angeloto777Avatar border
TS
angeloto777
Mobil Murah Tambah Masalah
Mobil Murah Tambah Masalah



Apakah kabar gembira atau buruk atas kehadiran mobil berkonsep harga terjangkau dan ramah lingkungan yang diluncurkan dua agen tunggal pemegang merek (ATPM) Daihatsu dan Toyota di Indonesia?

Bagi konsumen yang berkantong pas-pasan, sementara hasrat memiliki mobil pribadi membeludak, kabar tersebut sangat menggembirakan. Keberadaan mobil murah bagai setetes air di tengah padang pasir. Hanya bermodal Rp76 jutaan sudah bisa membawa mobil pulang ke rumah.

Namun, bagi stabilitas ekonomi keberadaan mobil murah bukan membawa berkah, malah menambah masalah.



Pertumbuhan Yang Tinggi

Saat ini, pertumbuhan mobil di Indonesia mencapai 10-15 persen setiap tahun. Tahun lalu, jumlah mobil yang terjual mencapai 1 juta unit. Penelitian Lembaga riset Frost dan Sullivan memprediksi industri otomotif Indonesia tahun 2013 tumbuh 7,5 persen mencapai 1,2 juta unit.

Meskipun, Bank Indonesia telah mengeluarkan syarat uang pangkal minimal 20 persen dari total harga untuk pengkredit mobil, namun tingkat penjualan tak kunjung menurun. Hingga bulan tujuh tahun ini, tren penjualan mobil memperlihatkan geliat mencengangkan. Pesanan terus membanjir. Merek-merek favorit harus inden lama.

Bahkan, produsen mobil kian bersemangat meluncurkan model dan varian baru. Mereka terus menggenjot utilisasi pabrik yang dimiliki. Banyak yang mengucurkan dana triliunan rupiah untuk ekspansi pabrik atau membangun pabrik baru. Sejumlah merek yang selama ini hanya meraih penjualan tipis pun mulai berani ekspansi besar-besaran.

Pesatnya pertumbuhan masyarakat menengah Indonesia berkolerasi positif dengan keinginan memiliki mobil pribadi. Terutama, kelompok menengah ke atas. Bagi mereka, membeli mobil bukan sekadar alasan nilai utility produk. Rasa gengsi dan gaya hidup membuat selera kepemilikan mobil bersandar kepada merek.

Meskipun ada mobil murah, orang kaya tetap memilih mobil berkelas. Mobil murah paling menjadi hadiah anak tercinta ketika ulang tahun. Sudah bukan rahasia umum, menghadiahkan mobil kepada anak-anak merupakan prestise bagi orang kaya di Indonesia. Keberadaan mobil murah bagi orang kaya sangat pas bagi kantong anak mereka yang belum berpenghasilan.

Di samping itu, para kelompok menengah ke bawah pun patut juga diperhitungkan bakal memaksakan diri membeli mobil murah tersebut demi memuaskan dahaga terhadap barang konsumtif berupa mobil.

Bagaimanapun, keberadaan mobil murah bakal menambah tingkat pertumbuhan mobil. Sekarang saja jumlah kendaraan bermotor di Indonesia telah mencapai hampir 51 juta unit, sekitar 60-65 persen berupa sepeda motor dan 23-24 juta merupakan mobil.

Berbahaya

Sebagai negara yang menyandarkan diri pada minyak impor guna menutupi kebutuhan dalam negeri. Pengurangan kebutuhan BBM impor bukan dengan membuka pasar mobil alternatif. Tapi sebaliknya, melakukan pembatasan atau restriksi mobil agar anggaran negara tidak terus-menerus dikoreksi. Tahun ini, pemerintah telah merevisi anggaran negara dengan cara menaikkan harga BBM agar beban subsidi tidak melampaui kuota yang dipatok. Kalau sampai pemerintah tak mampu mengendalikan kebutuhan BBM dalam negeri, maka anggaran negara terancam defisit lagi.

Dengan risiko yang bakal terjadi atas kuota BBM bersubsidi. Pemerintah perlu melihat kembali akar persoalan tingginya konsumsi BBM kita. Sudah jelas tingkat pertumbuhan kenderaan bermotor sebagai salah satu biang keladi peningkatan kebutuhan BBM, namun pemerintah tak juga merestriksi (mengatur) kepemilikan mobil, malah membuka keran pasar mobil alternatif.

Pemerintah perlu belajar ke Singapura yang lebih dulu memberlakukan restriksi kenderaan bermotor sebelum membuka pintu atas kedatangan mobil alternatif. Singapura melakukan pembatasan kepemilikan mobil.

Di negara yang sebesar Pulau Batam tersebut, kepemilikan kendaraan bermotor dibatasi melalui Sistem Kuota Kendaraan (vehicle quota system). Warga Singapura yang ingin memiliki mobil, wajib membayar pajak jalan tahunan , biaya registrasi kendaraan, pajak bahan bakar (50% dari harga jual), dan biaya parkir yang tinggi.

Selain itu, Singapura juga meniadakan subsidi dan menerapkan pajak atas penggunaan bahan bakar. Pajak tersebut meliputi Pajak Bahan Bakar dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Prinsip penerapan pajak ini untuk menekan konsumsi BBM. Bagi, pemilik mobil di sana harus siap dengan harga BBM yang tinggi.

Walhasil, walaupun negeri itu memiliki pendapatan perkapita tertinggi di Asia, namun hanya sekitar 30% warganya yang memiliki kendaraan pribadi. Penduduk Singapura tidak terlalu ambisius memiliki mobil pribadi sehingga mampu menekan konsumsi BBM setiap tahun.

Bila pemerintah mampu membatasi kepemilikan mobil, maka triliunan dana subsidi BBM dapat dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur jalan dan sarana transportasi publik yang murah, megah, serta nyaman.

Sementara itu, kebijakan membuka keran impor mobil murah bukan saja berbahaya bagi anggaran negara dan stabilitas neraca perdagangan Indonesia. Terlebih lagi, kapasitas jalan yang sudah overdosis oleh jumlah kendaraan bermotor bakal kian parah. Mobil murah bukannya membawa berkah, malah masalah.


Sumber : HondaCommunity.net
0
1.6K
10
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan