- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Wajib beli foto bupati, warga Tulungagung protes
TS
GPO2A
Wajib beli foto bupati, warga Tulungagung protes
Seluruh kantor pemerintah wajib membeli foto pasangan Bupati Tulungagung Jawa Timur Syahri Mulyo beserta Wakil Bupati Maryoto Bhirowo seharga Rp 225.000. Foto yang sudah diberi pigura ini harus dibeli di bagian Humas Bupati.
Komersialisasi foto pasangan kepala daerah ini pun menuai kritik dari kelompok penggiat lembaga swadaya masyarakat (LSM) maupun jajaran birokrasi setempat.
Sebagaimana diungkapkan Ketua LSM Bintang Nusantara (Bintara) Tulungagung, Ali Sodiq, Senin, pihaknya mempertanyakan kebijakan 'wajib beli' foto kepala daerah. Padahal anggaran pengadaan belum dialokasikan di APBD 2013 maupun di perubahan anggaran keuangan (PAK)/APBD Perubahan (APBD-P).
"Komersialisasi foto kepala daerah ini tidak tepat, karena tidak jelas arah penggunaan dana dari hasil penjualan foto tersebut," ujar Arif seperti dikutip antara, Senin (23/9).
Kritik serupa dilontarkan penggiat LSM sekaligus aktivis Partai Nasional Demokrasi, Mohammad Zaki yang menilai harga sepasang foto kepala daerah berpigura tersebut tidak rasional.
Menurutnya, hasil pencetakan dua lembar foto setengah badan Bupati Syahri Mulyo beserta Wakil Bupati Maryoto Bhirowo, lengkap dengan dua pigura kayu seharusnya tidak menghabiskan dana Rp 150 ribu.
"Harga yang ditawarkan (Rp 225 ribu per set/pasang) sangat tidak logis dan terkesan mengada-ada," kritiknya.
Keluhan juga dilontarkan sejumlah PNS di lingkup Sekretariat Daerah (Setda) Tulungagung. Mereka rata-rata menyesalkan kewajiban beli foto kepala daerah tersebut karena nilainya dianggap berlebihan.
"Bahwa pemasangan itu ditujukan sebagai media sosialisasi (kepala daerah) itu bisa diterima, tapi dengan harga segitu apalagi diwajibkan (beli) di bagian humas, itu tak ubahnya cara orde baru," kecam Ari, seorang PNS di lingkup Setda Tulungagung yang namanya disamarkan.
Ali, Zaki, maupun Ari, punya pendapat sama dengan kebijakan yang mereka sebut janggal tersebut.
Selain meminta dilakukan audit, ketiganya juga berharap pihak kejaksaan mengawasi proses pengadaan barang yang dinilai tidak rasional tersebut.
"Kejaksaan harus turun tangan. Jangan sampai instansi-instansi layanan publik seperti halnya lembaga pendidikan dan kesehatan diberatkan dengan kebijakan tersebut," desak Ali.
Dikonfirmasi mengenai hal ini, Kabag Humas dan Protokoler Pemda Tulungagung Santoso berkilah kebijakan tersebut merupakan konsekwensi pergantian kepala bupati/wakil bupati, setelah dilakukannya pemilihan kepala daerah akhir Januari 2013.
"Ini merupakan kebijakan bupati langsung, kami hanya melaksanakan," terang Kabag Humas dan Protokol Pemkab Tulungagung, Santoso.
"Jadi itu merupakan program bupati, dan saat ini baru mulai tahap pendataan. Program ini sifatnya terbuka dan transparan," kilahnya.
Dijelaskan, setiap satu set foto bupati dan wakil bupati dihargai Rp 225 ribu, lengkap dengan sepasang pigura sehingga pihak SKPD maupun lembaga birokrasi terkait tinggal memasangnya.
Foto yang dikomersilkan berukuran sekitar 14 R hingga 16 R. Menurutnya, keputusan memperjualbelikan foto pasangan kepala daerah yang baru dilantik sekitar akhir Maret 2013 itu dikarenakan pengadaannya belum dianggarkan dalam APBD 2013 maupun PAK.
"Bupati memiliki kebijakan sendiri terkait tujuan program tersebut. Ya, salah satunya sebagai media informasi kepada masyarakat dan seluruh SKPD, terkait pejabat bupati dan wakil bupati yang baru," jelasnya.
http://m.merdeka.com/peristiwa/wajib...ng-protes.html
emang kalau di beli terus buat apa nakutin TIKUS dasar bupati narsiss
Komersialisasi foto pasangan kepala daerah ini pun menuai kritik dari kelompok penggiat lembaga swadaya masyarakat (LSM) maupun jajaran birokrasi setempat.
Sebagaimana diungkapkan Ketua LSM Bintang Nusantara (Bintara) Tulungagung, Ali Sodiq, Senin, pihaknya mempertanyakan kebijakan 'wajib beli' foto kepala daerah. Padahal anggaran pengadaan belum dialokasikan di APBD 2013 maupun di perubahan anggaran keuangan (PAK)/APBD Perubahan (APBD-P).
"Komersialisasi foto kepala daerah ini tidak tepat, karena tidak jelas arah penggunaan dana dari hasil penjualan foto tersebut," ujar Arif seperti dikutip antara, Senin (23/9).
Kritik serupa dilontarkan penggiat LSM sekaligus aktivis Partai Nasional Demokrasi, Mohammad Zaki yang menilai harga sepasang foto kepala daerah berpigura tersebut tidak rasional.
Menurutnya, hasil pencetakan dua lembar foto setengah badan Bupati Syahri Mulyo beserta Wakil Bupati Maryoto Bhirowo, lengkap dengan dua pigura kayu seharusnya tidak menghabiskan dana Rp 150 ribu.
"Harga yang ditawarkan (Rp 225 ribu per set/pasang) sangat tidak logis dan terkesan mengada-ada," kritiknya.
Keluhan juga dilontarkan sejumlah PNS di lingkup Sekretariat Daerah (Setda) Tulungagung. Mereka rata-rata menyesalkan kewajiban beli foto kepala daerah tersebut karena nilainya dianggap berlebihan.
"Bahwa pemasangan itu ditujukan sebagai media sosialisasi (kepala daerah) itu bisa diterima, tapi dengan harga segitu apalagi diwajibkan (beli) di bagian humas, itu tak ubahnya cara orde baru," kecam Ari, seorang PNS di lingkup Setda Tulungagung yang namanya disamarkan.
Ali, Zaki, maupun Ari, punya pendapat sama dengan kebijakan yang mereka sebut janggal tersebut.
Selain meminta dilakukan audit, ketiganya juga berharap pihak kejaksaan mengawasi proses pengadaan barang yang dinilai tidak rasional tersebut.
"Kejaksaan harus turun tangan. Jangan sampai instansi-instansi layanan publik seperti halnya lembaga pendidikan dan kesehatan diberatkan dengan kebijakan tersebut," desak Ali.
Dikonfirmasi mengenai hal ini, Kabag Humas dan Protokoler Pemda Tulungagung Santoso berkilah kebijakan tersebut merupakan konsekwensi pergantian kepala bupati/wakil bupati, setelah dilakukannya pemilihan kepala daerah akhir Januari 2013.
"Ini merupakan kebijakan bupati langsung, kami hanya melaksanakan," terang Kabag Humas dan Protokol Pemkab Tulungagung, Santoso.
"Jadi itu merupakan program bupati, dan saat ini baru mulai tahap pendataan. Program ini sifatnya terbuka dan transparan," kilahnya.
Dijelaskan, setiap satu set foto bupati dan wakil bupati dihargai Rp 225 ribu, lengkap dengan sepasang pigura sehingga pihak SKPD maupun lembaga birokrasi terkait tinggal memasangnya.
Foto yang dikomersilkan berukuran sekitar 14 R hingga 16 R. Menurutnya, keputusan memperjualbelikan foto pasangan kepala daerah yang baru dilantik sekitar akhir Maret 2013 itu dikarenakan pengadaannya belum dianggarkan dalam APBD 2013 maupun PAK.
"Bupati memiliki kebijakan sendiri terkait tujuan program tersebut. Ya, salah satunya sebagai media informasi kepada masyarakat dan seluruh SKPD, terkait pejabat bupati dan wakil bupati yang baru," jelasnya.
http://m.merdeka.com/peristiwa/wajib...ng-protes.html
emang kalau di beli terus buat apa nakutin TIKUS dasar bupati narsiss
0
3.1K
27
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan