas Jember dengan MPR RI ini dihadiri oleh sivitas akademika Kampus Tegalboto dan perguruan tinggi di sekitar Jember, perwakilan instansi pemerintah, partai politik, LSM dan pemerhati masalah sosial. (iim)
Tidak adanya Garis Besar Haluan Negara (GBHN) semenjak reformasi bergulir dinilai anggota MPR RI, Dr. Ir. Arif Budimanta, MSi membuat arah pembangunan nasional tidak jelas dan kurang mensejahterakan rakyat. Oleh karena itu, menurutnya perlu menata kembali arah kebijakan pembangunan nasional sebagai upaya memperkuat sistem demokrasi di Indonesia. Pendapat ini disampaikan anggota MPR RI asal Fraksi PDI-P dalam seminar nasional bertema “Reformulasi Model GBHN : Tinjauan Terhadap Peran Dan Fungsi MPR RI Dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional” yang diselenggarakan di Hotel Bintang Mulia Jember (22/3).
Anggota MPR RI dari Dapil Jawa Barat ini lantas memaparkan laporan Asian Devolepment Bank dimana pertumbuhan ekonomi kita yang mencapai angka 6,5% hanya mampu mengurangi angka kemiskinan 0,88%. Bandingkan dengan Thailand dengan angka pertumbuhan ekonomi yang sama namun mampu mengurangi angka kemiskinan sampai 2 persen. “Setelah reformasi, arah kebijakan pembangunan nasional ditentukan oleh presiden dengan dibantu tim suksesnya beda dengan pada masa Orde Baru yang memang dibuat oleh MPR sebagai representasi seluruh elemen masyarakat,” ujarnya.
Data yang dipaparkan oleh Dr. Ir. Arif Budimanta, MSc ini didukung oleh salah seorang peserta, Dr. Hidayat Teguh Wiyono dari FMIPA Universitas Jember. Dalam sesi diskusi, Dr. Hidayat Teguh Wiyono memaparkan pengalamannya saat dirinya ingin memulai gerakan mempromosikan buah asli Indonesia. Namun saat dikomunikasikan dengan eksekutif dan legislatif ternyata kurang mendapat respon yang baik. “Menurut mereka tidak ada dana dan arahan dari pusat. Ini membuktikan tidak adanya perencanaan pembangunan yang baik di pusat membuat perencanaan pembangunan di daerah juga tidak jalan,” katanya.
Dr. Ir. Arif Budimanta, MSc kemudian mengharapkan agar seminar kali ini mampu memberikan jawaban apakah sistem perencanaan pembangunan nasional saat ini sudah berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat. Kemudian, apakah kelebihan dan kekurangan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RJPN) dibandingkan dengan GBHN pada masa Orba. Apakah implikasi politik dan hukum apabila gagasan mereformulasi model GBHN sebagai arah perencanaan pembangunan nasional ke depan diwujudkan dan apakah MPR masih relevan sebagai lembaga yang diberi peran, fungsi dan kewenangan untuk merumuskan GBHN.
Sementara itu dalam sambutannya, Rektor Universitas Jember, Drs. Moh. Hasan, MSc, PhD memberikan apresiasi kepada MPR RI yang memberikan wahana dan kesempatan bagi sivitas akademika Universitas Jember untuk mempresentasikan pemikiran-pemikiran khususnya di bidang perencanaan pembangunan baik dari sisi ekonomi, sosial dan hukum. “Sivitas akademika Universitas Jember siap membantu memberikan pemikiran apalagi untuk kepentingan bangsa,” kata Drs. Moh. Hasan, MSc., PhD.
Pembicara lain yang memaparkan materinya antara lain Dr. Ir. Jani Januar, MT (Fakultas Pertanian), Dr. Rafael Purtomo, MSi dan Aditya Wardhana, PhD (Fakultas Ekonomi), Himawan Bayu Patriadi, PhD (FISIP) dan Dr. Widodo Eka Tjahjana, SH., M.Hum (Fakultas Hukum). Seminar nasional yang diadakan atas kerjasama antara Universitas Jember dengan MPR RI ini dihadiri oleh sivitas akademika Kampus Tegalboto dan perguruan tinggi di sekitar Jember, perwakilan instansi pemerintah, partai politik, LSM dan pemerhati masalah sosial. (iim)
Diubah oleh matbaiktit 26-09-2013 13:25
0
6.4K
Kutip
64
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan